Selasa, 22 November 2011

Uyun Muzizah : Hidupku Sepedaku

UYUN MUZIZAH

Lahir : 7 Desember 1979, Tuban, Jawa timur
Suami : Muhamad Yusuf Kusumanegara
Pendidikan :
- SDN Sukolilo, Tuban, Jawa Timur
- SMP Kejar Paket C, Subang, Jawa Barat
Prestasi:
- SEA Games 2001: perak (31 kilometer individual time trial) dan perunggu 
  (mass start road race 172,4 kilometer)
- Asian Games 2002: perak (road race) dan perak (3.000 meter individual 
  pursuit)
- SEA Games 2007: emas (200 meter sprint), emas (500 meter time trial), dan
  emas (tim sprint)
- SEA Games 2011: emas (omnium putri), emas (scratch race 5 kilometer 
  putri), emas (point race putri), dan perunggu (500 meter time trial)

Di SEA Games Thailand 2007, Uyun Muzizah turun berlomba di disiplin trek cabang balap sepeda dan pulang dengan tiga emas. Dalam SEA Games XXVI/2011 Indonesia, Uyun turun gunung dan menambah pundi-pundi emas Indonesia dengan tiga emas dan satu perunggu.

OLEH HELENA F NABABAN

Apabila pada SEA Games 2007 tiga medali (nomor 200 meter sprint, 500 meter time trial, dan tim sprint) direbut dalam beberapa hari lomba, pada SEA Games kali ini dua dari tiga medali itu direbut Uyun langsung dalam satu hari lomba. Apabila pada SEA Games 2007 ia merebut tiga emas pada usia 27 tahun, dalam SEA Games 2011 ini, Uyun merebutnya pada  usia 31 tahun.
     "Rupanya saya masih saja dipercaya untuk mengemban tugas. Saya selesaikan dengan baik," ujar Uyun Muzizah seusai upacara penghormatan pemenang di velodrom Rawamangun, Jakarta, Senin (21/11).
     Maka, di lintasan velodrom lawas - diresmikan penggunaannya tahun 1973-itu, Uyun menunjukkan kebolehannya di atas sadel. Pencinta balap sepeda Indonesia dibuai dengan aksi Uyun memperebutkan poin sprint di nomor point race. Uyun berpartner dengan pebalap senior Nurhayati di nomor omnium yang melombakan enam jenis nomor trek.
     Di awal balapan, uyun akan mengumbar senyum sambil melambaikan tangan ke arah tribune. Lalu, setiap kali berputar di depan penonton Indonesia, Uyun tak pernah absen tersenyum menyambut sorakan penonton yang menrikkan yel-yel "In-do-ne-sia!"

Mulai bersepeda

    Mulai mengenal sepeda pada tahun terakhir ia duduk di SD, saat berusia 13 tahun. Anak keempat dari lima bersaudara ini awalnya terjun di dunia persepedaan setelah mengenal sepeda ria alias fun bike. Acara sepeda santai itu yang banyak digelar di kota kelahirannya, Tuban, Jawa Timur.
     "Saya getol ikut sepeda santai gara-gara acara itu menawarkan banyak hadiah. Juara 1-10, kan, mendapat hadiah. Makanya, tiap kali ikut fun bike, saya selalu ngebut supaya dapat hadiahnya," ujar Uyun, yang selain bersepeda juga terjun di cabang lari.
     Upaya itu tak lepas dari kondisi ekonomi keluarganya. Ayah Uyun, Samiran, adalah tukang batu. Dengan penghasilan pas-pasan, ayah Uyun harus menghidupi lima anaknya.
     Situasi itu membuat Uyun terbiasa hidup mandiri sejak kecil. "Apalagi sejak ibu (Kasiyem) meninggal saat saya kelas II SD, saya makin harus terbiasa mandiri," ujarnya.
     Bagi Uyun, lomba-lomba fun bike yang menawarkan hadiah itu amat membantu dia dan keluarganya. Hingga, di sebuah fun bike, ia mendapat hadiah sepeda gunung. "Sepeda itu yang terus saya pakai untuk ikut lomba," ujarnya.
     Potensi uyun itu rupanya menarik perhatian seorang dokter gigi di kota Tuban. Dokter yang juga pengurus cabang balap sepeda di Tuban, drg Cipto Supiarso, itu memiliki klub balap sepeda Rongolawe Cycling Club. Bersama klub balap sepeda itu, Uyun mengasah potensinya. Ia terus mengikuti lomba-lomba balap sepeda. Saking getolnya berlatih, Uyun sampai mengabaikan sekolahnya. "Saya tidak mendaftar ke SMP. Untuk apa saya sekolah dan hanya buang-buang duit? Mending saya jadi atlet, malah bisa menghasilkan duit," ujar Uyun yang memang berniat menjadi atlet sejak kecil.
     Secara resmi, Uyun mulai terjun di kejuaraan resmi balap sepeda setelah empat tahun bergabung dengan Ronggolawe Cycling Club. Kejuaraan Daerah Jawa Timur menjadi debut Uyun saat ia berusia 17 tahun.
     Ketika itulah, Uyun dihadapkan pada pilihan, untuk terus fokus di balap sepeda atau memilih atletik. "Saya selain bersepeda, juga ikut lomba-lomba lari. Namun, saya pikir balap sepeda lebih sesuai   untuk saya. Apalagi, pebalap putri itu sedikit sekali jumlahnya," papar Uyun, yang memilih menekuni adu cepat di lintasan jalan raya itu setelah melihat kesuksesan Nurhayati di SEA Games 1997 Indonesia.

Sepedaku hidupku

     Kurun waktu 1997-2000 menjadi periode Uyun aktif mengikuti sejumlah kejuaraan daerah, juga berbagai kejuaraan balap sepeda lainnya. Hingga tahun 2000, ia dipanggil mengikuti pelatnas balap sepeda serta persiapan menghadapi SEA Games 2001 Kuala Lumpur.
     Di bawah bimbingan Theo Gunawan dan Ronny Yahya, Uyun mempersiapkan diri. Melihat potensinya, Uyun dipersiapkan turun di nomor-nomor jalan raya, individual time trial, dan mass start road race. polesan itu membuahkan hasil. Satu perak dan satu perunggu direbut Uyun
     Kiprahnya di dunia balap sepeda kian dalam. Uyun terus diandalkan. Ia lalu diproyeksikan turun di Asian Games 2002 di Busan, Korea Selatan.
Di bawah pengawasan langsung pelatih Endang Subagyo, Uyun menempa diri untuk bertarung di nomor road race dan nomor track 3.000 meter individual pursuit.
    Bagi pebalap yang selalu ceplas-ceplos bila berbicara ini, berlomba di dua disiplin lomba secara langsung tidak membebaninya. Daya tahan yang diperoleh saat menyiapkan diri di nomor jalan raya menguntungkan Uyun saat turun di lintasan trek velodrom.
    Sepedaku, hidupku. Betapa ungkapan itu menggambarkan jalan hidup Uyun. Balap sepeda, bagi Uyun, tak hanya sarana mendapatkan penghasilan. Balap sepeda juga mengantarkan ia bertemu pasangan jiwanya.
     Uyun bertemu sang suami, Muhamad Yusuf Kusumanegara, saat pelatnas balap sepeda SEA Games 2003 berpindah dari Yogyakarta ke Subang, Jawa Barat. Uyun yang baru pindah bersama anggota pelatnas yang ditempatkan di mes rumah makan Abah di Subang rupanya menarik perhatian Yusuf yang tinggal di dekat situ.
     "Dari sepeda, kami jatuh cinta. Kami menikah setelah 15 bulan pacaran," ujar Uyun.
     Beruntungnya Uyun. Sang suami sangat mendukung kariernya. Begitu mendukungnya, hingga keduanya sepakat menunda punya momongan demi kemajuan Uyun di balap sepeda.
     Uyun mampu mengobati dahaga tim Merah Putih akan medali emas. Dalam bilangan umur yang tak lagi muda, tiga keping emas ia rebut dalam sehari, pada hari ketiga lomba SEA Games tahun ini.
     Bagi penyuka madu dengan campuran gula merah itu, umur tidak masalah. Selama masih memiliki kekuatan, energi, dan kemampuan, ia akan terus ikut balap sepeda.
     "Mental berjuang ini juga harus dimiliki pebalap putri Indonesia," ujar Uyun yang mengaku prihatin karena regenerasi pebalap putri di Indonesia masih saja lambat.

Dikutip dari KOMPAS, RABU, 23 NOVEMBER 2011

Senin, 21 November 2011

Triyaningsih : Ratu Atletik SEA Games 2011

TRIYANINGSIH

Lahir : Semarang, Jawa Tengah, 15 Mei 1987
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Pemuda dan Olahraga
Prestasi :
- Medali emas SEA Games XXVI/2011 nomor 5.000 meter, 10.000 meter dan 
  maraton
- Medali emas SEA Games XXV/2009 nomor 5.000 meter dan 10.000 meter  
- Medali emas SEA Games XXIV/2007 nomor 5.000 meter dan 10.000 meter

Triyaningsih adalah pelari yang berlari paling jauh dalam cabang atletik SEA GAMES XXVI/2011 di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. Ia melahap tiga nomor lari, yaitu 5.000 meter, 10.000 meter, dan maraton (42,195 kilometer). Jika dijumlah, dia berlari sejauh 57,195 kilometer.
OLEH WISNU AJI DEWABRATA

Dari tiga nomor lari yang diikuti Triyaningsih tersebut, semua menghasilkan medali emas. Namanya pun semakin berkibar sebagai jagoan lari jarak jauh.
     Prestasi gemilang di SEA Games itu tidak datang secara tiba-tiba, tetapi melalui proses bertahun-tahun. Ketabahan dan mental baja seorang atlet sangat diperlukan untuk mencapai "hattrick" medali emas.
     Saat Kompas mewawancarai Triyaningsih di wisma atlet Jakabaring, pekan lalu, pelari bertubuh mungil itu masih jalan terpincang-pincang. Kaki kanannya dibalut perban karena terluka. Luka yang belum sembuh total tersebut kambuh lagi saat Triyaningsih harus berjuang mendapat emas dari tiga nomor yang diikutinya.
     Luka tersebut akibat terkena batu ketika Triyaningsih latihan di Salatiga, Jawa Tengah, untuk persiapan SEA Games. Namun, katanya, dia memaksakan diri terus berlari pada nomor 5.000 meter, 10.000 meter, dan maraton meskipun kakinya masih merasa sakit.
     Seusai lomba nomor 5.000 meter dan 10.000 meter, Triyaningsih mengatakan bahwa dia cedera. Itu sebabnya, catatan waktunya tidak terlalu cemerlang meskipun tetap meraih medali emas.
     "Saya sudah latihan keras, sayang kalau medalinya lepas. Latihan membuat mental saya menjadi kuat. Saya menahan sakit di kaki sewaktu lari  maraton. Kalau enggak ada penonton, saya pasti meringis kesakitan. Tetapi saya tetap paksakan diri berlari dan tersenyum," kata adik pelari Ruwiyati itu.
     Triyaningsih memperkirakan, seandainya kakinya tidak cedera, ia pasti berhsil meraih batas waktu minimal (limit B) untuk tampil pada nomor maraton Olimpiade London 2012. Limit B untuk bisa mengikuti nomor maraton olimpiade adalah 2 jam 42 menit.
Triyaningsih yakin mampu meraih Limit B karena rekornya 2 jam 31 menit 49 detik. Rekor itu tecipta saat Triyaningsih turun di nomro lari maraton Asian Games Guang Zhou 2010. Meskipun dia tidak menjadi juara karena finis pada urutan keempat, catatan waktu itu memecahkan rekor nasional atas nama Ruwiyati (2 jam 34 menit 16 detik).
     "Saya mau menyembuhkan kaki sampai sembuh total, sambil mencari limit untuk ikut olimpiade," kata putri pasangan Iyas Saderi (almarhum) dan Ngatiyateni (50) itu.

Latihan keras

     Kita bisa membayangkan bagaimana kerasnya latihan Triyaningsih untuk menghadapi nomor 5.000 meter, 10.000 meter, dan maraton. Setiap hari, dia berlari sekitar dua sampai empat jam, dengan jarak bervariasi, antara 10.000 kilometer dan 35 kilometer, untuk latihan kecepatan dan daya tahan. Kalau dijumlahkan, dalam seminggu Triyaningsih berlari sejauh 210 kilometer-250 kilometer.
     Triyaningsih lebih suka latihan di Salatiga. Alasannya, daerah itu lebih cocok untuk latihan bagi pelari jarak jauh dibandingkan Jakarta.
     Di Salatiga, latihan yang dijalani Triyaningsih dilakukan pada kintasan yang permukaannya berupa pasir laut. kadang diselingi lari melewati kebun dan jalan aspal supaya tidak jenuh.
     Pelatih Triyaningsih adalah Alwi Mugiyanto, yang terkenal sebagai sebagai pelatih bertangan dingin. Dari tangan Alwi muncul para pelari top, antara lain Ruwiyati dan Agus Prayogo, selain Triyaningsih.
     Efek dari latihan keras, menurut Triyaningsih, sangat terasa. ia masih segar bugar meskipun baru selesai berlari nomor 5.000 meter, 10.000 meter, dan maraton.
     "Secara fisik saya masih kuat. Cuma karena menahan sakit di kaki yang membuat saya jadi lelah. Saya terus berlari meskipun kaki terasa sakit karena itu kewajiban saya sebagai atlet. Saya mendapat fasilitas dari negara yang harus dipertanggungjawabkan," ujarnya.
     Triyaningsih beranggapan, kemampuannya berlari di tiga nomor tersebut merupakan bakat alam. Ia memiliki volume maksimal oksigen (VO2 max) yang lebih besar. VO2 max yang besar itu merupakan berkah bagi saya," kata pelari yang baru pertama kali ini turun dalam tiga nomor lari pada ajang multi event seperti SEA Games.

Paling belakang

     Minat Triyaningsih pada atletik muncul setelah mendapat dorongan dari sang kakak, Ruwiyati, yang sudah menjadi pelari terkenal. Triyaningsih kemudian berlatih di klub atletik Lokomotif di Salatiga sejak 2002. Dia langsung di bawah pengawasan pelatih Alwi Mugiyanto, yang sejak awal sudah melihat bakat Triyaningsih sebagai pelari.
     "Dulu, kalau latihan sebenarnya saya selalu yang paling belakang. Karena itu, saya kemudian jadi bertekad untuk mengalahkan teman-teman yang lebih muda. Eh, akhirnya malah jadi keterusan," cerita pelari yang masih lajang itu, mengenang.
     Triyaningsih mengaku jatuh cinta pada atletik karena melihat kakaknya berprestasi di tingkat nasional dan internasional. Dia juga melihat bahwa menjadi atlet bisa mendapat uang dan pekerjaan.
     Triyaningsih pertama kali ikut SEA Games tahun 2003 di Vietnam, untuk nomor 5.000 meter. Ia finis pada urutan ke empat, tetapi berhasil memecahkan rekor nasional yunior dengan waktu 16 menit 21 detik.
     Tahun 2005, Triyaningsih dicoret dari tim SEA Games karena berlaku tidak disiplin.
     Tahun 2007, Triyaningsih memperkuat tim SEA Games untuk nomor 5.000 meter dan 10.000 meter. Di sini, dia memecahkan rekor nomor 5.000 meter dengan waktu 15 menit 54,32 detik.
     Pada SEA Games 2009 Triyaningsih turun lagi di nomor 5.000 meter dan 10.000 meter.
     "Saya memang masih kurang disiplin. saya mengakui, kadang ssaya merasa malas. Pak Alwi selalu mengingatkan saya untuk lebih disiplin," kata ratu atletik itu, mengevaluasi dirinya sendiri.
     Uang bonus yang bakal diperoleh Triyaningsih dari tiga medali emas SEA Games 2011 rencananya akan dia gunakan untuk beribadah umrah bersama sang bunda.

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 22 NOVEMBER 2011

Minggu, 20 November 2011

Djuariah Djadjang, Si Guru Sampah

DATA DIRI

Nama : Djuariah Djadjang
Lahir : 27 November 1953
Pendidikan : SMA
Suami : Djadjang Ruchiyat (55)
Anak :
- Angga Ramdhani (30)
- Alia Meliawati (26)
Penghargaan, antara lain :
- Masyarakat Peduli Sampah tingkat Jawa Barat, 2008
- Teladan Akseptor KB Lestari tingkat Kota Bandung, 2008
- Teladan Kader Posyandu Kota Bandung, 2008
Bagi Djuariah, Sungai Cikapundung yang bersih dan bening tinggal kenangan masa lalu. Dia prihatin karena banyak warga yang membuang sampah sembarangan di salah satu penanda Kota Bandung itu.

Oleh LIS DHANIATI

Warga RT 02RW 20, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat, ini pantas prihatin. Lahir dan besar di kawasan Taman sari, ia bisa melihat langsung menurunnya kualitas Sungai Cikapundung yang letaknya tak jauh dari rumah.
     Padahal, sebagai ibu rumah tanga yang juga kader aktif PKK dan Posyandu, Djuariah sangat mafhum akan pentingnya kebersihan lingkungan.
      "Sepanjang yang saya ingat, sejak dulu para pengurus RW sudah menganjurkan agar warga tidak membuang sampah ke sungai. Namun, kebiasaan itu tetap saja dilakukan," kata  Djuariah.
     Hingga tahun 2005, ada lembaga swadaya masyarakat, koalisi untuk Jawa barat Sehat (KuJBS) mengadakan pendampingan di tempat itu. Mereka mengajak masyarakat hidup bersih, antara lain dengan tak membuang sampah sembarangan.
     Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi, lembaga itu mengirimkan kader aktif ke pelatihan daur ulang sampah di Surabaya, Jawa  Timur. "Saya dan dua rekan kader terpilih ikut pelatihan," katanya.
     Daur ulang sampah plastik ini tak terlalu rumit, tetapi butuh ketekunan ekstra. Proses pertama, lembaran plastik kering dan bersih digunting dengan ukuran sama. lalu, guntingan plastik itu dilipat dan disambung hingga membentuk aneka barang seperti tas, wadah pensil, tempat tisu, sandal, bahkan sajadah.
     Awalnya susah juga, tetapi saya mau belajar," kata Djuariah. sampah plastik yang digunakan bisa berasal dari kemasan aneka produk, seperti mi instan, kopi instan, makanan ringan, sabun cair, dan pelembut pakaian.

Menularkan keterampilan

     Sesuai tujuan pengiriman ke pelatihan, Djuariah tak menyimpan keterampilan itu untuk diri sendiri. Pengalaman sebagai kader memudahkan dia untuk menularkan keterampilan itukepada warga di lingkungan sekitar rumahnya.
     Pada tahap awal, ia mengajarkan keterampilan itu kepada ibu-ibu se-RT yang berminat. Disamping mengajar, ia juga terus mengajak warga agar tak membuang sampah sembarangan. Ia pun mengajak masyarakat memilah sampah kering dan basah.
     Awalnya, mengajak masyarakat mengubah kebiasaan bukan hal mudah. Apalagi, wilayah Taman Sari merupakan daerah kos mahasiswa yang mungkin penghuninya tak punya rasa memiliki sekuat penghuni asli pada lingkungan tempat tinggalnya.
     Beragam tantangan dialami Djuariah yang juga punya beberapa kamar kos untuk mahasiswa. "Saya sering dikira mau meminta sumbangan ketika melakukan penyuluhan. Saya juga pernah dihindari karena disangka mau menyebarkan ajaran agama," katanya.
     Namun, upayanya tak sia-sia. Belakangan ini puluhan ibu rumah tangga mau bergabung dalam kelompok masyarakat peduli lingkungan Mekarsari."Sesekali kami berkumpul. Selebihnya daur ulang sampah dikerjakan di rumah masing-masing," katanya.

Volume sampah berkurang

     Aktifnya warga masyarakat dalam kegiatan ini praktis mengurangi volume sampah di daerah itu. "Setelah didaur ulang, sampah yang tersisa tinggal sedikit," kata Djuariah.
     Selain itu, barang-barang yang dihasilkan juga bernilai ekonomis. Tempat pensil, misalnya, bisa dijual mulai harga Rp 10.000. Sementara itu, produk yang ukurannya lebih besar, seperti tas dan sajadah, bisa dijual dengan harga puluhan ribu rupiah hingga lebih dari Rp 100.000 per buah.
     "Barang-barang daur ulang hasil produksi warga di sini kemudian dipasarkan melalui pameran, pesanan langsung, atau dititipkan di beberapa toko. Dalam setiap pameran, barang-barang daur ulang ini selalu laris, relatif habis terjual karena tampak unik," katanya.
     Djuariah senang karena hasil penjualan produk daur ulang itu berarti tambahan penghasilan bagi rumah tangga anggota Mekarsari.
     "Besar uang yang didapat warga tergantung dari jumlah barang yang terjual. Dari dua tas misalnya, seorang ibu bisa mendapat sedikitnya Rp 100.000. Mungkin jumlah tersebut tak besar, tetapi itu sangat berarti bagi ibu rumah tangga yang tak punya pekerjaan di luar rumah. Mereka juga menjadi lebih produktif daripada sekadar ngrumpi," kata Djuariah.
     Untuk kegiatan ini, ia rela rumahnya menjadi tempat penyimpanan berbagai macam sampah plastik. "Sejak adanya pendampingan, warga mulai sadar untuk memilah sampah. Kami jadi mudah mendapatkan sampah plastik untuk bahan baku," katanya.
     Suaminya, Djadjang Ruchiyat, pegawai negri sipil di salah satu instansi di Kota bandung, pun tidak segan membantu kerja sang istri di kala senggangnya
     "Jika dulu saya harus mengambil sampah ke rumah warga, kini sampah 'datang' sendiri ke rumah. Tiap pagi ada saja kantung sampah tergantung di setang sepeda motor suami saya yang diparkir di teras," cerita Djuariah.
     Bahkan, salah satu kamar kos miliknya sedang kosong juga dia jadikan sebgai 'gudang' sampah plastik.

Direkam dan dibagikan

    Dengan pengalamannya selama ini, Djuariah jadi sering diminta menjadi pembicara dalam pelatihan daur ulang sampah di berbagai daerah, terutama di Jabar seperti di Ciamis, Sukabumi, Sumedang, dan Cirebon.
     Proses daur ulang sampah plastik yang dilakukan Mekarsari oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung direkam dalam bentuk VCD dan dibagikan ke berbagai pihak.
     "Ada juga mahasiswa yang membuat skripsi terkait kegiatan kami. Gara-gara sampah, saya menjadi guru, mengajar kemana-mana," kata nenek satu cucu ini. Padahal, Djuariah tidak berlatar pendidikan formal mengajar.
     Sebelum memutuskan menjadi ibu rumah tangga, ia bekerja di PT Kimia Farma. "Saya berhenti bekerja karena sering sakit saat kehamilan anak kedua," katanya.
     Atas kerja kerasnya dalam mendaur ulang sampah dan perhatiannya pada kebersihan sebagian aliran Sungai Cikapundung, Djuariah mendapat penghargaan Masyarakat Peduli Lingkungan tingkat Jabar pada tahun 2008.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 5 FEBRUARI 2009

Kamis, 17 November 2011

Anjar Budi Susetyowati : Meluruskan Perdamaian di Way Kambas

DRH ANJAR BUDI SUSETYOWATI

Lahir : Way Kambas, Lampung, 27 Juli 1962
Pendidikan : Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, 1980
Suami : Abdullah yusuf
Anak :
- Bayu (23)
- Khairul (21)
- Mega (16)
- Ardi (9)
Pekerjaan :
- Dokter hewan di Pusat Latihan Gajah (PLG) Way Kambas, 1987-1990
- Kepala Tata Usaha Balai TN Way Kambas, 1990-2000
- Pejabat Dinas Perkebunan Lampung Timur, 2000-kini
- Sekretaris Tim Terpadu Penanggulangan Konflik Gajah dan Manusia 
  Kabupaten Lampung Timur
- Mendampingi petani di desa-desa penyangga Taman nasional Way Kambas 
  dalam menghadapi konflik dengan gajah sumatera

"Gajah merupakan bagian dari Bumi kita juga. Kita dapat hidup berdampingan dengan gajah". Bagi masyarakat Way Kambas, Lampung Timur, cuplikan kalimat itu memotivasi diri untuk hidup berdamai dengan gajah sumatera. Demikian halnya drh Anjar Budi menetapkan hati dan dedikasi untuk meluruskan perdamaian itu.
OLEH IRMA TAMBUNAN

Kepedulian itu tumbuh tak sekadar demi memenuhi tugas dan fungsi sebagai pejabat Dinas Perkebunan Lampung Timur. Namun, ada rangkaian peristiwa yang telah mengoyak sisi kemanusiaannya. Itu bermula dari 10 tahun lalu.
     Seorang petani tewas diseruduk gajah saat menjaga sawahnya di penyangga Taman Nasional (TN) Way Kambas, Lampung Timur. Peristiwa itu memicu kemarahan warga yang sebelumnya telah kerap berkonflik dengan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus).
     Masyarakat menatangi Balai TN Way kambas dan menuntut pertanggungjawaban instansi tersebut karena membiarkan gajah dari taman nasional masuk ke perkebunan warga. Mereka juga meminta balai menyantuni keluarga korban.
     Akan tetapi, tak sepeser pun dana santunan mengalir untuk keluarga korban. Hal itu memicu kemarhan warga. Mereka hampir membakar sejumlah kendaraan dinas pejabat setempat.
     Dalam keadaan panik, Anjar yang saat itu masih bertugas di balai, menemui mereka. Ia mengatakan memang belum ada anggaran santunan. Namun, Anjar berjanji memberikan bantuan untuk keluarga korban.
     Janji tersebut dia tepati, dengan memberikan beasiswa pendidikan selama tiga tahun bagi anak bungsu korban. Adapun kakaknya bekerja sebagai staf honorer di Balai TN Way Kambas.
     Empati Anjar kepada masyarakat desa penyangga bertumbuh sejak peristiwa itu. Ketika pemerintah akan memindahkannya bertugas di Balai TN Ujung Kulon, Anjar menolak. Ia memilih dipindah ke Dinas Perkebunan Lampung Timur, dengan alasan bisa lebih mendampingi masyarakat.
     Bersama Anjar, program daerah hampir selalu melibatkan kepentingan masyarakat pada 22 desa di tepian taman nasional yang menggantungkan penghidupannya pada pertanian dan perkebunan. Seluruh program ini terlaksana setelah Anjar menggerakkan pembentukan tim terpadu penanggulangan konflik gajah dan manusia.
     "Selama itu tak ada komunikasi yang terpadu untuk menyelesaikan masalah sehingga tidak pernah ada solusinya.Untuk itulah tim terpadu dibentuk," katanya.

Kemandirian petani

     Tim mendekati masyarakat serta menggali berbagai persoalan dan kebuthan untuk menekan konflik mereka dengan gajah. Seluruh masukan direkapitulasi pada tahun 2005. Seiring dengan itu, pihaknya memfasilitasi pembentukan Forum Rembuk Petani yang menjadi bentuk kemandirian petani dalam menangani tiap persoalan di sekitar desa penyangga.
     "Semangat forum waktu itu, yang terpenting kita bisa berkumpul dan mencurahkan keprihatinan masing-masing. Selanjutnya, itu menjadi wadah di mana petani dapat memiliki posisi tawar yang kuat sehingga berbagai aspirasi bisa menghasilkan realisasi," kata Anjar, mengenang.
     Ibu empat anak ini rutin menemui petani minimal sebulan sekali, dan memperoleh masukan mengenai apa yang perlu dilakukan pemerintah kabupaten. Melalui tim terpadu, beragam bentuk bantuan mengalir,mulai dari bibit gratis ikan, kambing, padi, karet, hingga jagung.
     Selain itu, ada pula bantuan listrik melalui 100 pembangkit listrik tenaga surya,bantuan pembangunan 60-an gubuk pantau beserta 220 belor (senter besar) untuk mempermudah deteksi keberadaan gajah.
     Sejak tahun 2008 pihaknya merangkum hasil usulan petani dalam lima prioritas, yakni normalisasi sungai dan tanggul, pembangunan kanal sebagai penghadang gajah, membangun sarana dan prasarana penanggulangan gangguan satwa, penguatan usaha ekonomi produktif, dan pendampingan bagi masyarakat.
     Selain bantuan fisik, pihaknya juga kerap mendatangkan ahli untuk melatih warga menghadapi hajag atau menyelamatkan diri dari gajah. Pihaknya bahkan secara khusus memberi bantuan uang lelah bagi warga yang meronda dan menghalau gajah yang masuk kebun dan sawah.
     Pembentukan 66 anggota pengamanan swakarsa atas inisiatif masyarakat pun mendapat perhatian. Tiap anggota memperoleh honor Rp 100.000-Rp 150.000 per bulan.


Kepedulian


     Dari sejumlah realisasi program yang telah berjalan, Anjar selalu berpegang pada satu pertanyaan "Jika pemerintah ingin masyarakat peduli pada TN Way Kambas, apa yang bisa pemerintah berikan kepada masyarakat?"
     Ia memahami betul, ketika masyarkat dikondisikan untuk bergadang setiap malam menjaga kebun dari kedatangan gajah, mengapa tidak ada penjagaan pada gajah-gajah liar dari dalam taman nasional itu sendiri? Ketimpangan penjagaan inilah yang menjadi penyebab tidak berkurangnya konflik antara gajah dan masyarakat sekitar taman nasional.
     Masyarakat sebenarnya menginginkan kehidupan yang senantiasa berdamai dengan gajah, tetapi mereka juga tidak ingin sawah dan kebunnya hancur karena masuknya gajah dari dalam taman nasional.
     "Dengan demikian, pengamanan harus berlangsung dua lapis, yaitu dari batas dalam dan batas luar taman," ujarnya.
     Hal yang menjadi persoalan saat ini adalah minimnya penjagaan dari dalam kawasan. Itu sebabnya, sering terjadi gajah keluar dari taman nasional ke jalan lintas. Tahun ini saja kasus tersebut sudah dua kali.
     Rumah Anjar yang berada di sekitar 5 kilometer dari pintu gerbang TN Way Kambas sering menjadi base camp para petani. "Kami bertukar pikiran soal konflik di desa-desa penyangga. Kami merasa di rangkul," ujar Suyuti, Sekretaris Forum Rembuk Petani Penyangga TN Way Kambas.
     Masih ada keinginan Anjar yang belum tercapai, yakni menyediakan mitra-mitra usaha bagi para petani di desa penyangga tersebut. Usaha kecil dan menengah telah berkembang di desa-desa setempat. Salah satunya, budi daya tanaman tembakau yang telah menghasilkan. Selain itu, budi daya tanaman sayur, palawija, dan budi daya ikan.
     Mantan dokter hewan di Pusat Latihan Gajah Way Kambas ini berharap ada pihak-pihak yang siap menampung hasil budi daya petani dengan memberikan harga yang lebih menjanjikan.


Dikutip dari KOMPAS, SENIN 7 NOVEMBER 2011

Selasa, 15 November 2011

YESSY VENISIA YOSAPUTRA

Lahir : Bandung, 27 Agustus 1994
Pendidikan :
- SD St Yusuf Bandung, 2001-2007
- SMP St Angela Bandung, 2007-2008
- SMPN 3 Bandung, 2008-2010
- SMAK II BPK Penabur, 2010-kini
Orangtua : Yohanes Yosaputra dan Sumarni
Kakak : Yuliana Yosaputra, Hans Yosaputra

Pada 13 Juni 1993 perenang Filipina, Akiko Thomson, mencatat rekor SEA Games 2 menit 16,76 detik pada nomor 200 meter gaya punggung putri. Selama kurun waktu 18 tahun, tak ada perenang yang memecahkan rekor itu. Namun, tepat 18 tahun 5 bulan kemudian, perenang  putri Indonesia, Yessy Venisia Yosaputra, berhasil meraih emas di nomor yang sama dengan catatan waktu 2 menit 15,73 detik atau 1,03 detik lebih cepat daripada rekor lama.

OLEH CAESAR ALEXEY

Selain memecahkan rekor yang dibuat sebelum dirinya lahir, Yessy juga mengakhiri paceklik emas di sektor renang putri selama enam tahun. Pencapaian gadis berusia 17 tahun itu adalah buah kerja keras dan konsistensi latihan sejak kecil. Ia mulai latihan renang pada umur lima tahun, mengikuti kakak lelakinya yang menderita asma dan menjalani terapi renang untuk pengobatan.
     Setelah orangtuanya tahu Yessy hobi renang, mereka mendaftarkannya ke klub renang Aquarius, salah satu klub renang terbaik di bandung, Jawa Barat. Saat itu Yessy berumur enam tahun.
     Bakatnya mulai terlihat ketika mengikuti kejuaraan Horizon Cup 2001 dan menjadi juara 3. Saat itu, Yessy mengikuti nomor 100 m gaya bebas. Ia makin intensif berlatih dan rutin mengikuti pertandingan. Meski tak selalu menjadi juara pertama, ia tidak mundur dan tak mengurangi porsi latihan.
     Ia juga mulai mempelajari gaya kupu-kupu dan gaya punggung untuk melengkapi keterampilan renangnya.
Pada usia 13 tahun, ia menemukan kegairahan dalam berlomba di gaya punggung.
     Dalam Kejuaraan Nasional Renang 2007, ia merebut juara pertama 100m gaya punggung kelompok umur IV. "Saya mendapat feeling di gaya punggung. Semua gerakan saya terasa ringan dan cepat," kata Yessy, yang kini pelajar kelas II SMAK II BPK Penabur, Bandung.
     Pada PON 2008 di Kalimantan Timur, ia meraih perak di nomor 200 m gaya pungggung pada usia 14 tahun. Setelah itu, Yessy dipanggil mengikuti pelatnas renang dan dipersiapkan menghadai SEA Games 2009 Laos. Namun, ia gagal berangkat karena sakit tifus.
     Dendam atas kegagalannya dua tahun lalu, dia berlatih keras untuk menebusnya. Anak bungsu dari tiga bersaudara itu berlatih 3-7 jam sehari. Dia juga latihan fisik dua kali seminggu.
     "Selain latihan sprint, Yessy tekun berlatih renang sampai 10.000 m setiap hari. Dia juga berlatih di ketinggian yang memiliki kandungan oksigen tipis. Ini membuat staminanya kuat," kata Bambang Udaya, manajer tim renang Indonesia.
     Stamina, kata Yessy, merupakan kunci kemenangan di 200 m gaya kupu-kupu. Kecepatan saja tak cukup, ada jarak yang cukup jauh harus ditempuh sehingga stamina menentukan.
     Saat berlomba, Yessy sempat tertinggal dari perenang Filipina, Dorothy Grace Hong, di 100 m pertama. Namun, ia mampu mengejar dan ganti memimpin pada 100 m berikutnya sampai menang.
    Di sela-sela latihan dan perlombaan, ia tetap berkomitmen melanjutkan pendidikan. Untung, sekolah tempatnya belajar memberi toleransi berlatih dan mencetak prestasi.
     "Aku sering harus mengejar pelajaran yang tertinggal dan tes yang terlewatkan. Aku terbantu dengan guru-guru yang mau menolong memberikan modul agar dapat mengejar ketertinggalan dan ujian susulan," katanya.
     Yessy pun tetap akan melanjutkan kuliah seusai SMA, sambil terus berenang. "Pendidikan dan renang harus jalan bersamaan," katanya.

Menuju olimpiade

     Yessy sedang berusaha lolos kualifikasi Olimpiade 2012  London. Olimpiade adalah obsesinya sebagai perenang putri. Sayang, catatan waktunya masih kurang 0,29 detik dari kualifikasi olimpiade.
     "Wah, tinggal sedikit lagi memenuhi kualifikasi olimpiade. Aku ingin segera merasakan berlaga di Olimpiade London, bukan di Olimpiade Rio 2016," katanya.
      Dia berjanji akan berlatih lebih keras di pelatnas agar dapat memenuhi kualifikasi tersebut. Sampai kini, Yessy belum berencana berlatih di luar negeri.
     Selain mengikuti olimpiade, ia juga berencana kembali merebut emas di SEA Games 2013 Myanmar. Strategi baru akan disusun agar dia dapat merebut lebih banyak emas di kolam renang, seperti pada nomor 50 m dan 100 m gaya punggung.
     "Yessy punya bakat dan determinasi yang bagus sebagai perenang. Jika dilatih lebih intensif, sangat mungkin dia menembus olimpiade di nomor unggulannya ini," kata Hartadi Nurtjojo, kepala pelatih tim renang Indonesia.

Perairan terbuka

     Memiliki stamina prima juga membuat Yessy mampu menjadi atlet yang andal untuk mengikuti renang perairan terbuka. Renang perairan terbuka adalah renang di laut atau danau, bukan di kolam renang.
     Kariernya di renang perairan terbuka dimulai saat mengikuti seleksi di nomor itu untuk Asian Beach Games 2008 di Bali, dan lolos untuk pertama kalinya. Saat perlombaan, ia hanya menempati urutan keenam.
     Namun, Yessy terus berlatih keras di perairan Kepulauan Seribu untuk menebus kegagalan itu. Hasilnya cukup memuaskan, ia merebut perak pada nomor 10.000 m pada Asian Beach Games 2010 di Oman.
     Ketekunannya berlatih renang jarak jauh membuat staminanya semakin kuat. Untuk menambah pengalaman bertanding, Indonesia mengirim Yessi  ke kejuaraan akuatik dunia di Shanghai, China, Agustus 2011.
     Hasilnya, ia menempati posisi ke-50 di nomor 10.000 m dan posisi ke-34 di nomor 5.000 m. Meski belum mampu menembus posisi 10 besar, hasil itu terbilang bagus karena Yessy lebih unggul dibandingkan dengan semua perenang Asia Tenggara lainnya.
     "Yessy hanya kalah dari perenang Eropa dan Amerika yang posturnya jauh lebih besar. Di Asia, hanya perenang China yang mampu mengalahkannya. Jika terus berlatih keras, Yessy sangat mungkin menjadi yang tercepat di Asia," kata Amir Husein, Kepala Bidang Renang Perairan Terbuka PRSI.
     Setelah merebut emas di kolam renang, Yessy harus berjuang lagi di perairan Pulau Putri untuk merebut emas renang perairan terbuka di nomor 5.000 m dan 10.000 m. Dia adalah salah satu andalan Indonesia di kedua nomor itu.
     Selain memiliki stamina kuat dan teknik yang baik, Yessy juga punya kemampuan navigasi dan pengenalan arus yang baik. Ia dapat menentukan strategi berenang dengan memanfaatkan arus air dan memilih rute yang paling efektif agar dapat mencapai waktu tercepat.
     "Renang perairan terbuka punya tingkat kesulitan yang tinggi. Meskipun kita sudah melakukan survei arus dan kondisi udara, semuanya dapat berubah dalam waktu semalam saja. Jadi, kita harus mampu beradaptasi dengan cepat saat pertandingan," katanya.
     Ayo terus berjuang Yessy!

Dikutip dari KOMPAS, RABU, 16 NOVEMBER 2011

Senin, 14 November 2011

Usaha Barus: Penjaga Jeruk Karo

USAHA  BARUS

Lahir : Kabanjahe, Sumatera Utara (Sumut), 1 Agustus 1961
Istri : Ida Nuraini Ginting (46)
Anak :
- Gamal Primsa Barus (21)
- Gina Primta Barus (18)
- Ghea Primta Barus (11)
Pendidikan :
- SD Katolik Sei Beras Sekata, Sunggal, Sumut
- SMPN 8 Medan
- SMAN 4 Medan
- S-1 Fakultas Pertanian USU

Empat hingga lima buah jeruk berjatuhan, begitu tangan Usaha Barus menggoyang sebatang pohon jeruk karo yang ditanam di demplot kebun jeruk organik di Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Jeruk-jeruk tersebut berjatuhan karena buahnya diserang penggerek buah dan lalat buah.

OLEH AUFRIDA WISMI WARASTRI

Saat buah yang jatuh itu dibelah, tampak ulat-ulat kecil menggeliat di dalamnya. "serangan lalat buah dan penggerek buah tahun ini luar biasa," tutur Usaha.
     Setiap kali masuk ke kebun jeruk di Kabupaten Karo, pemandangan buah jeruk berserakan di bawah pohon adalah hal biasa. Tahun ini, jumlah jeruk yang gugur dari satu batang pohon lebih banyak lagi, bisa belasan dalam sehari.
     Jika tahun 2005 masih sekitar  50 persen buah jeruk bisa dipanen meski hama sudah merajalela, kini maksimal hanya 10 persen. Petani harus menanggung kerugian sekitar Rp 40 juta per hektar per tahun.
     Penggerek buah yang menyerupai kupu-kupu mungil berwarna coklat dan putih, serta lalat buah, sebenarnya sudah menyerang buah jeruk di Kabupaten Karo sejak 1980-an.Pada tahun 2005 situasi semakin buruk. Serangan hama itu membuat 50 persen buah gugur. Tahun 2011, enam tahun kemudian, hama belum mampu ditangani, bahkan semakin parah.
     Banyak petani yang kemudian menelantarkan kebun jeruknya. Bahkan, petani mulai menyisipkan tanaman jeruk dengan tanaman cokelat. Secara kasatmata tinggal 15 persen kebun jeruk yang terawat.
     "Jika situasi ini dibiarkan, Karo bakal kehilangan identitasnya sebagai penghasil jeruk," kata Usaha.
     Berbagai upaya dilakukannya untuk menyelamatkan jeruk karo yang lebih dikenal orang sebagai jeruk medan itu, berikut lahan pertaniannya. Salah satunya dengan membudidayakan jeruk organik. Kini, sekitar 20 petani mengupayakan jeruk organik di tanah Karo meskipun masih semi-organik.
     Pola penanganan hama pun organik. Untuk menangani penggerek buah dan lalat buah, Usaha memasang perangkap likat kuning, semacam kertas berwarna oranye yang diberi aroma jeruk dan perekat. Kenapa warnanya kuning? Karena serangga menyukai warna kuning. Di demplotnya, tiap pohon jeruk digantungi likat kuning dan banyak serangga yang terperangkap. 
     Selain itu, tiap pohon jeruk juga digantungi botol plastik bekas minuman. Di dalamnya diisi petrogenol dan gula batu yang diberi warna kuning dan insektisida. Petrogenol untuk  menarik lalat jantan, sedangkan gula batu untuk menarik lalat betina. Pada tiap botol plastik itu tampak puluhan lalat dan penggerek batang terperangkap.
     Petani juga harus mengumpulkan buah-buah jeruk yang jatuh, setidaknya seminggu sekali. Jeruk yang sudah berisi telur dan larva itu harus dimasukkan ke dalam kantong plastik kedap udara sehari-semalam. Ini agar telur dan larva di dalam jeruk mati. Dengan demikian, daur hidup telur dan larva bisa diputus.
     "Kami tengah mengusulkan kepada Pemerintah Kabupaten Karo agar membuat peraturan daerah supaya seluruh petani menaati," kata Usaha.
    Pasalnya, lanjutnya, menelantarkan kebun jeruk atau membiarkan jeruk yang gugur akan membuat daur hidup hama terus berputar. Bahkan, kebun jeruk yang ditelantarkan bisa menjadi inang bagi hama.

Semakin parah

     Serangan hama makin parah sebab selama ini petani keliru dalam menanganinya. Petani menyemprotkan insektisida pada tanaman. Adapun penggerek buah dan lalat buah hanya ikut bertelur di dalam jeruk. 
     Penggerek buah bertelur pada permukaan jeruk saat jeruk masih hijau. lama-lama, telur akan masuk ke dalam daging jeruk melalui pori-pori jeruk yang lebar. Adapun lalat buah menyuntikkan telurnya ke dalam daging buah jeruk saat jeruk sudah berwarna kuning. Siklus hama penggerek buah terus berjalan meski insektisida disemprotkan.
     Petani melakukan pemberantasan hama tanpa koordinasi karena tenaga penyuluh belum maksimal. Kemampuan petani juga pas-pasan, sementara  kelompok tani terbentuk hanya untuk mendapatkan bantuan.
     Atas dasar itu, pada tahun 2007 hingga 2010 Usaha melatih lebih dari 10.000 petani dari 120 desa di Kabupaten Karo atas biaya USAID Amarta sebesar Rp 3 miliar. Pertanian organik menjadi salah satu tema dalam pelatihan, selain alih teknologi dan budidaya pertanian.
     Ia juga menjadi tenaga konsultan petani jeruk di Tapanuli Utara dan Pakpak Barat, dua kabupaten yang juga mulai mengembangkan jeruk di Sumatera Utara. Ia juga memberikan pelatihan kepada petani di 40 desa di Karo untuk membuatkan demplot cabai dan tomat, sebagai bagian dari program Petani Mengelola Pertanian bantuan Bank Dunia.
     Pelatihan itu terus dilakukan  Usaha karena sumber daya manusia petani lemah. Kegagalan dunia pertanian membuat banyak anak muda enggan menjadi petani. Anak muda Karo yang berpendidikan tinggi dan menempuh pendidikan di Jawa pun enggan pulang menjadi petani.
     Seminggu dua kali, Usaha siaran di radio atas biaya sendiri, untuk memberikan konsultasi kepada petani. "Bangga menjadi petani" adalah moto  yang selalu ia gunakan.
     "Banyak petani yang meminta saya menentukan pupuk atau saprodi yang aman digunakan," kata Usaha. Dia lalu menjadi penyalur pupuk biologi, selain membuat biro konsultan pertanian.

Pensiun dini

     Usaha menjadi petani jeruk sejak 1999. sebelumnya, ia bekerja sebagai  manajer perusahaan perkebunan swasta nasional dengan gaji Rp 17,5 juta per bulan. Keluarganya protes saat dia memilih pensiun dini dan pulang kampung, jadi petani jeruk.
     Ia mendapat pesangon Rp 500 juta. Sebanyak Rp 150 juta di antaranya ia gunakan untuk membantu petani dengan konsultasi gratis, sisanya untuk membeli tanah dan mengupayakan jeruk. Ia memiliki 12 hektar lahan jeruk.
     Menjadi petani adalah cita-cita masa muda Usaha. Lagu Ebiet G Ade "Cita-Cita Kecil Si Anak Desa" yang menginspirasinya. Liriknya, antara lain, berkisah tentang cita-cita anak desa yang ingin menjadi petani, punya kebun dan kandang ternak, syukur-syukur menjadi kepala desa.
     Lagu itu membuat Usaha memutuskan menjadi petani pada usia 40 tahun. Pada 2008 ia menjadi Ketua Masyarakat Jeruk Indonesia, setelah sebelumnya menjadi ketua harian, menggantikan ketua lama yang meninggal dunia.
     Ia sempat dipinang menjadi bakal calon Wakil Bupati Karo tahun lalu, tetapi mundur karena ongkos politiknya amat besar. "Saya enggan masuk politik kalau politik masih pakai uang," ucapnya.

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 15 NOPEMBER 2011

Kamis, 10 November 2011

"Release Me" dan Jambang Engelbert Humperdinck

ENGELBERT HUMPERDINCK

Nama Lahir: Arnold George Dorsey
Lahir: Madras (Chennal), India, 2 Mei 1936
Mengahsilkan 46 album
Menjual 150 juta kopi album
Sejumlah lagu terkenal:
- Release Me
- Quando, Quando, Quando
- Am I That Easy to Forget
- There Goes My Everything
- A Man Withaout Love
- The Way We Used to Be
- The Last Waltz

Penyanyi asal Inggris, Engelbert Humperdinck, tampil di Jakarta, Jumat (28/10) malam. Tentu ia menyanyikan "Release Me", satu lagu yang mengubah hidup dan kemudian menghidupinya serta menjadi kenangan bagi jutaan orang. 

OLEH FRANS SARTONO

"Ada dua oleh-oleh yang selalu diminta orang Rusia saat diplomat mereka pergi ke luar negeri. Yang pertama adalah blue jeans. Yang kedua adalah piring hitam Engelbert humperdinck, he-he-he,"  kata Engelbert Humperdinck (75) saat berbicang-bincang dengan Kompas, Jumat (28/10) siang, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta. 
     Engelbert saat itu tengah bercerita tentang popularitas lagu-lagunya paa paruh kedua era 1960-an. Begitu kondangnya lagu "Release Me (And  Let Me Love Again)" hingga nama Engelbert mampu menembus "Negeri Beruang Merah" Rusia pada era kekuasaan komunisme.
     Kekuatan "Release Me" dan sosok Engelbert masih terasa hingga hari ini. Nyatanya, Engelbert didatangkan untuk bernyanyi di Jakarta oleh  keluarga besar Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) yang tengah mengadakan Silaturahmi Nasional di Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta.
     Engelbert menyodorkan lagu-lagunya yang terbukti sebagai lagu evergreen, alias lagu awet sepanjang masa. Tersebutlah, antara lain, "Quando, Quando, Quando", "Am I That Easy to Forget", "There Goes My Everything", "A Man Without Love", "The Way We Used to Be", dan "The Last Waltz".
     Lagu-lagu tersebut terkenal di Indonesia pada 1968 seturut bermunculannya radio-radio swasta yang dulu disebut radio amatir. Lagu Engelbert dan juga penyanyi, seperti Tom Jones, Percy Sledge, Glen Campbell, Lulu, atau grup seperti The Beatles dan Bee Gees, bak menandai datangnya era baru dari penguasa baru yang menyebut diri sebagai Orde Baru.
     Era sebelumnya lagu-lagu Barat agak sulit mendapat tempat di radio sehingga kurang populer.
     Harus diakui "Release Me" adalah lagu yang melambungkan nama Engelbert bukan hanya di Indonesia, melainkan di banyak negara. Setiap penampilannya selama 44 tahun, Engelbert tak pernah alpa menyanyikan lagu itu dan tak pernah bosan.
     "Ya dan setiap kali saya menyanyikan 'Release Me' rasanya seperti  pertama kali membawakannya," kata Engelbert yang saat ditemui mengenakan jins biru dan kaus oblong biru.
     "(Lagu) itu menjadi batu loncatan pertama saya ke negara-negara yang tak berbahasa Inggris. Itu lagu yang memberi saya sukses. Lagu yang memberi saya hidup. Saya mempunyai 40  album dan ratusan lagu, tetapi yang pasti diketahui orang adlaah 'Release Me'," tambahnya.

Nama dan jambang

     Selain lagu "Release Me", ada satu hal yang dianggap membawa kebertuntungan bgi Engelbert, yaitu nama Engelbert Humperdinck itu sendiri. Pria asal Inggris kelahiran Madras, India, 2 Mei 1936 ini bernama lahir Arnold George Dorsey.
     Saat itu oleh manajernya, Gordon Mills, yang juga merupakan manajer Tom Jones, ia diberi nama panggung Engelbert Humperdinck. Nama itu diabil dari nama komposer Jerman, penulis opera "Hansel un Gretel" yang meninggal pada tahun 1921.
     Mengapa  dia merasa  perlu ganti nama?
     "Setiap orang dalam showbiz biasa mempunyai dua nama. Frank Sinatra, Tony Bennet, Gilbert O'Sullivan, semua punya dua nama. Manajer menamai saya Engelbert Humperdinck karena nama itu terdengar aneh dan tidak ada (dalam bisnis musik) saat itu. Engelbert Humperdinck yang sesungguhnya sudah meninggal tahun 1921. Jadi, tidak ada lagi nama Engelbert Humperdinck," katanya. 
     "Tetapi sekarang saya tambahkan (gelar) doktor di depan nama itu. The real Engelbert Humperdinck  tidak punya gelar doktor, he-he-he," kata Engelbert yang mendapat penghargaan gelar doktor dalam bidang musik dari Universitas Leicester, Inggris pada 2009.
     Selain lagu dan nama, masih ada satu lagi yang membuat Engelbert terkenal, yaitu citra penampilannya. Ia secara sadar merancang penampilan agar tampak berbeda dengan menghitamkan rambut dan, ini dia, memelihara sideburns alias jambang. Dia mengklaim sebagai yang lebih dahulu menggunakan jambang sebelum bintan pop lain. 
     "Saya yang pertama memakainya (jambang). baru kemudian Elvis (Presley), Tom Jones, Glen Campbell. Elvis baru memelihara jambang tahun 1971," katanya.
     Engelbert lalu bercerita tentang perancang baju untuk Elvis. Sang desainer membuat sketsa baju dengan kerah besar khas Elvis era 1970-an.
     "Ia menggambar sketsa wajah Elvis disertai jambang. Ketika melihat  gambar itu, Elvis bilang, 'Hei, itu bukan saya, itu Engelbert Humperdinck' ha-ha-ha," katanya menirukan suara Elvis. Ia seperti hendak mengatakan bahwa raja rock n roll saja mengakui jambang Engelbert.

Kerja keras

     Ketika bertemu Engelbert di tempat menginapnya, Ritz Carlton, Jakarta, Kompas mendapatinya sedang mengisi teka teki silang (TTS). Di meja tampak berlembar-lembar TTS yang masih kosong ataupun yang telah terisi. Aktvitas tersebut ia lakukan untuk mengasah daya ingat dan kemampuan berpikir.
     Lelaki berusia 75 tahun ini tampak bugar dan gagah. Ia terus berolahraga untuk menjaga kebugaran badan. Satu hal yang pasti, ia terus bernyanyi. Bahkan, Engelbert berencana menggelar tur di Asia Tenggara pada Februari 2012 dan berharap bisa mampir ke Indonesia.
     Bagaimana ia mengelola diri di panggung industri musik yang banyak diisi kaum muda? 
     "Selama 44 tahun berkarier, saya bekerja keras. Saya banyak berlatih. Anda lihat sendiri, tadi saya masih berlatih," kata Engelbert yang memang melakukan latihan bersama band pengiringnya sebelum pentas.
     Ia memastikan perangkat tata suara tidak menimbulkan dengung yang akan mengganggu penonton. Ia bahkan secara detail memperhatikan gerak dua penari latar.
     "Saya berlatih untuk memastikan segalanya berjalan seperti yang semestinya, band, musik, tata suara. Segalanya harus correct," ujarnya.
     Bagaimana melihat perjalanan karier Anda sejauh ini?
     "saya sangat bangga karena saya masih bisa bekerja. Saya suka bekerja dan berkeliling dunia. Saya  menikmati berada di negeri-negeri yang berbeda. Negeri yang tidak menggunakan bahasa Inggris, tetapi warganya bisa menyanyikan lagu-lagu saya. Saya menikmati sekali bernyanyi bersama mereka," kata Engelbert.
     "Itu merupakan hal yang memberi arti hidup dan saya berharap perjalanan saya di showbiz tidak pernah berakhir," katanya menambahkan

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 10 NOPEMBER 2011

Rabu, 02 November 2011

Muhammad Arasy: Memajukan Sekolah Pinggiran

MUHAMMAD ARASY

Lahir: Barru, 12 Juli 1958
Istri : Hj Nila Djanggola
Anak : Nurkholis
Pendidikan :
- S-1 Jurusan Pendidikan Sejarah dan Kebudayaan IAIN Makassar
- S-2 Administrasi Publik Universitas Tadulako, Palu
Organisasi :
- Ketua Umum Asosiasi Guru Mata Pelajaran PGRI
- Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMA/MA Kota Palu
- Ketua Umum Kerukunan Keluarga Daerah barru
Penghargaan :
- Satya Lencana 10 dan 20 tahun
- Penghargaan Sekolah Berwawasan Lingkungan dari Depdiknas, 2005

Suasana hijau dari pepohonan dan tanaman hias di sekeliling sekolah diyakini Muhammad Arasy memberikan ketenangan, kesejukan, dan semangat belajar para siswa dan guru. Semangat penghijauan itulah yang   dia embuskan untuk membangkitkan keterpurukan SMAN 3 Palu, Sulawesi Tengah, yang mengalami kebakaran pada Maret 2002.

OLEH ESTER LINCE NAPITUPULU

Arasy menjadi Kepala SMAN 3 Palu tak lama setelah sekolah tersebut mengalami kebakaran. Para guru dan siswa terpaksa belajar di antara  puing-puing bekas kebakaran karena pemerintah daerah tak segera mengucurkan dana pembangunannya.
     Suasana sekolah pinggiran yang awalnya tak masuk kategori sekolah favorit di Kota Palu itu, dalam pandangannya, terasa "muram". Arasy yang pencinta tanaman ini lalu membawa ide menghijaukan sekolah.
    Kepada para guru, ia membagi ide menghijaukan sekeliling sekolah sambil menunggu kepastian pembangunan ruangan belajar baru. Alasannya, tanaman dapat membuat suasana sekolah sejuk dan nyaman. Ini penting untuk membantu siswa kembali fokus belajar meski belum mempunyai ruang kelas permanen.
     Penghijauan yang digalakkan Arasy di sekolah itu mendapat perhatian pemerintah. Tahun 2003, pemerintah daerah mulai membangun ruangan untuk belajar.
     Kegiatan penghijauan terus dilakukan. Sepanjang lorong sekolah di lantai satu dan dua penuh pot-pot berisi tanaman hias. Pohon cemara, pohon ekor tupai, pisang, dan beragam tanaman lain menyemarakkan sekolah yang luas lahannya sekitar 2 hektar ini, mulai dari gerbang sekolah hingga halaman belakang.
     Pembiasaan mencintai lingkungan dengan kegiatan penghijauan itu ditanamkan kepada siswa. Arasy meminta siswa juga menanam pepohonan di rumah. Para orangtua siswa pun diajak menerapkan penghijauan di rumah masing-masing untuk mewujudkan Kota Palu yang hijau.
     Seiring berjalannya waktu, penghijauan di SMAN 3 Palu pun menjadi buah bibir. Apalagi Arasy melanjutkan semangat penghijauan di sekolah tersebut menjadi mata pelajaran muatan lokal. 
     Ia memotivasi guru untuk memakai penghijauan sebagai pintu masuk memperkuat pendidikan karakter siswa yang cinta lingkungan. Sekolah juga menerapkan tata tertib yang membangun karakter siswa.
     Sekolah mendorong guru dan siswa melaksanakan ajaran agama masing-masing dengan baik dan penuh toleransi. Arasy pun menerapkan keberagaman dan toleransi dengan memberikan ruang untuk ibadah siswa dari pemeluk agama yang berbeda.
     "Sekolah ini semula tak dipandang. Soalnya, siswa yang sekolah di sini kebanyakan dari kalangan bawah. Saya mencoba mencari cara untuk membuat sekolah pinggiran ini 'terbaca'. Saya pakai penghijauan dan penguatan karakter untuk jadi unggulan," katanya.
     Kepemimpinan Arasy yang mampu memotivasi guru dan siswa untuk memajukan sekolah mendapat penghargaan. Pemerintah Kota Palu  memberinya kesempatan studi banding ke sekolah-sekolah di Malaysia dan Singapura. Ia juga ikut rombongan kepala sekolah yang dibiayai Kementerian Pendidikan Nasional studi banding ke London, Inggris.

Sekolah percontohan

    Kegigihannya memajukan sekolah pinggiran bersama para guru membuahkan hasil. Sekolah ini juga mendapat perhatian dari Direktorat SMA Kemdiknas.
     SMAN 3 Palu menjadi "kiblat" sekolah berwawasan lingkungan di Sulawesi Tengah. Pendidikan karakter yang kuat di sekolah ini membuat SMAN 3 Palu menjadi sekolah percontohan karakter tingkat provinsi. Di tingkat pusat, Badan Narkotika Nasional menjadikan SMAN 3 Palu sebagai percontohan bebas narkotika.
     Pada 2006-2007 sekolah ini dirintis menjadi sekolah kategori mandiri karena mempunyai keunggulan sebagai sekolah hijau. SMAN 3 Palu telah memperkenalkan siswa dari bercocok tanam hias hingga pengolahan kompos. Sekolah ini juga ditetapkan sebagai sekolah standar nasional (SSN).
     SMAN 3 Palu terus naik daun karena mempunyai "karakter". Tahun  2009-2010, SMAN 3 Palu diberi predikat sekolah model. Artinya, sekolah ini memenuhi standar nasional serta mampu mengembangkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
     SMAN 3 Palu juga dijadikan sekolah model penuh, dan dapat mengembangkan pusat sumber belajar dengan penguatan pendidikan teknologi informasi dan komunikasi. Di sini juga tersedia hot spot yang membuat siswa mudah mengakses internet.
     Prestasi yang dicapai SMAN 3 Palu membuat sekolah ini diminati. Pada pendaftaran siswa baru tahun lalu, misalnya, peminat mencapai 1.000 orang, meskipun daya tampungnya hanya sekitar 400 siswa.
     "Bisa saja sekolah menambah daya tampung, tetapi kami tak mau mengejar itu. Ini, kan, berarti pendapatan. Saya tidak mau. Saya mau menjaga standar yang ada," kata Arasy yang awalnya adalah dosen, lalu berpindah  haluan menjadi guru sejarah.

Menolak RSBI

     Kemajuan SMAN 3 Palu juga menarik perhatian Direktorat SMA Kemdiknas. Instansi ini menawari SMAN 3 Palu naik status menjadi rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Dengan status ini, SMAN 3 Palu bisa mendapat bantuan dana untuk mempercepat pembangunan sejumlah sarana dan prasarana yang memang dibutuhkan.
     Sebagai RSBI, pihak sekolah dan komite sekolah bisa menaikkan pungutan uang sekolah. bagi SMAN 3 Palu tentu tak sulit mencari calon siswa karena sudah menjadi salah satu sekolah favorit.
     "Saya tidak mau mengubah SMAN 3 Palu jadi RSBI. Di sini banyak anak dari keluarga ekonomi lemah. Bahkan, ada banyak anak yang digratiskan. Biarkan saja sekolah ini maju tanpa status RSBI," ujarnya.
     Arasy menambahkan, banyak persyaratan yang mesti diikuti untuk menjadi RSBI, termasuk jumlah guru yang berpendidikan S-2.
     "Saya tak terlalu berambisi untuk menjadikan sekolah ini RSBI. Saya tidak mau rekayasa soal guru karena memang di sini guru-gurunya tidak banyak yang S-2," katanya.
     Keputusan Arasy menolak tawaran dari pemerintah pusat menjadikan SMAN 3 Palu berstatus RSBI mungkin terasa aneh. Pasalnya, justru banyak sekolah yang berbondong-bondong mengajukan diri menjadi RSBI.
     "Saya jelaskan pemikiran saya kepada guru dan komite sekolah. Mereka bisa memahami dan mendukung," ujar pria yang memang bercita-cita menjadi guru ini.
     Bagi Arasy, bukan status sekolah yang dikejarnya. Ia berupaya memotivasi guru menjadi pendidik yang membentuk karakter siswa lewat penghijauan dan penguatan nilai-nilai keagamaan yang saling menghormati.

Dikutip dari KOMPAS, RABU, 2 NOPEMBER 2011