Kamis, 30 September 2010

Titik Balik Salim untuk Keasrian Pahawang

Dahulu, Ahmad Salim (30) merupakan sosok nelayan yang paling tidak disulai para aktivis penyelamatan lingkungan hidup. Bukan saja lantaran dia kerap menebangi pohon-pohon bakau untuk dijadikan arang, melainkan juga karena dia "hobi" menangkap ikan dengan bom.

AHMAD SALIM

Lahir : Banjar Negeri, Lampung, 10 Agustus 1980
Pendidikan :
- SMP Kedondong, Kabupaten Pesawaran, lulus 1994
- SMA Punduh Pedada, lulus 1997
Istri : Rohilah (27)
Anak :
- Rosliana Santika (9)
- Intan Amelia (4)
Pekerjaan :
- Kepala Urusan Bidang Kesra Desa Pulau Pahawang
- Relawan dan fasilitator di LSM Mitra Bentala dan Heifer Internasional
- Anggota Divisi Pengawasan Badan Pengelolaan Daerah Perlindungan Mangrove (BPDMPM)
Pulau Pahawang
Penghargaan :
- Golden Talent Award 2010 dari Heifer International

OLEH YULVIANUS HARJONO

Tahun demi tahun berlalu. Sejak 2006, salim berubah sikap 180 derajat. Dia kini justru aktif bergerak untuk melakukan pengawasan dan kampanye perlindungan mangrove di Pulau Pahawang, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Ia juga menjadi salah satu motor gerakan pemberdayaan ekonomi warga di daerah itu.
Pengalaman hidup dan prestasinya inilah yang kemudian mengantarkan Salim memperoleh penghargaan bergengsi Golden Talent Award (GTA) 2010 dari Heifer International, lembaga nirlaba yang aktif dalam gerakan pemberdayaan masyarakat di daerah-daerah terpencil. Dari Indonesia hanya dia seorang yang mendapat penghargaan ini dari Heifer International.
Salim juga mengoordinasikan budidaya rumput laut yang dilakukan warga Pulau Pahawang. Kegiatan ini menjadi gerakan ekonomi baru warga di pulau yang berpenduduk 1.665 jiwa itu.
Ia mengajak para pemuda yang dahulu berprofesi hampir sama dengannya untuk mencari nafkah dari hal-hal yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Jumlah warga yang terlibat dalam budidaya yang dirintis pada 2007 itu kini mencapai 70 orang.
Pulau Pahawang kini menjadi salah satu sentra budidaya rumput laut terbesar di Pesawaran. produksi rumput laut di kawasan ekowisata ini mencapai 10 ton per bulan. Masyarakat pun semakin percaya diri untuk tak lagi menggantungkan perekonomiannya dari pola-pola ekstraktif dan eksploitatif, sseperti menjual kayu mangrove dan mencari ikan dengan bom.
"Saya sadar bahwa yang dilakukan selama ini ternyata salah besar. Dibalik keuntungan besar yang saya dapat, di belakang saya justru banyak yang tersiksa dan terzalimi, termasuk anak-anak dan calon cucu saya," ujar Salim.

Sadar dan berikrar

Berkat kegigihan dan pendekatan para aktivitas LSM Mitra Bentala, Salim sadar bahwa kegiatan menebangi bakau dan mengebom ikan akan mengubur masa depan kehidupannya dan warga di Pahawang. Apalagi warga di pulau ini sudah mulai merasakan dampaknya, yaitu mewabahnya malaria akibat rusaknya hutan bakau dan berkurangnya ikan akibat rusaknya terumbu karang.
Akibat ulahnya pada masa lalu, ia sering dimusuhi dan dicemooh warga. "Bahkan, ayah saya sampai mengundurkan diri dari jabatan kepala dusun saking malunya," kata pria yang juga bekerja sebagai relawan gerakan pemberdayaan masyarakat untuk Heifer International Indonesia ini.
Saat masih menjadi pengebom ikan, ia termasuk orang yang tidak suka melihat aktivis lingkungan hidup, khususnya dari LSM Mitra Bentala, yang aktif berkegiatan di tempat dia tinggal. bahkan, ia mengaku sering beradu mulut dengan mereka.
namun, lambat laun ia sadar. pada 2006, ia berikrar kepada warga Pahawang untuk tidak lagi melakukan kegiatan merusak. Selanjutnya, ia bergabung dengan Badan Pengelolaan Daerah Perlindungan Mangrove (BPDPM) Desa Pahawang.

Banyak godaan

Ia mengaku, pada awalnya banyak godaan untuk kembali ke pekerjaannya sebagai pengebom ikan. "Selama satu tahun, pada 2007, saya merasakan sangat sulit mencari uang meski hanya Rp.1.000. Padahal, saya harus menghidupi anak dan istri," ujar bapak dari dua anak ini. "Sampai-sampai biaya hidup saya dan keluarga ditanggung oleh orangtua. Bahkan, rokok saja sampai dibeliin," kenangnya dengan mata berkaca-kaca. Pada saat menjadi pengebom ikan. dalam sehariia bisa mendapat uang Rp. 5 juta. dahulu, sehari rata-rata dia berpenghasilan Rp.200.000,-
Berkat dorongan orangtua dan rekan-rekannya di Mitra Bentala, ia pun tidak patah arang untuk konsekuensi menjalani pilihan hidupnya yang baru. Ia tetap tidak mempan disuap oleh para pemburu karang. jangankan itu, jika kedapatan ada pengebom ikan, ia pun tidak segan memberi tindakan. "Tidak ada ampun," ujar Salim yang kerap memberikan peringatan dan surat teguran kepada mereka yang tertangkap. Menurut dia, menjaga kepercayaan adalah sesuatu yang harus dipertahankan.

Kombinasi ternak

Warga di tempatnya tinggal pun memiliki akses yang semakin memadai terhadap kebutuhan gizi. Selain itu, ternak yang dirwat juga meningkatkan ekonomi warga. Kotorannya pun dapat diolah menjadi pupuk kompos untuk menyuburkan perkebunan kakao milik warga.
Kambing yang jumlahnya terus berlipat juga bisa menjadi "tabungan" warga. "Beternak, bercocok tanam kakao, serta budidaya rumput laut bisa menjadi kombinasi yang baik untuk meningkatkan ekonomi warga di sini," ungkapnya.
Ia berharap, perbaikan kondisi lingkungan dan ekonomi warga lambat laun akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia di tempat tinggalnya. Rendahnya tingkat pendidikan atau SDM di Pulau Pahawang adalah hal yang paling merisaukannya saat ini.
Sarana pendidikan di Pulau Pahawang saat ini masih sangat terbatas, hanya ada SD dan SMP satu atap. Itu pun masih sangat minim jumlah tenaga pengajarnya. Sementara untuk dapat sekolah hingga ke jenjang SMA, warga harus keluar dari pulau, ke Bandar Lampung atau Punduh Pedada, Pesawaran, yang membutuhkan biaya relatif mahal.
namun, Ahmad Salim percaya, dengan membaiknya kondisi ekonomi warga dan lingkungannya, persoalan klise ini lambat laun dapat diatasi. Akses untuk bersekolah pun menjadi semakin besar.

Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 1 OKTOBER 2010

Rabu, 29 September 2010

Berkat Berners-Lee, Manusia Bisa Berinternet

"Sir, tunggu sebentar! Bolehkah saya mengambil foto Anda?"
"Untuk apa?"
"Saya bermaksud menulis profil tentang Anda dan saya harus melengkapinya dengan foto."
"Saudara dari mana?"
"Saya dari Indonesia, Jurnalis!"
"Apa yang mau Saudara tulis tentang saya?"
"Sebagai penemu World Wide Web."

SIR TIMOTHY BERNERS-LEE

Lahir : London, 8 Juni 1955
Istri : Nancy Carlson (cerai)
Anak : Alice dan Ben
Prestasi :
- Profesor Massachusetts Institute of Technology
- Penemu World Wide Web (WWW), 1989
- Peraih Millenium Technology Prize dari Pemerintah Finlandia, 2004
- Gelar "Sir" dari ratu Elizabeth II, 2004

Oleh PEPIH NUGRAHA

Demikian percakapan Kompas dengan Sir Timothy Berners-Lee beberapa saat setelah yang bersangkutan menyampaikan paparannya di forum Nokia World 2010 yang berlangsung di london, 14-15 September lalu. Berners-Lee adalah "investor besar" bidang teknologi informasi yang memungkinkan setiap pengguna internet di belahan dunia manapun berselancar di dunia maya dengan mengetik "www" untuk setiap alamat situs yang mereka tuju.
Benar, Berners-Lee adalah penemu World Wide Web (WWW). Di depan 3.000 peserta, yang antara lain para pembuat peranti lunak untuk ponsel pintar dan internet mobile serta jurnalis, Berners-Lee menyampaikan materinya dengan cepat.
Sama sekali di luar dugaan, dia tampil di forum besar seperti itu hanya dengan secarik kertas putih ditangannya, berisi poin-poin yang akan disampaikannya, itupun sering tak diliriknya. Secarik kertas itu terkesan hanya sebagai "teman" kesepian saja. Padahal, semua pembicara di Nokia World 2010 menggunakan teknologi pemaparan yang canggih, bahkan sesekali dipadu dengan potongan film atau video, juga foto-foto slide yang ditayangkan di empat layar lebar berbentuk melengkung yang bisa dipandang dari berbagai sudut.
Sama sekali tidak identik dengan temuan paling berpengaruh pada abad teknologi informasi, Berners-Lee menyampaikan penjelasannya tanpa bantuan teknologi yang ditemukannya. Alhasil, empat layar lebar itu diam statis, sekedar menayangkan namanya saat ia berbicara.
Selesai berbicara dan mengundang tepuk tangan berkepanjangan, Berners-Lee diam-diam turun dari podium dan menyelinap keluar. Tidak ada seorangpun yang mengantarkannya. Kompas menguntitnya karena keperluan untuk mengambil fotonya, sekalian tanya jawab singkat jika memungkinkan. Untuk pertanyaan, dia tak bersedia menjawabnya dengan alasan ada acara yang harus segera dihadiri. Tetapi untuk berpose, dia bersedia meluangkan waktu beberapa detik setelah menyampaikan beberapa pertanyaan, sebagaimana percakapan di atas.
Lahir di London, 8 Juni 1955, Berners-Lee, yang biasa dipanggil "Tim BL", adalah insinyur dan ilmuwan komputer Inggris. Ia adalah salah seorang profesor Massachusetts Institute of Technology (MIT) berkat penemuannya itu, WWW. Ia menyampaikan proposal penemuannya itu pada 1989 dan setahun kemudian menulis software web untuk pertama kali.
Dibantu Robert Cailiau, ilmuwan komputer Belgia, dan beberapa mahasiswa muda di CERN (Organisasi Eropa untuk Riset Nuklir), Berners-Lee sukses menerapkan penemuannya itu paada 6 Agustus 1991, dimana saat itu terjadi komunikasi antara klien HTTP (Hyper Text Transfer Protocol) dan server melalui internet. HTTP merupakan fondasi data komunikasi untuk World Wide Web yang ditemukan Berners-Lee. Pada tanggal tersebut, lahirlah situs web pertama di CERN dengan alamat http://info.cern.ch/hypertext//www/theproject.html, yang sekarang disingkat menjadi http://info.cern.ch
Berkat temuan Berners-Lee, manusia tersembungkan satu dengan yang lain denganmudah dan murah melalui internet. Sekarang informasi apapun sudah bisa digenggam dan dibawa kemana-mana melalui ponsel pintar. Dengan WWW, manusia tidak lagi berjarak satu dengan lainnya. bahkan, dalam buku The World Is Flat, Thomas L Friedman mengatakan, setiap orang dari belahan dunia manapun memiliki kesempatan yang sama jika memanfaatkan internet.
Jarak dan waktu menjadi dikesampingkan, menjadi tidak bermakna. Orang dari belahan dunia manapun asal tersambungkan ke internet dapat dengan mudah menyampaikan pesan, secara langsung (real time) atau sekadar tunda beberapa saat. Orang bisa berkomunikasi lewat Facebook, Twitter, atau Yahoo Messenger, juga bisa bercakap-cakap lewat skype, cukup dengan menulis WWW temuan Berners-Lee di depan nama situs tersebut.

Era aplikasi

Berbagai temuan aplikasi untuk media digital yang menyertainya kemudian, WWW memang tidak perlu lagi ditulis. Aplikasi Facebook atau Twitter untuk iPad, misalnya, tidak perlu lagi menulis "www" karena secara otomatis sudah membuka alamat itu dengan sendirinya, plus kemudahannya. Karena berkembangnya aplikasi untuk berbagai media baru itulah, editor wired, Chris Anderson, pernah menyatakan, "The Web is Dead". Menurut penulis buku laris Long Tail ini, WWW (yang ditemukan Berners-Lee) menuju senja kala atau akhir dari kematiannya.
Tentu saja ini hanya perkiraan Anderson semata. Toh, hadirnya mesin cetak Gutenberg tidak pernah mematikan komunikasi lisan, kehadiran radio dan televisi tidak mematikan komunikasi tulisan di koran. Kehadiran online tidak juga mematikan media-media sebelumnya. Sekarang, maraknya aplikasi dan bertumbuhnya para developer ssehingga Nokia sebagai produsen ponsel dunia perlu menyelenggarakan "Developer summit", juga tidak akan mematikan online atau WWW melalui internet!
Dalam pemaparannya di Nokia World tahun 2010 itu, Berners-Lee justru banyak memberikan masukan kepada para pengembang peranti lunak (developer software), khususnya berbagai aplikasi untuk ponsel pintar ini. Ia tidak menunjukkan kekhawatiran akan ramalan segera matinya web, sebagaimana dikemukakan Anderson. Ia justru memberikn solusi bermanfaat bagi para pengembang yang hadir dalam forum itu.
Menurut Berners-Lee, para developer harus segera membuat aplikasi yang tepat untuk berbagai media yang beragam. Para pengembang, menurut dia, tidak boleh terpaku pada aplikasi "kuno" untuk desktop atau PC semata karena media berinternet bentuk lain, seperti iPad dan smartphone yang lebih mobile, merupakan tantangan baru.
"Aplikasi web penuh dengan data yang terbuka (open data) dan yang kita butuhkan adalah data-data itu. Coba kembangkan aplikasi untuk keduanya, baik untuk desktop maupun ponsel bergerak. Mengapa? karena 20 persen penduduk dunia menggunakan web, sementara 80 persen sisanya memiliki akses ke sinyal mobile," katanya.
Berners-Lee, yang pada 1999 dinobatkan majalah Time sebagai "100 Most Important People of the 20th Century", lahir dari orang tua yang juga ilmuwan, Ayahnya, Conway Berners-Lee, adalah matematikawan dan ilmuwan komputer yang mengembangkan Ferranti Mark 1, program komputer komersial pertama pada 1951. Conway menikahi Mary Lee Wood, ibunda Berners-Lee, yang juga matematikawan dan ilmuwan komputer yang sama-sama menggarap Ferranti Mark 1.
Berkat WWW yang ditemukannya, pada 2004 Berners-Lee dianugerahi Millenium Technology Prize oleh Pemerintah Finlandia dan berhak atas hadiah uang 1juta Euro (Rp. 15 miliar) yang diserahkan Presiden Tarja Halonen. Pada tahun yang sama, ia dianugerahi gelar "Sir" oleh ratu Elizabeth II. Sejumlah gelar doktor honoris causa juga dia dapat dari berbagai universitas ternama dunia. Berners-Lee bercerai dari istrinya, Nancy Carlson, dan memiliki dua anak, Alice dan Ben.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 30 SEPTEMBER 2010



Senin, 27 September 2010

Heny Yudea, Rujukan Jamu Tradisional

Lembaga Studi Kesehatan Masyarakat (Lessan) telah menjadi rujukan pemuda dari berbagai negara untuk datang ke Indonesia dan belajar mengenai jamu tradisional secara gratis. Selama 20 tahun terakhir Lessan aktif mengumpulkan resep pengobatan tradisional berdasarkan kearifan lokal dari penduduk lanjut usia di pedesaan.

BIODATA
Nama : Heny Yudea
Lahir : Karanganyar, 9 November 1971
Penghargaan : Salah satu dari 1.000 Perempuan Perdamaian Dunia 2005
Jabatan : Pendiri dan Ketua yayasan Lessan

Oleh MAWAR KUSUMA WULAN

Resep mengenai jamu tersebut dibukukan dan dibagikan secara gratis sebagai wahana tukar pengetahuan sekaligus melestarikan resep jamu tradisional.
Hingga kini telah terbit tiga buku resep pengobatan tradisional yang dikumpulkan dari 13 dusun di pelosok lereng Gunung Semeru, Kabupaten Sleman, dan Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta.
Upaya pendokumentasian kekayaan obat tradisional ini telah membawa pendiri Lessan, Heny Yudea (38), sebagai salah satu dari 1.000 Perempuan Perdamaian Dunia pada 2005.
Kantor Lessan di Jalan Kaliurang Nomor 10, Ngaglik, Sleman, sekaligus menjadi toko obat tradisional dan rumah tinggal Heny. Saat berbincang dengan Kompas, dia ditemani oleh Ketua Lessan Dewo Broto (47) dan Ira Cahyono (38). Mereka begitu antusias memperbincangkan pelestarian obat tradisional. Menurut istilah mereka, pekerjaan itu tidak ada uangnya dan membutuhkan idealisme tinggi.
Di ruang tamu kantor Lessan, foto-foto para lansia berusia diatas 70 tahun menghiasi seluruh dinding ruangan seluas 20 meter persegi itu. Dari merekalah Lessan menimba ilmu tentang pemanfaatan obat-obatan tradisional yang kemudian diwariskan kepada warga di dusun lain. Tiap wilayah memiliki keunikan resep tradisional yang cenderung makin hilang karena tak lagi terwariskan kepada generasi muda.

Dikira dukun

Kini 526 petani di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta dibina untuk menanam tanaman obat tradisional, 153 diantaranya telah mampu meramu tanaman obat. Mayoritas dari mereka adalah kaum perempuan yang diajak kembali ke pengobatan tradisional. "Kami prihatin karena citra jamu masih marjinal dan terkesan illegal, padahal telah ratusan tahun digunakan nenek moyang. bahkan kami sempat dikira dukun tiban," kata Heny, sabtu (29/8) lalu.
Tak sekedar mendokumentasikan dalam bentuk buku. Heny dan rekan-rekannya juga getol mengkampanyekan pemanfaatan obat tradisional kepada masyarakat. Kampanye ini telah menjangkau seluruh warga di kelompok masyarakat yang menjadi binaan Lessan. Beberapa sekolah dasar pun turut menjadi sasaran kampanye.
Heny acap kali diundang menjadi pembicara di berbagai seminar, lembaga pendidikan, gereja, dan organisasi masyarakat di Jerman, Thailand, dan negara lain. Di seminar-seminar terebut Heny mengenalkan kekayaan hayati Indonesia serta mengkampanyekan antipencurian berupa pematenan obat tradisional oleh perusahaan besar. Saat ini sebanyak 42 resep tradisional telah dipatenkan perusahaan di Amerika dan Jepang.
Sejak tiga tahun terakhir hasil panen tanaman obat tradisional dari wilayah binaan Lessan telah diekspor ke Austria. Meskipun skala ekspornya masih kecil, 2 ton pertahun, seluruh tahapan ekspor diterangkan ke petani secara transparan sehingga mereka belajar tentang konsep perdagangan yang adil. Tawaran ekspansi ekspor jamu tradisional telah mulai berdatangan dari berbagai negara, termasuk dari Jepang.
Heny mengakui, warga di kelompok binaan lembaganya belum sanggup memproduksi dalam jumlah massal dengan tuntutan standar kualitas tinggi.
Apalagi, mereka menghindari sistem pertanaman monokultur yang justru akan merusak keseimbangan alam. Pertanaman obat tradisional terus dipertahankan dengan menggunakan sistem tumpang sari.
Lembaga tersebut telah membuka empat klinik pengobatan tradisional di lereng Merapi. awalnya klinik ini sempat dicurigai oleh masyarakat sebagai tempat praktik "dukun tiban".
Di sela saling membagi ilmu kesehatan tradisional, Lessan juga memperkuat pengorganisasian masyarakat di 13 dusun yang dibina. Anak muda dari berbagai negara, seperti dari Kanada, Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Belgia, Australia, dan Jepang yang datang untuk belajar ke Lessan pun selalu diajak belajar dari warga di dusun-dusun tersebut.
Umumnya mereka itu dikirim oleh lembaga pendidikan atau organisasi untuk penulisan skripsi maupun karya tulis. Di Jerman bahkan telah terbentuk kelompok anak muda yang menamakan diri sebagai "Sahabat Lessan".

Menolak bantuan

Heny berulangkali menegaskan bahwa kerja bertahun-tahun yang dirintissnya sepenuhnya merupakan kerja kelompok. Namun, ibu satu anak ini menolak berbincang lebih jauh tentang seluk beluk kehidupan pribadi, termassuk riwayat pendidikannya. Baginya, berbincang tentang pelestarian obat tradisional tidak bisa menonjolkan peran satu orang. "Ini karya masyarakat, kami hanya mengumpulkan resep dari mereka," ungkapnya.
Heny yang selalu enggan menonjolkan diri ini mengaku ingin membawa Lessan menjadi lembaga kecil, tetapi berkualitas. Beberapa kali Lessan menolak pendanaan dalam jumlah yang dinilai terlalu besar yang diberikan oleh lembaga dari luar negeri. Dana yang ditolak itu antara lain berupa bantuan hibah senilai Rp.500 juta per enam bulan.
Sejak berdiri pada tahun 1990 Lessan memperoleh dana hibah dari TdH Jerman. Lembaga itu juga menghidupi dirinya sendiri dari bagi hasil ekspor jamu tradisional serta penjualan padi organik dari lahan seluas 1.500 meter persegi. "Jika terlalu banyak dana, takutnya nanti kami malah ngiler melihat tumpukan uang. Kami tidak ingin bergantung pada funding. Ini kekayaan negara kita, jadi harus kita yang pegang kendali," kata Heny.
Bagi orang-orang seperti mereka, uang memang bukan tujuan utama, Heny mengatakan seluruh kerja kerasnya terbayar ketika warga mulai kembali ke obat-obatan tradisional dan bisa mendapat kesembuhan. Di Kabupaten Gunung Kidul, misalnya, seorang warga desa yang telah menjual satu sapi untuk pengobatan migren justru sembuh setelah mengkonsumsi ramuan tradisional.
Lessan sendiri lahir dari keprihatinan terhadap kesulitan masyarakat pedesaan untuk mengakses obat kimia. Apalagi, harga obat semakin mahal dan tidak ramah lingkungan. Bersama tujuh orang anggota tim nya, Lessan terus berupaya memandirikan masyarakat dengan obat sendiri. Mereka berkeyakinan bahwa setiap penyakit pasti dilengkapi dengan obat-obatan yang tumbuh disekitarnya.

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 29 SEPTEMBER 2009

Senin, 20 September 2010

Eyang Memet; Menyelamatkan Tatar Sunda

Memet Achmad Surachman bicara menggelegak, matanya memerah ketika serombongan orang dari Bandung Spirit pimpinan Acil "Bimbo" dan pegiat dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda menemuinya di kampungnya, Blok Gunung Masigit, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

MEMET ACHMAD SURAHMAN

Lahir : Bandung, 29 November 1953
Anak : Sofia Yulina (30), Dea Ahmad Restuna (28),Eki Ahmad Pangesti (27), Anggi Lestari (24), Sella Damayanti (22)
Aktivitas :
- Ketua Biro Lingkungan Komunitas Buah Batu Corps (BBC)
- Pengasuh Perguruan Silat Gagaklumayung dan Gajahputih
Prestasi :
- Penghargaan dari BEM Universitas Padjadjaran, 2008
- Penghargaan sebagai Penuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat Kabupaten Bandung, 2008
dan 2009


Oleh RINI KUSTIASIH

Siang hari itu, selepas hujan deras mengguyur, ucapannya memecah sepi:"Kita tidak bisa diam saja. Saya tidak rela lembur (Sunda/kampung halaman) hancur."
Perkataannya tegas mengajak warga menyelamatkan tatar Sunda.