Kamis, 24 Mei 2012

Riri Fitri Sari: Kibarkan Merah Putih Melalui Teknologi Informasi

RIRI FITRI SARI
* Lahir: Bukittinggi, 7 Juli 1970
* Suami: Dr Ir Kusno Adi Sambowo
* Anak:
  1. Almira Lavina 
  2. Naufalia Brilianti
  3. Laura Sambowo Fawzia
* Pendidikan:
   - Sarjana Teknik Elektro UI
   - Magister Sumber Daya Manusia Universitas Atma Jaya Jakarta
   - MSc bidang software system and parallel processing dari Departmen  of
     computer Science, University of Sheffield, Inggris, dengan Chevening 
     Award dari British Council
   - PhD dari School of Computing, University of Leeds, Inggris
* Pekerjaan:
   Kepala Pengembangan dan Pelayanan Sistem Informasi UI
* Pencapaian:
   - Peringkat ke-3 Dosen berprestasi nasional dalam rangka peringatan Hari
     Kemerdekaan RI yang ke-64
   - Menerima penghargaan sebagai Most Inspiring Engineer Award di Kalkutta,
     India, Maret 2012, dari IEEE (organisasi profesi insinyur elektroteknik 
     dunia)
   - Mengikuti program studi dan magang di PBB Geneva  dan New York. 
     Pernah terlibat dalam riset di CERN (European Laboratory for Particle 
     Physics) Geneva serta mengikuti training ke Australia (UNESCO), Jepang 
     (JICA), dan menjadi invited speaker di Korea (KAIST)

Laksana cahaya, walaupun tak tersentuh, tapi selalu menerangi. Falsafah hidup ini melekat pada diri Riri Fitri Sari (41), perempuan dengan segudang prestasi. Melalui perannya, Universitas Indonesia sejak tahun 2008 meraih predikat kampus tercerdas di Indonesia versi PT Telkom. Riri berhasil mendesain digitalisasi informasi di internal kampus menjadi lebih canggih.

OLEH ANDY RIZA HIDAYAT

Dampaknya, semua urusan akademik sejak tahun 2006 menjadi lebih mudah. Semua informasi terkait kampus dapat diakses oleh mahasiswa ataupun dosen di mana pun mereka berada. Tidak heran jika UI memercayainya sebagai Kepala Pengembangan dan Pelayanan Sistem Informasi.
     Kepercayaan ini semakin memompa Riri untuk lebih kreatif. Dia merintis survei internasional mengenai kampus hijau di seluruh dunia. Survei yang bernama "UI GreenMetric: World University Ranking" ini berlangsung setiap tahun sejak tahun 2010. Akhir  tahun lalu terpilih 178 universitas dari 42 negara yang memenuhi standar penilaian tim UI GreenMetric pimpinan Riri Fitri Sari.
     Sistem pemeringkatan ini dilakukan berdasarkan lima indikator yaitu penataan infrastruktur kampus, penggunaan energi yang mendukung kampanye perubahan iklim, pengelolaan sampah, pengelolaan air, dan penggunaan transportasi kampus yang ramah lingkungan. Pemeringkatan ini sekaligus memosisikan Indonesia bukan lagi sebagai obyek pemeringkatan internasional, melainkan juga sebagai penyelenggara survei internasional.
     Setahun kemudian, UI GreenMetric diterima sebagai anggota International Ranking Expert Group (IREG) Observatory yang berpusat di Belgia dengan referensi dari US News Ranking, Higher Education Evaluation and Accreditation Council of Taiwan, serta Institute for Higher Education Policy Washington DC. "IREG adalah lembaga yang penting karena IREG melakukan program audit dan sertifikasi bagi lembaga pemeringkatan universitas sedunia," tutur Riri.
     Selain itu, peneliti Eropa dan Amerika telah menganggap UI GreenMetric sebagai salah satu pemeringkatan universitas sedunia yang inovatif. Hal ini sesuai dengan tema utama pengembangan masyarakat dunia mengantisipasi iklim global.

Terinspirasi Marie Curie
     Karena perannya inilah, pada Maret 2012 organisasi profesi insinyur elektroteknik dunia IEEE, memberikan penghargaan Most Inspiring Engineer Award kepada Riri di Kalkutta, India. Riri mengalahkan finalis dari lima negara di perhelatan itu. Bersama Riri, perwakilan Indonesia yang lain, Agne Irawanti, juga meraih penghargaan yang sama.
     Perjalanan hidup Riri penuh warna. Dia hampir tidak bisa menjawab ketika ditanya.  "Ibu ini orang mana". Riri terbiasa hidup berpindah mengikuti orangtuanya. Dia dilahirkan di Bukittinggi pada 7 Juli 1970. Lalu, ia menghabiskan masa kecil di Kota Manado , masa remaja di Lombok, Nusa Tenggara Barat, kemudian bermukim di Kota Depok, Jawa Barat. "Orang mana hayo, yang jelas orang Indonesia," katanya seraya melempar senyum.
    Setelah menjalani hidup di berbagai daerah, dia tahu banyak potensi positif di negeri ini yang bisa dibanggakan. Salah satu orang yang melecut semangatnya belajar adaah gurunya di  Sekolah Dasar Negeri 11, Jalan Sarapung, Manado, Sulawesi Utara, bernama Ibu Tomigolung. Ketika itu, gurunya mengenalkan sosok ilmuwan Marie Sklodowska-Curie kepada Riri kecil. Riri terkesima karena Marie Sklodowska-Curie merupakan sosok yang kuat dan istimewa. Perempuan Polandia itu adalah peraih dua kali Hadiah Nobel bidang radiologi.
     "Kalau saja Ibu Tomigolung tidak pernah bercerita tentang Madame Marie Curie, belum tentu saya berada di fakultas Teknik UI dan terus semangat memperbaiki paper untuk jurnal internasional," tulis Riri di blog pribadinya.

Bangkit

     Menurut Riri, perkembangan tekonologi informasi begitu cepat. Internet muncul menjadi jaringan untuk membentuk sinergi dan kohesi, kemudian diikuti dengan pertumbuhan industri teknologi informasi di seluruh dunia. Dalam lima tahun terakhir, peta pusat kekuatan teknologi informasi dan komunikasi dunia berpusat di Redmond, Silicon Valley California (Amerika Serikat), Shenzen (China), dan Bangalore (India).
     Dia mengagumi kebangkitan India sebagai pemain utama dalam peta teknologi informasi dunia. Dengan dukungan fasilitas yang baik, generasi muda India menghasilkan inovasi cemerlang dalam hal tekonologi informasi. Para pekerja teknologi informasi di India betah berkarya di Bangalore karena terkoneksi sambungan internet berkecepatan tinggi.
     Riri yakin, jika populasi dianggap bukan lagi sebagai beban, melainkan sebagai kekuatan, Indonesia mampu membangun dan menjadi kekuatan besar keempat dunia setelah China, India, dan AS. Tapal batas negara kini tidak ada lagi. Bandung dan Bundang di Korea (rumahnya Samsung Electronics) hanyalah nama, Bangalore dan Depok hanya terpisah oleh antusiasme dan etos kerja. Bekerja jarak jauh di tepi Pantai Senggigi, Lombok, yang indah tidak seberapa berbeda dengan duduk di kampus Microsoft di Redmond, Seattle.
     Dari mimpi, kata Riri, kita bergerak mengikuti perubahan dunia dan menyiapkan strategi untuk ikut berbagi menjadi bagian terhormat dari umat manusia. Usaha bersama yang tidak kenal lelah akan mengantarkan kita pada pencapaian visi untuk menjadi bangsa yang produktif dan bermartabat.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 24 MEI 2012

Selasa, 22 Mei 2012

Dian Syarief: Suar yang Tak Pernah Padam

DIAN SYARIEF PRATOMO
* Lahir: Bandung, 21 Desember 1965
* Pendidikan: S-1 Farmasi Institut Teknologi Bandung
* Penghargaan:
   - International Lifetime Achievement Award dari The 9th International 
     Congress on Systemic Lupus Erythematosus di Vancouver, Kanada, Juni
     2010
   - Danamon Award Terfavorit 2 tahun 2010

Tahun 1999 saat berusia 33 tahun, Dian Syarief menyadari bahwa dia menyandang lupus, sebuah kelainan pada sistem kekebalan tubuh sehingga berbalik meyerang, bukan melindungi. Pengobatan yang harus dia jalani juga membawa konsekuensi lain, infeksi pada otak yang menyebabkan penglihatannya kabur dan dikategorikan "low vision". Pada tahun itu, dunia Dian seakan dijungkirbalikkan seketika.

OLEH DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO

Namun, bukannya menyerah, Dian justru tersadar bahwa kondisi yang menimpanya bisa juga terjadi kepada orang lain. Bersama suaminya, Eko Pratomo, mereka membentuk Yayasan Syamsi Dhuha (SDF) yang bertujuan memberikan sosialisasi terhadap lupus kepada masyarakat. Ketika itu, sebagian orang belum banyak tahu tentang lupus.
     Selain menyebarkan informasi, keberadaan SDF juga dimaksudkan sebagai kelompok dukungan bagi penyandang lupus di berbagai daerah lain. Orang yang hidup dengan lupus atau odapus juga harus mendapat pendampingan medis yang memadai. Mereka mesti bertemu dengan dokter dari berbagai keahlian mengingat kompleksnya dampak yang diakibatkan lupus terhadap tubuh.
     Dian mengharapkan agar SDF bisa menjadi nyala di tengah kegelapan, seterang suar dan terus menyala. Tak hanya kelompok dukungan, tetapi SDF juga berperan aktif dalam menggugah kesadaran pemerintah akan odapus di antara ratusan juta penduduk Indonesia.
     Mereka memberikan pelatihan untuk puskesmas-puskesmas agar tenaga medis di sini bisa mengidentifikasikan gejala lupus. Selain agar deteksi lupus lebih mudah diketahui di daerah masing-masing.
     SDF pun turut berjuang agar obat yang harus rutin dikonsumsi odapus dimasukkan dalam cakupan program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Upaya ini berhasil pada tahun 2010.
     SDF juga bergerak dalam kampanye penanganan lupus, khususnya dengan mendorong riset penggunaan bahan alami sebagai suplemen yang dibutuhkan odapus. Dian beralasan, inisiatif untuk mendorong riset bahan alami bagi odapus di Indonesia harus segera dilakukan guna mengurangi ketergantungan odapus pada bahan dari luar negeri.
     Selama dua tahun terakhir, SDF mendampingi riset, seperti penggunaan daun cocorbebek, ubi rambat, ataupun daun songgolangit untuk suplemen atau pengganti obat bagi odapus. Meski baru rintisan, setidaknya tindakan itu sudah dimulai, tak sekadar wacana.
     Dengan semua kegiatan itu, SDF mendapat Sasakawa Health Prize, penghargaan internasional dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Rencananya pemberian hadiah ini akan dilaksanakan pada 24 Mei 2012.
     Dian menuturkan, penghargaan tersebut menjadi pengakuan bagi upaya yayasan selama ini dalam menghadapi lupus. Selain itu, terakhir kali penghargaan serupa untuk bidang kesehatan juga diberikan kepada orang Indonesia pada tahun 1992 atau 20 tahun silam.

Tidak mengerti

     Pada orang yang menyandang lupus, sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi tubuh malah berbalik menyerang. Gejala umum yang didapati adalah peradangan pada muka yang membentuk seperti kupu-kupu.
     Gejala yang disebut flare itu sesekali kambuh bergantung pada kondisi tubuh dan mental odapus. Hingga kini belum ada obat ataupun terapi yang bisa menyembuhkan lupus. Menurut estimasi SDF, terdapat 200.000 penyandang lupus di Indonesia.
     Sebelum menyandang lupus, Dian adalah perempuan karier sejak tahun 1990. Menduduki jabatan di sebuah bank swasta dan bersuamikan Eko yang bekerja di perusahaan investasi hidup terasa lengkap baginya. Semua berubah pada tahun 1999 sewaktu Dian terkena lupus serta diharuskan menjalani pengobatan di luar negeri dan mengonsumsi berbagai obat.
     Pemberontakan sistem kekebalan tubuhnya ternyata juga menyebabkan infeksi di otak. Ini membuat penglihatannya berkurang hingga 95 persen.
     Dian butuh waktu untuk menerima keadaan itu. Ia masuk dalam kegelapan. Ia tak bisa lagi melihat warna dan harus mengandalkan indranya yang lain untuk mengetahui sekelilingnya.
     Dalam keadaan seperti itu, ia justru mengambil kesimpulan bukan hanya dia yang terjangkit lupus. Bahkan, lupus pun menyerang mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Oleh karena itu, harus ada upaya untuk membantu mereka.
     Dian dan suaminya lalu mendirikan SDF pada tahun 2003. Seperti arti namanya: matahari pagi, SDF menjadi lembaga yang getol menyosialisasikan lupus kepada masyarakat.
     Hal serupa diutarakan Eko. Salah satu alasan mereka mendirikan SDF adalah kebingungan. Saat  menyadari istrinya terjangkit lupus, mereka tak tahu kemana harus mendapatkan informasi. Informasi dari dokter juga sulit karena lupus harus ditangani lebih dari satu dokter mengingat gejalanya menyerang organ tubuh.

Tetap termotivasi

     Melalui SDF, Dian memiliki satu keinginan, yakni menyebarkan pesan kepada semua odapus agar tidak menyerah dengan kondisinya. Depresi yang kerap melanda odapus justru memicu reaksi berantai pada tubuh, yang mempercepat kerusakan pada organ tubuh.
       "Badan boleh sakit, tetapi jiwa tidak boleh," katanya.
     Beberapa contohnya adalah penerbitan buku bergaya novel berjudul Sunrise Serenade yang mengisahkan pengalaman pribadi dan dikemas dengan penuturan ala novel oleh penulis Sundea. Lewat buku itu, pembaca diharapkan terus menggelorakan semangat dan pantang menyerah terhadap lupus.
     Kepada odapus cilik, Dian memiliki pendekatan tersendiri dengan memperkenalkan kondisi tersebut lewat cara yang lebih ramah, melalui karakter kupu-kupu bernama Luppy. Tahun 2009 SDF membuat animasi pendidikan mengenai lupus berjudul Luppy Sahabatku yang Nakal.
     Tahun 2011 sebuah buku berisi daftar tanya jawab berjudul Luppy-nya Lagi Nakal Nih memuat informasi sederhana mengenai lupus.
     Tahun 2012, satu lagi buku yang diterbitkan, Catatan Si Luppy, memperkenalkan lupus dengan nama yang lebih akrab. Saat gejala lupus sedang kambuh, digambarkan melalui Luppy yang sedang nakal.
     Menurut Dian, Catatan Si Luppy diisi dengan kondisi kesehatan odapus, baik saat sedang kambuh maupun ketika sehat. Catatan tersebut bisa menjadi bahan evaluasi bagi odapus ataupun dokter yang memeriksanya.
     Bagaimana dengan Dian sendiri? Setidaknya dia adalah orang yang tak pernah diam meski terhalang oleh penglihatan yang sudah kabur. Dari tutur katanya, Dian selalu memberikan semangat bila menemukan temannya yang sedang bersedih. Sebuah penerang di dalam gelap seperti arti namanya.....

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 22 MEI 2012

Minggu, 20 Mei 2012

Roberto Di Matteo: Kehangatan Cinta Dalam Ruang Ganti Chelsea


ROBERTO DI MATTEO
* Lahir: Schaffhausen, Swiss, 29 Mei 1970
* Posisi: Gelandang
Prestasi sebagai pemain
* FC Aarau
   - Super Liga Swiss 1993
* Chelsea
   - Juara Piala FA: 1997, 2000
   - Juara Piala Liga: 1998
   - Juara UEFA Cup Winner's Cup 1998
   - Piala Super UEFA 1998
   - FA Charity Shield: 2000

Prestasi sebagai Manajer
* Mempromosikan West Bromwich Albion ke Liga Primer 2009/2010
* Chelsea
   - Juara FA Cup: 2012
   - Juara Liga Champions: 2012  

Roberto Di Matteo membawa kehangatan cinta keluarganya ke dalam ruang ganti Chelsea. Ia menebarkan kepercayaan diri kepada setiap pemain "The Blues". Di Matteo menjadi seorang ayah dan sahabat bagi skuad Chelsea

OLEH AGUNG SETYAHADI

Aura kehangatan yang memancar dari seorang Di Matteo telah mengembalikan permainan Chelsea yang solid. Mantan gelandang yang masuk dalam daftar pemain legendaris The Blues itu memimpin 21 laga fantastis sebagai pelatih sementara menggantikan Andre Villas Boas yang dipecat Maret.
     Di Matteo meraih 13 kali kemenangan, dua di antaranya melahirkan gelar juara Piala FA dan Liga Champions. Di Matteo menempatkan Chelsea di antara klub top Eropa.
    Di Matteo berhasil mengembalikan permainan Chelsea melalui pendekatan yang simpatik kepada para pemain. Ia meredakan ketegangan di ruang ganti akibat strategi permainan Villas-Boas yang jarang memainkan para pemain senior, seperti Frank Lampard, Ashley Cole, dan Didier Drogba. Kelihaian Di Matteo bernegosiasi dengan ego personal seperti itu terasah dalam keluarganya. Ia juga belajar bagaimana bangkit dari keterpurukan.
     Di Matteo adalah seorang ayah yang hangat. Ia mencintai keluarganya dan selalu berusaha menjadi ayah yang baik bagi putri dan putranya. Dukungan dan motivasi dari istrinya yang berkebangsaan Inggris serta anak-anaknya selalu menjadi inspirasi baginya untuk bangkit dari keterpurukan.
     "Keluarga adalah sumber kekuatan saya," ujar mantan gelandang Chelsea itu kepada Henry  Winter, penulis olahraga senior The Telegraph.
     "Saat saya pulang ke rumah, keluarga menghadirkan senyuman di wajah saya," ujar Di Matteo.
     Ia menyadari bahwa dirinya adalah seorang ayah, tetapi juga pemain sepak bola yang menyita hampir 80 persen waktunya. Oleh karena itu, bagi Di Matteo, keluarga layak mendapatkan 20 persen waktu yang tersisa. 
     Ia dekat dengan anak-anaknya dan berusaha dikenal buah hatinya hanya sebagai ayah, bukan karena profesinya sebagai pemain atau pelatih sepak bola.
     "Saya ingin mereka memandang saya sebagai seorang ayah," ujar Di Matteo. Saat pelatih yang menguasai bahasa Inggris, Italia, dan Jerman itu memimpin Chelsea melawan Bayern Muenchen di final Liga Champions, Minggu dini hari WIB, anak-anaknya menyaksikan dari tribun stadion.
     "Saya sangat senang mereka datang. Tetapi, saya berharap mereka bangga terhadap saya bukan karena (hasil final Liga Champions) Sabtu. Saya ingin mereka bangga karena memandang saya dan ibu mereka sebagai orangtua yang baik," ujar Di Matteo.
     Kehadiran keluarga dengan cinta dan kasih sayang telah menjadi sumber inspirasi dan motivasi dalam hidup Di Matteo. Ia pernah terpuruk ketika dirinya berjuang selama 18 bulan dengan cedera patah tulang saat membela Chelsea menghadapi klub Swiss St Gallen pada September 2000. Ia akhirnya memutuskan pensiun pada tahun 2002, saat dirinya berusia 31 tahun, karena tidak mungkin bermain dalam level tertinggi saat pulih.
     Namun, Pelatih Chelsea Claudio Ranieri memberinya kesempatan memimpin Chelsea di final Piala FA 2002 melawan Arsenal dari tepi lapangan. Ini merupakan perpisahan bagi Di Matteo yang berakhir dengan kekalahan Chelsea 0-2.
     "Kami kalah dan saya pikir itu merupakan akhir karier saya sebagai seorang manajer," ujar Di Matteo.
     Kekalahan 10 tahun lalu itu dibayar lunas oleh Di Matteo musim ini. Ia kembali berperan sebagai pelatih sementara. Namun, kali ini ia mempersembahkan Piala FA setelah Chelsea menundukkan Liverpool 2-1 di Stadion Wembley.
     Setelah pensiun sebagai pemain, Di Matteo fokus meneruskan pendidikan pelatih di pusat pelatihan milik Asosiasi Sepak Bola Inggris. Ia kemudian melatih klub League One, Milton Keynes Dons, dan mengakhiri liga diperingkat tiga pada musim 2008/2009.
Di Matteo kemudian membawa West Bromwich Albion promosi ke Liga Primer. Ia dipecat setelah dinilai gagal membawa West Brom tampil kompetitif di Liga Primer musim 2010-2011.
     Empat bulan tanpa pekerjaan diisi Di Matteo dengan berkeliling Inggris mempelajari variasi gaya permainan klub-klub. Ia memperdalam pengetahuannya mengenai sepak bola Inggris. Motivasi untuk belajar dan memperbaiki kemampuan selalu tertanam dalam dirinya.
     Mantan pemain Lazio itu mengasah karakter pribadinya di lingkungan pekerja di Schaffhausen, kota kecil di Swiss. Di Matteo lahir di sana 42 tahun lalu dalam sebuah keluarga imigran Italia. Ayahnya harus pindah ke Swiss untuk bekerja di perusahaan baja. Ibunya bekerja sebagai tenaga kebersihan di sejumlah perkantoran.
     Pemuda dengan alis tebal melengkung itu gemar bermain sepak bola. Ia terus berlatih saat dirinya mengambil diploma di bidang administrasi bisnis. Tidak ada yang istimewa dalam masa-masa muda Di Matteo.
     "Saya kira saya akan menjadi pegawai bank jika tidak bermain sepak bola," ujar Di Matteo.
     Mimpi menjadi pemain sepak bola terus tumbuh. Ia mendambakan bermain di level profesional, seperti para pemain Liga Italia yang ditontonnya setiap Sabtu di televisi. Ia sering menonton pertandingan Juventus untuk menyaksikan duet maut Michel Platini dan Zbigniew Boniek.
     Di Matteo memulai karir sebagai pemain sepak bola profesional bersama klub Swiss Schaffhausen pada 1988. Ia kemudian memperkuat Zurich dan Aarau sebelum diboyong klub Serie A Lazio. Ia kemudian pindah ke Chelsea tahun 1996 dan menorehkan sejumlah prestasi. Ia pernah menjadi pencetak gol tercepat di final Piala FA 1997 saat menundukkan Middlesbrough 2-0. Ia kembali membawa Chelsea juara Piala FA 2000.
     Kini, Di Matteo telah menjadi pelatih dan mempersembahkan gelar pertama Liga Champions dalam 107 tahun sejarah Chelsea. Bagi Di Matteo, prestasi ini adalah awal dari rencana berikut sebagai pelatih: liburan panjang bersama keluarga yang telah memberinya kehangatan cinta.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 21 MEI 2012

Selasa, 15 Mei 2012

Mancio dalam Dekapan Fortuna


ROBERTO MANCINI
Lahir: 27 November 1964
Tempat lahir: Jesi, Ancona, Italia
Tinggi badan: 179 cm
Posisi sebagai pemain: Penyerang/Gelandang Serang
Prestasi sebagai pemain:
1. Sampdoria
- Serie A: 1990-1991
- Coppa Italia: 1984-1985, 1987-1988, 1988-1989, 1993-1994
- Supercoppa Italia: 1991
- UEFA Cup Winers' Cup: 1989-1990
2. Lazio
- Serie A: 1999-2000
- Coppa Italia: 1997-1998, 1999-2000
- Supercoppa Italia: 1998
- UEFA Cup Winners' Cup: 1998-1999
- UEFA Super Cup: 1999
3. Italia
- Piala Dunia 1990: Peringkat Ketiga
Prestasi sebagai pelatih:
1. Fiorentina
- Coppa Italia: 2000-2001
2. Lazio
- Coppa Italia: 2003-2004
3. Inter Milan
- Serie A: 2005-2006, 2006-2007, 2007-2008
- Coppa Italia: 2004-2005, 2005-2006
Supercoppa Italia: 2005, 2006
4. Manchester City
- Liga Primer: 2011-2012
- FA Cup: 2010-2011
Penghargaan:
- Guerin d'Oro: 1988, 1991
- Pemain Terbaik Serie A 1997
- Pemain Italia Terbaik 1997

"Baciato dalla grazia". Dalam pelukan nasib baik. Begitulah orang Italia menggambarkan perjalanan karier Roberto Mancini. Pria flamboyan kelahiran kota kecil di tepi Laut Adriatic ini bersinar sebagai pemain dan pelatih. Mancini seolah selalu dalam dekapan Dewi Fortuna.

OLEH AGUNG SETYAHADI

Mancio, begitu dirinya disapa, selalu membawa nasib baik ke klub yang dibelanya, baik sebagai pemain maupun pelatih. Dalam kariernya sebagai pemain di era 1990-2000 bersama Sampdoria dan Lazio, Mancini mempersembahkan gelar juara Serie A, Coppa Italia, Super Coppa Italia, dan Cup Winners' Cup.
     Sebagai pelatih, Mancio juga selalu meraih juara bersama tim yang ditangani. Gelar juara Coppa Italia dia raih bersama Fiorentina, Lazio, dan Inter Milan. Mantan striker yang telah menyarangkan 202 gol ini juga membawa Inter juara tiga kali Serie A.
     Kariernya di Inter pada 2004-2008, yang mengakhiri paceklik gelar juara Liga Italia selama 18 tahun, semakin mengukuhkan kepiawaian Mancini mengolah strategi. Namun, ia kemudian didepak dari Inter karena gagal mempersembahkan gelar Liga Champions.
     Mancio menganggur selama 18 bulan sebelum diminta memimpin revolusi di tubuh Manchester City pada 2009. Klub yang berada di bawah bayang-bayang Manchester United itu sedang mengejar mimpi, setelah dibeli oleh Sheikh Mansour, seorang miliarder asal Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
     Tawaran itu merupakan tantangan besar bagi Mancini. Rekan lamanya Gianluca Vialli, menceritakan bagaimana tekad kuat mancini memulai pergulatannya dengan sepak bola Inggris yang sangat ketat.
    "Roberto bekerja keras selama setahun ini, setengahnya dia habiskan di London dan beberapa bulan mempelajari bahasa Inggris," ujar Vialli.
     Mancini memikul beban berat untuk mengakhiri penantian panjang meraih gelar juara kompetisi tertinggi di Inggris sejak 1968. Musim 2010/2011, Mancini mempersembahkan Piala FA yang terakhir kali diraih 35 tahun sebelumnya.
     Musim ini, Mancini yang memperkuat skuadnya dengan sejumlah pemain bintang seperti David Silva, Samir Nasri, dan Sergio Aguero mengakhiri paceklik gelar juara Liga Primer selama 44 tahun. Musim yang ketat, berat, dan menguras emosi dari awal hingga akhir musim.
     City menjalani laga paling dramatis di Liga Primer untuk menjadi juara musim 2011/2012. City tertinggal 1-2 oleh tim tamu Queens PArk Rangers hingga lima menit babak tambahan waktu. Sepanjang babak kedua, setelah tertinggal 1-2, Mancini gelisah. Emosinya meledak-ledak melihat penampilan para pemainnya yang selalu gagal menembus benteng pertahanan QPR, yang memasang 10 pemain di sekitar kotak penalti. Maklum QPR juga tengah berjuang lolos dari zona degradasi.
    Mancini selalu melepaskan emosinya seketika ia merasakan kegelisahan, karakter yang sudah mendarah daging sejak dirinya menjadi pemain sepak bola. Saat memperkuat Lazio, Mancini pernah membuang pita kapten dan mendamprat pelatihnya waktu itu, Sven-Goran Eriksson.
     Emosi yang meledak-ledak itu tipikal Mancini. Ia secara spontan menyatakan tidak akan pernah memainkan Carlos Tevez, yang menolak melakukan pemanasan dalam sebuah pertandingan Liga Champions.
     Di laga terakhir Liga Primer musim ini, Mancini menumpahkan seluruh emosinya untuk mendorong pasukannya melampau batas kemampuan mereka. Skuad inti City terus berusaha mencetak gol di bawah suntikan motivasi Mancini dari tepi lapangan.
     Mukjizat itu terjadi pada babak tambahan waktu. Sekali lagi, Mancini berada dalam dekapan Dewi Fortuna. Sundulan Edin Dzeko menyamakan kedudukan 2-2 dan dua menit kemudian Sergio Aguero, yang dibeli senilai 35 juta Pounds (Rp 521 miliar) dari Atletico Madrid, membawa City unggul 3-2. Gol yang membawa City juara Liga Inggris dengan keunggulan selisih gol dari rival sekotanya, Manchester United.
    Mancini meluapkan kegembiraannya dengan berlari sambil mengangkat tangannya ke udara. Ia melepaskan ketegangan yang menekannya sejak babak kedua. Musim ini menjadi pencapaian menakjubkan Mancini sebagai pelatih di Liga Inggris. Ia mencatatkan kemenangan bersejarah.
     Mancini sukses memimpin revolusi Manchester City. Ia belajar banyak dari gurunya Sven-Goran Eriksson yang mengajarinya bagaimana berhenti sejenak dan berpikir. Di saat kebuntuan menghinggapi penampilan tim, seorang pelatih harus berhenti sejenak, mengurai benang kusut dalam timnya dengan pikiran jernih.
     Pelatih yang telah menginjak usia 48 tahun ini semakin matang dalam meracik strategi dan mengelola emosi pemainnya di ruang ganti. Ia memenangi pertarungan di ruang ganti saat Tevez memberontak.
     Kekuatan karakter Mancini ini tidak lepas dari pengalamannya sebagai pemain dengan pencapaian yang mengagumkan. Ia menjadi legenda dalam sepak bola Italia. Ia penyerang hebat dengan gol-gol berkelas, kelihaian manuver, dan satu kebiasaannya yang khas, mengumpan bola dengan tumit kaki. 
     Ia menjadi ancaman serius bagi lawan-lawannya, meskipun sosoknya lebih mirip peselancar top dari Australia. Rambut pirang, postur ramping, dan wajah tampan juga menjadikannya dalam papan atas pesepak bola berpenampilan menarik di Italia.
     Namun, penampilan luarnya yang meledak-leak tidak sejalan dengan karakternya yang cenderung tertutup. Rekan-rekan dekatnya mendeskripsikan dirinya sebagai "orang yang sangat tertutup". Ia juga sering dikritik karena dinilai angkuh dan sombong.
     Mancio mungkin memang angkuh dan sombong. Namun, ia memiliki karakter dan konsep kuat dalam mengelola sebuah tim. Ia datang ke Manchester pada Desember 2009 menggantikan Mark Hughes, pelatih QPR yang ditundukkan City untuk meraih juara Liga Inggris musim ini.
     Salah satu konsep dalam kepelatihannya adalah mendefinisikan peran seorang pemain penghubung lini tengah dan lini depan. Konsep itu ia tuliskan dalam sebuah pedoman kepelatihan berjudul Il Trequartista. Buku itu tersimpan di Coverciano, pusat kepelatihan milik Asosiasi Sepak Bola Italia, tidak jauh dari kota Florence.
     Ia mengupas peran pemain nomor 10 yang menjadi penghubung lapangan tengah dengan penyerang. Peran yang sangat dia kuasai, di mana ia sangat lihai menjadi penyerang bayangan yang mematikan.
     Di Manchester City, Mancini menjadikan David Silva sebagai pemain nomor 10. "Trequartista kami yang fantastis," ujar Mancini mendeskripsikan peran Silva.
     Saat Mancini memimpin City di akhir 2009, gelar juara Liga Primer masih di awang-awang. Namun, Mancini memanfaatkan suntikan dana yang tak terbatas dari Sheikh Mansour untuk mendatangkan para pemain bintang. Keputusan yang membawa City juara sekaligus simalakama, karena musim depan mereka harus menjual banyak pemain mahal untuk memenuhi syarat keseimbangan keuangan klub dari UEFA.
     Mancini belum memikirkan masalah itu. Saat ini ia sedang menikmati sukses besarnya membawa City juara Liga Primer. Kemenangan pertama yang menjadi batu loncatan untuk kesuksesan berikutnya.
     Musim depan, Mancini mengincar juara Eropa bersama City. Perburuan yang berat bagi City meskipun Mancio dalam dekapan Dewi fortuna.

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 15 MEI 2012

Senin, 14 Mei 2012

Suryandoro dan Dewi Sulastri: Wayang untuk Masa Depan

SURYANDORO
Lahir: Surakarta, Jawa Tengah, 17 Juni 1966
Pekerjaan:
- Penanggung Jawab Drama Wayang Orang Swargaloka
- Manajer Informasi Taman Mini Indonesia Indah 
Pendidikan:
- SD Kasatriyan Surakarta
- Jurusan Tari SMKI Surakarta 
- Program Studi Komposisi Tari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta


DEWI SULASTRI
Lahir: Jepara, Jawa Tengah, 15 Maret 1966
Pendidikan:
- SD Bumiharjo, Jepara
- Jurusan tari SMKI Surakarta
- Program Studi Komposisi Tari ISI Yogyakarta
Penghargaan antara lain:
- Juara Macapat Se-Kodya Surakarta, 1983
- Sutradara Terbaik Festival Wayang Orang Tingkat Nasional  (WOPA) I, 1988
- Pemeran Wanita Terbaik Festival WOPA II, 1989, WOPA III, 1990, dan 
  WOPA IV,1999
- Penari Istana Negara, 1997-1999

Bagaimana menghadirkan wayang orang di tengah kehidupan masyarakat Indonesia kini? Pasangan suami-istri Suryandoro dan Dewi Sulastri lewat kelompok Swargaloka konsisten menyuguhkan wayang orang dalam bahasa Indonesia selama 15 tahun terakhir.

OLEH MAWAR KUSUMA

"Menangislah Kunti, mengalirlah air matamu sebagaimana kulihat amarah mengalir di Kurusetra...."
     Itulah sebagian dari narasi yang diucapkan dalam pergelaran wayang orang Swargaloka. Ujaran atau suluk yang terbiasa dibawakan dalam bahasa Jawa itu dialihkan dalam bahasa Indonesia dengan tetap mempertahankan nilai sastranya.
     Begitulah Suryandoro (46) dan Dewi (46) menyuguhkan wayang bagi masyarakat. Pertunjukan wayang orang yang biasanya berdurasi  sekitar empat jam diringkas menjadi 90 menit. Tak sekadar mengalihbahasakan dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, drama wayang juga mereka beri sentuhan garapan musik modern, yang sesekali diselipi irama rap hingga blues.
     "Kami ditantang untuk menghidupkan wayang. Kami ingin ada pembaruan dalam seni tradisional agar tak ditelan zaman. Melestarikan dalam pengertian selain menjaga nilai-nilai wayang, kami juga berusaha mengembangkannya," ujar Suryandoro.
     Wayang orang garapan Suryandoro dan Dewi rupanya mendapat tanggapan dari penonton di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sejak tahun 1997. Di sinilah Swargaloka berpentas secara rutin. Dengan berbahasa Indonesia, wayang orang terbukti bisa dinikmati semua orang Indonesia.
     Kini drama wayang Swargaloka tampil di TMII. Pada setiap pertunjukan mereka, lebih dari 50 persen kursi penonton terisi. Tiap kali pertunjukan digelar, Swargaloka didukung 60-75 pemain yang mayoritas kaum muda dari Yogyakarta dan Surakarta. Swargaloka bahkan pernah tampil di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan mendapat tepuk tangan lebih dari 2.000 penonton.
     Namun, pertunjukan wayang orang berbahasa Indonesia bukannya tanpa masalah. Kendala utama pemain adalah rasa kagok saat mereka harus berdialog dalam bahasa Indonesia. Sebab mayoritas pemeran wayang orang Swargaloka lekat dengan naskah wayang beserta cengkok bahasa Jawa.
     "Awalnya memang terkesan lucu," kata Suryandoro.
     Namun, seiring berjalannya waktu, kendala itu bisa diminimalkan. Kini pemain merasa terbiasa memerankan tokoh wayang dengan dialog bahasa Indonesia. Setelah masalah kebiasaan memainkan wayang orang berbahasa Indonesia teratasi, penguatan karakter peran masing-masing pemain pun diutamakan.
     Lakon yang diperankan dalam wayang orang Swargaloka umumnya disesuaikan dengan kondisi bangsa. Seusai peristiwa kerusuhan Mei 1998, misalnya, Swargaloka menampilkan karya dari naskah Sutasoma yang berkisah tentang pentingnya kerukunan.

Jual rumah

     Yayasan Swargaloka didirikan di Yogyakarta tahun 1993. Suryandoro dan Dewi membawa Swargaloka ke Jakarta dengan pementasan perdana berjudul "Api Dendam Aswatama" tahun 1997. Konsep pemanggungan wayang orang dibuat Suryandoro, sedangkan Dewi menjadi pemeran utama.
     Pada tahun yang sama, Dewi hijrah ke Jakarta setelah ia menyelesaikan perjalanan ke Jepang sebagai duta tari tradisional dalam tim Kesenian Pelangi Nusantara. Ia lalu aktif menjadi penari di Istana dan Suryandoro pun pindah ke Jakarta menjadi anggota staf bidang budaya di TMII.
     Setelah tahun 1999, pementasan Swargaloka sempat tersendat-sendat selama hampir sembilan tahun karena kendala dana. Suryandoro dan Dewi sampai harus menjual rumah mereka demi membiayai kelangsungan wayang orang Swargaloka.
     "Kami sempat vakum menampilkan karya besar, tetapi karya berbentuk fragmen, tetap ditampilkan," kata Suryandoro.
    Dewi menambahkan, hasil penjualan tiket pertunjukan senilai minimal Rp 100.000 per orang hanya bisa mencukupi sekitar 30 persen dari total kebutuhan dana operasional Swargaloka. "Biayanya Rp 100 juta untuk sekali naik panggung," ujarnya.
     Mereka pernah mendapat tawaran tampil di layar kaca, tetapi tawaran itu ditolak. Alasannya, konsep acara wayang orang yang ditawarkan kala itu dinilai merusak wibawa pertunjukan wayang orang.
     Swargaloka berusaha konsisten menampilkan wayang orang yang mengedepankan nilai luhur ajaran kehidupan. "Wayang itu punya wibawa sendiri. Wayang tak bisa dilecehkan karena ada ajarannya," kata Suryandoro.
     Baginya, wayang orang adalah pertunjukan yang mengandung unsur seni yang komplet, mulai dari seni tari, musik, seni suara (tembang), drama, tata rias, seni dekorasi, sampai tata busana.
     "Watak dan karakter wayang orang sejatinya mencerminkan kepribadian kita. Wayang memiliki makna sebagai wewayanging ngaurip atau gambaran kehidupan. Oleh karena itu, pentas wayang orang tak sekadar tontonan, tetapi mengandung tuntunan," katanya.
     
Sejak kecil

     Pertalian Suryandoro dengan wayang orang dimulai sejak masih kecil. Ia belajar menari dan menabuh gamelan. Selama 15 tahun sejak berusia tujuh tahun, ia terlibat pementasan di panggung terbuka Ramayana Prambanan, Jawa Tengah. Ia antara lain pernah tampil di depan Raja Thailand.
     Di Jurusan tari SMKI Surakarta, Suryandoro mulai tampil bareng Dewi dalam pergelaran wayang orang. Ia juga belajar menulis naskah, merancang kemasan, dan memproduksi wayang orang berjudul "Memolo Cupu Manik Astagina".
     Karyanya itu meraih penghargaan pada Festival Wayang Orang Tingkat Nasional (WOPA) pertama di Surakarta. Pada festival ini pula, Dewi menjadi sutradara terbaik.
     Sedangkan Dewi lekat dengan wayang, antara lain, karena ia adalah cucu seorang dalang di Jepara. Ia menjadi pesinden sejak duduk di kelas VI SD. Ia lalu menekuni tari saat melanjutkan sekolah  di SMKI Surakarta dan Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Pada festival WOPA ke-2, ke-3, dan ke-4, Dewi meraih penghargaan sebagai pemain terbaik perempuan.
     Meski tak mudah, suami-istri ini kompak bahu-mebahu melestarikan wayang orang sesuai kebutuhan dan gaya hidup zaman. Bagi mereka, wayang orang tetap mempunyai dinamika dan kemampuan berdialog dengan zaman yang berubah. Wayang orang bukanlah milik masa lalu.
     "Cita-cita saya adalah menjadikan wayang orang sebagai opera terbaik di dunia," kata Suryandoro.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 14 MEI 2012

Kamis, 10 Mei 2012

Sagio: Teguh Hati dengan Wayang

SAGIO
Nama lain: ML Perwita Wiguna
Lahir: Bantul, DI Yogyakarta, 14 Juli 1951
Pendidikan: Sekolah Menengah Pertama
Penghargaan:
- Upakarti, 1990
- Penghargaan Seni dari Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Ditengah kian langkanya pelaku tradisi, Sagio, warga Dusun Gendeng, Bangun Jiwo, Bantul, DI Yogyakarta, berteguh hati menjalani usahanya membuat wayang kulit. Puluhan tahun Sagio bertekun, melewati "zaman keemasan" dan menghadapi masa penuh pergulatan.

OLEH INDIRA PERMANASARI

Begitu menjejakkan kaki di rumah Sagio di Dusun Gendeng, atmosfer "serba wayang"  terasa. Ruang depan rumah Sagio sekaligus menjadi ruang pajang wayang kulit, lukisan wayang, dan berbagai kerajinan kulit lainnya. Dari bengkel di samping ruang pajang itu, suara palu yang menghantam alat pahat di atas lembaran kulit sayup terdengar. Di ruang terbuka itu berbagai tokoh wayang kulit dilahirkan.
     Wayang kulit terbuat dari kulit kerbau yang direndam semalaman, dikeringkan, dan ditipiskan dengan sayatan pisau. Lembaran kulit yang hampir tembus pandang itu lalu digambar mengikuti pola tokoh wayang yang diinginkan. Kemudian kulit pun ditatah dan diwarnai.
     Wayang kulit buatan Sagio memperhatikan detail dan halus pahatannya. Ada sekitar 250 tokoh wayang pernah digambar dan dipahat Sagio.  
Kepala negara, menteri, dan pelanggan dari luar negeri sering memesan karyanya untuk koleksi, buah tangan, bahkan disimpan di museum pada era 1980-an sampai akhir 1990-an.
     Wayang yang digemari umumnya tokoh-tokoh kisah Ramayana dan Mahabharata, yang kerap diangkat dalam sendratari. Pada masa itu, wayang-wayang produksi Griya Ukir Kulit milik Sagio dijual pula digerai departmen store kelas atas Jakarta dan hotel-hotel berbintang.
     Banyaknya permintaan membuat Sagio mempekerjakan hingga 40 orang di bengkelnya. Dia mendidik dan merekrut pula orang-orang di desanya untuk membuat wayang.
     "Dalam setahun, dua pemuda nyantrik, belajar membuat wayang. Mereka tinggal di rumah saya," ujarnya.
     Sagio menurunkan ilmu memahat dan mewarnai wayang yang dimilikinya kepada sekitar 50 pemuda, mulai tahun 1971 hingga 1997. "Supaya kampung saya menjadi kampung wayang. Anak-anak itu belajar bermodal kemauan dan ketekunan, tak usah membayar," katanya.
     Menatah atau memahat wayang yang detail, halus, dan sesuai dengan pakem tokoh wayang tertentu membutuhkan waktu. Belum lagi pekerjaan mewarnai alias menyungging dengan cat akrilik. Satu gunungan, misalnya, baru tuntas dikerjakan sekitar 1,5 bulan. Tak heran jika harganya mencapai jutaan rupiah.
     "Untuk satu tokoh Kresna yang berstandar tinggi dan berukuran sedang perlu sekitar 10-15 hari penggarapan. Berbeda dengan wayang cendera mata berukuran sama yang bisa dikerjakan lima buah dalam sehari," ujarnya.
     Tahun 1990, Sagio mendapat anugerah Upakarti dari Presiden Soeharto atas pengabdiannya, serta penghargaan seni dari Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia pun mendapat kesempatan berpameran keliling dunia, antara lain ke Taiwan, Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Perancis, Selandia Baru, China, Italia, dan Jerman.
     Untuk membagikan ilmunya, Sagio menulis buku Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta; Morfologi, Tatahan, Sunggingan dan Teknik Pembuatannya bersama adiknya, Samsugi. Sebanyak 178 gambar tokoh wayang dalam buku itu dia gambar sendiri. Sagio selalu menggambar sendiri tokoh wayangnya di kertas berukuran A3.
     Jadilah gambar wayang berwarna-warni memenuhi meja kerjanya. "Saya malah senang kalau gambar saya difotokopi dan dipakai sebagai pola oleh perajin lain. Itu artinya tetap ada orang yang menatah wayang," ujarnya.

Dari ayah

     Sagio belajar membuat wayang dari sang ayah, Jaya Perwita, perajin wayang. "Sejak kecil saya sudah senang wayang. Saya suka membuat wayang dari daun singkong dan rumput," kata Sagio yang mulai membuat wayang kulit sejak usia 11 tahun.
     Zaman Sagio kecil, belum ada hiburan dan televisi atau akses internet. "Satu-satunya hiburan, ya wayang dan sejak saya masih kecil lihatnya itu saja. Jadi, (wayang) sudah tertanam dalam diri saya. Sekarang begitu bayi lahir sudah melihat televisi, internet, dan handphone, hiburannya sudah lain," tuturnya.
     Tahun 1967 hingga 1975, Sagio memperdalam keterampilan memahat wayang dengan berguru kepada seorang empu wayang, MB Prayitna Wiguna alias Mbah Bundu dari Keraton Yogyakarta. Menyelami ilmu membuat wayang dari empu wayang keraton membuka kesempatan baginya untuk mengamati wayang bertatah halus dan pertunjukan kelas keraton. Jalan hidup mendekatkannya dengan keraton. Ia lalu diangkat sebagai abdi dalem Keraton Ngayogyakarta.
     Sagio menganggap wayang tak semata hiburan. "Wayang itu gambaran karakter manusia," ujar pengagum tokoh Hanoman ini.
     Ia mengistilahkan Hanoman sebagai "jenderal kera". Tokoh ini merupakan cerminan sifat yangtak pernah gagal melaksanakan tugas, mempunyai harga diri, tahu diri, dan tak sombong. Di mata Sagio, kisah pewayangan dan sifat tokoh-tokohnya mengandung tontonan, tuntunan, dan tatanan hidup.

Tetap setia

     Kisah kerajinan wayang sebagai sumber penghidupan berubah sejak krisis moneter tahun 1997 dan ledakan bom Bali tahun 2002. Peristiwa itu memurukkan industri pariwisata. Turis asing enggan berpelesir ke Tanah Air.
     Usaha kerajinan, termasuk wayang kulit, pun ikut terpukul. Apalagi, 75 persen pembeli karya dari Griya Ukir Kulit adalah turis asing. Sagio bertahan dengan pembeli dari dalam negeri dan penjualan berbagai cendera mata berbahan kulit.
     Bengkel milik Sagio pun menjadi sepi lantaran hanya tersisa lima orang pembuat wayang. Di Dusun Gendeng yang sejak lama terkenal sebagai dusun pembuat wayang, alat pahat dan kuas pewarna pun ditinggalkan.
     "Mereka alih profesi menjadi pekerja bangunan atau cleaning service.
Dulu, ada sekitar 150 perajin, sekarang tersisa sekitar 50 orang saja yang membuat wayang. Saya iba, tetapi tak punya kekuatan apa-apa. Zaman sudah berbeda," ungkapnya.
     Kekhawatiran terbesar Sagio adalah terputusnya generasi pembuat wayang. Perajin wayang kulit, kata Sagio, umumnya belajar otodidak dari perajin lama.
     "Kalau keterampilan ini ditinggalkan, 25 tahun ke depan bisa jadi tidak ada lagi orang yang akan membuat wayang. Dulu, daerah Kedu dan Kaligesing, Purworejo, terkenal dengan wayang yang tatahannya bagus, sekarang tinggal kenangan. Di Dusun Gendeng, mungkin akan begitu juga lama-kelamaan," paparnya.
      Hal itu pula yang mendorong Sagio tetap setia menggambar dan memahat wayang. Meski tidak ada pesanan pun, dia tak ingin meninggalkan wayang yang telah menyatu dengan hidupnya.

Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 11 MEI 2012

Daud Yordan: Masa Depan Tinju Indonesia

DAUD "CINO" YORDAN
Lahir: Simpang Dua, Ketapang, kalimantan Barat (Kalbar), 10 Juni 1987
Pendidikan:
- SDN-7 Ketapang, Kalbar, 2001
- SMP Ragunan, Jakarta 2003
- SMA Ragunan, Jakarta 2006
Prestasi:
Amatir Nasional Yunior:
- Kejurnas Kalteng, 1997
- Kejurnas DKI Jakarta, 1998, 1999, 2000
Amatir Nasional Senior:
- Kejurnas DKI Jakarta, 2001, 2002, 2003
- Pelatnaas SEA Games XXII Hanoi, 2003
- Medali Perak PON XVI Palembang, 2004
- Pelatnas Pra-Olimpiade XXVIII Athena, 2004
- Pelatnas SEA Games XXIII Manila, 2005
Profesional:
- Juara Youth WBO Asia-Pasifik, 2007
- Juara WBO Senior Asia-Pasifik, 2008
- Juara WBO Oriental Asia, 2010
- Juara IBO Asia-Pasifik, 2011
- Juara Dunia IBO, 2012

* Semua gelar juara diraih pada kelas bulu 

Daud "Cino" Yordan, sang juara dunia tinju kelas bulu versi Organisasi Tinju Internasional, bisa dikatakan sebagai salah satu ikon, khususnya di dunia tinju profesional Indonesia

OLEH KORANO NICOLASH LMS

Keberadaan Daud, yang Sabtu (5/5) lalu menjadi juara dunia kelas bulu Organisasi Tinju Internasional (IBO), fenomenal. Untuk memperebutkan gelar juara dunia kelas bulu IBO yang kosong, di Marina bay Sand, Singapura, ia harus menghadapi salah satu raja knock out (KO) asal Filipina, Lorenzo G Villanueva (26).
     Villanueva dari Midsayap, Cotabato, Filipina, yang dijuluki "Thunderbolt" atau petir, oleh sejumlah pengamat tinju profesional dunia dikatakan sebagai "Manny Pacquiao muda".
     Itu tak hanya karena Villanueva juga petinju bertangan kidal, tetapi juga karena kekerasan pukulan tangan kirinya sudah menelan 21 korban KO dari 22 pertarungan. Rata-rata lawan yang dia dipukul KO hanya bisa bertahan dua-tiga ronde.
     Freddie Roach, pelatih Pacquiao yang juga membantu menangani petinju amatir Amerika Serikat untuk Olimpiade 2012 London, pun pernah melatih Villanueva.
    Villanueva sempat memperlihatkan kelasnya sebagai salah satu calon bintang tinju profesional Filipina. Ia memukul jatuh Daud pada ronde pertama, dari 12 ronde laga yang direncanakan. Ronde baru berlangsung 47 detik dari laga tiga menit setiap rondenya.
     "Pukulan straight kirinya memang keras. Sebenarnya saya sudah menjaga jarak. Tetapi dia memperpanjang jangkauannya dengan menundukkan badan. Itu sebabnya pukulan straight dia tetap masuk," tutur Daud (24) yang berasal dari Sasana Kayong Utara, Kalimantan Barat.
      Dengan pengalaman yang dimiliki, setelah menerima pukulan keras lawan, Daud tak langsung berdiri. Ia berlutut dengan kaki kiri, hingga wasit Phil Austin asal Australia menyelesaikan hitungan kedelapan. 
     Guna menghindari masuknya pukulan yang sama, Daud menambah jauh sedikit jarak dari tangan kiri lawan sekalipun masih berada dalam jangkauan jarak pukulnya. Itu sebabnya, setelah lolos dari ronde pertama dan memasuki ronde kedua, ia bisa mengontrol amukan Villanueva yang melontarkan kombinasi pukulan keras.
     Tetapi ronde kedua bukan milik Villanueva. Ini terlihat ketika satu pukulan straight pendek tangan kanan Daud menjatuhkannya saat pertandingan baru berlangsung 26 detik. Namun, Villanueva bangkit dan langsung melakukan serangan membabi-buta. Daud kembali melepas pukulan hook kanan yang keras persis di dagu kiri Villanueva.
     Pukulan itu membuat Villanueva ambruk untuk kedua kali, hanya selang 19 detik kemudian. Setelah dinyatakan kalah KO pada ronde kedua, petinju Filipina itu harus dipapah agar bisa berdiri.
     Daud mampu mengubah keadaan hanya dalam hitungan menit. Setelah dipukul jatuh pada ronde awal pertama, pada ronde kedua ia menjadi juara tinju dunia IBO. Dia menjadi juara dunia tinju profesional Indonesia yang kelima. "Ini perwujudan dari impian panjang saya," tutur Daud.
     Ia menyusul jejak empat petinju Indonesia yang menjadi juara dunia tinju profesional sebelumnya, yakni Ellyas Pical (juara dunia kelas terbang super IBF 1982), Nico Thomas (juara dunia kelas terbang mini IBF 1989), M Rahman (juara dunia kelas terbang mini dua kali, IBF 2004 hingga 2007 dan kelas terbang mini WBA 2011), dan Chris John (juara dunia kelas bulu Super Champion WBA 2003 hingga kini).

Pelatih Indonesia

     Daud mampu menjadi juara dunia dengan pelatih Indonesia. Hal serupa berlangsung sejak masa Ellyas Pical. Seperti keempat petinju Indonesia sebelumnya, Daud juga dilatih mantan petinju Damianus Yordan yang juga kakak kandungnya.
     Namun, Damianus menolak disebut sebagai "pelatih" Daud. "Saya cuma 'pendamping' Daud. Kalau pelatih itu kan, orang pertama yang memberikan latihan tinju kepada dia," kata Damianus sambil tertawa.
     Apa pun, keberhasilan Daud menjadi juara dunia kelas bulu IBO memperlihatkan bahwa pelatih Indonesia tak kalah istimewa dibandingkan dengan pelatih asing.
     Contoh mutakhir adalah Chris John. Dia semula dilatih Sutan Rambing, sang pemilik Sasana Orang Tua Semarang, Jawa Tengah. Tetapi setelah menjadi juara dunia, tahun 2005 Chris John memilih ditangani pelatih asal Australia, Craig Christian, hingga kini.
     Berkaitan dengan Daud, sempat ada kelompok yang berharap agar dia pun ditangani pelatih asing. Tentu dengan harapan agar selain teknik bertinjunya semakin matang, Daud juga memburu dan mempertahankan gelarnya lebih lama.
     Namun, ketika pecinta tinju nasional membandingkan antara Daud Yordan yang ditangani pelatih nasional dan Chris John setelah dipegang pelatih asing, terlihat bagai "langit" dan "bumi".
     Chris John saat ditangani Sutan Rambing dalam catatan laga profesionalnya sejak tahun 2000, lebh banyak mencatat kemenangan KO ataupun TKO. Tetapi di bawah Craig pemilik Sasana Harry's Gym di Perth, Australia, terhitung hanya tiga kali Chris John bisa menang TKO.
     Padahal, menurut sebagian pecinta tinju nasional, lawan yang dihadapi Chris John bisa dikategorikan sebagai petinju 'yang masih  hijau'. Salah satunya Shoji Kimura yang hanya kalah angka dari Chris John, Sabtu (5/5) lalu.
     Tentu bukan jemawa kalau Daud  berharap agar promotornya, Raja Sapta Oktohari, mempertemukan dirinya dengan Shoji Kimura. Sekalipun, petinju asal Yokohama, Jepang itu adalah penantang urutan ke-14 juara dunia kelas bulu WBA.
     Selama berkiprah di bidang tinju ini, Daud pernah kalah dua kali dan imbang dua kali dari total laganya 32 kali. Namun, dia mampu menang 29 kali, dengan 23 kemenangan di antaranya diraih lewat KO dan TKO.
     Lawan yang harus dihadapi Daud pun bukan petinju "kemarin sore". Contohnya, selain Villanueva adalah Frankie Archuleta, petinju asal Amerika Serikat, yang perlawanannya dihentikan Daud pada ronde ke-4, dari 10 ronde yang direncanakan.
     Kemenangan dalam laga yang berlangsung di Challenge Stadium, Mt Claremont, Western Australia, Australia, 30 November 2011, itu, langsung menobatkan Daud sebagai juara kelas bulu IBO Asia-Pasifik yang kosong.
     Satu hal lagi yang fenomenal dari laga daud, yakni keberadaan Raja Sapta Oktohari sebagai promotor. Ini tentu bukan karena usia Okto, panggilan pria asal Kalimantan Barat itu yang berusia 36 tahun. Tapi, karena kemampuan Okto membawa petinju Indonesia tampil di luar Tanah Air.
     Dari Singapura Daud dan Okto tak hanya berhasil membawa pulang gelar juara dunia, tetapi juga menambah seorang lagi petinju Indonesia yang mampu meraih gelar juara dunia....

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 10 MEI 2012

Rabu, 09 Mei 2012

Akib Ibrahim: Kepala Sekolah Pertanian Unggulan


AKIB IBRAHIM
Lahir: Tasikmalaya, 15 Juli 1964
Istri: Nenden Nurnawati
Anak:
- Luthfi Faishal Fauzi (18)
- Fakhri Muhammad Reza (13)
- Rizki Yazaid Makarim (8)
Pendidikan:
- SPMA Tasikmalaya, 1984
- D-3 Penyuluhan Pertanian Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian, IPB, 1987
- S-1 Universitas Islam Nusantara, Bandung, 1998
- Magister Manajemen Universitas Satyagama, Jakarta, 2001
Organisasi:
1. Ketua Majelis Pembimbing Guru SMKN 1 Pacet, 2003-kini
2. Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMK Kabupaten Cianjur, 
   2010-2011
Penghargaan, antara lain:
1. Juara I Kepala Sekolah berprestasi Kabupaten Cianjur, 2009
2. Juara I Pemilihan Kepala Sekolah Berwawasan Lingkungan Berprestasi 
    Kelompok SMA-SMK Kabupaten Cianjur, 2010
3. Juara I Pemilihan Kepala Sekolah Berwawasan Lingkungan Berprestasi
    Kelompok SMA-SMK Tingkat Provinsi Jawa Barat, 2010
4. Juara I Pemilihan Kepala Sekolah Berprestasi Kelompok SMA-SMK Tingkat
    Kabupaten Cianjur, 2011
5. Juara I Kepala Sekolah Inovasi Pendidikan Karakter Bangsa Tingkat 
    Nasional, 2011

Pertanian melekat dalam keseharian Akib Ibrahim, Kepala Sekolah SMKN 1 Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang memang anak petani. Ia memilih jadi pendidik di sekolah menengah pertanian karena meyakini pertanian harus bangkit untuk menyelamatkan masa depan Indonesia.

OLEH ESTER LIENCE NAPITUPULU

Kegigihan Akib untuk memajukan sekolah menengah pertanian membuahkan hasil. Bermula hanya dari kelas jauh, Akib bersama guru sukarelawan yang digandengnya berhasil mengubah sekolah yang menumpang di lahan masyarakat menjadi salah satu ssekolah menengah kejuruan (SMK) pertanian terbaik di negeri ini.
     Awalnya, SMKN 1 Pacet merupakan kelas jauh dari SMKN 3 Cianjur yang dibuka di sentra-sentra pertanian pada tahun 2003. Tujuannya, meningkatkan minat anak-anak muda untuk melanjutkan ke SMK pertanian. Dengan penuh semangat, Akib mengembangkan kelas jauh ini. Ketiadaan ruang belajar tak membuat Akib kehilangan akal untuk menyelenggarakan proses belajar-mengajar.
     Akib mendapat dukungan dari kenalannya, Endang Ibin alias Abah Ibin, salah satu tokoh pertanian di Cianjur. Para siswa pun belajar di lahan Abah Ibin. Ada juga yang belajar di lahan kosong Villa Aquila. Masyarakat menyebut sekolah yang belajar menumpang di lahan kosong tersebut "sekolah lapang".
     Kelas jauh ini yang dipimpin Akib terus berkembang menjadi SMKN 5 Cianjur. Siswa sekolah yang kemudian menjadi SMKN 1 Pacet ini, yang awalnya berjumlah 58 orang, kini mencapai 1.200 orang. SMKN 1 Pacet juga memiliki hotel untuk program keahlian pariwisata. Program ini untuk mendukung pariwisata yang memanfaatkan pertanian.
     Sekolah memperkenalkan pertanian modern hidroponik. Produk tanaman hidroponik karya siswa, seperti paprika hijau, merah dan kuning, tomat ceri, terung, serta beragam tanaman hias, diminati supermarket modern. Sekolah juga menggandeng petani sekitar untuk bekerja sama memenuhi permintaan pasar modern.
     "Saya hanya ingin berbuat yangterbaik. Jika SMK kecil dinilai bisa menjadi sekolah unggulan, saya berharap ini bisa menjadi inspirasi untuk model pengembangan pendidikan," ujar penerima penghargaan Satya Lencana Kepala Sekolah Berprestasi Tingkat Nasional 2011 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Mengurus kebun

     Selepas program D-3 Institut Pertanian Bogor, Akib menjalani ikatan dinas ssebagai guru di Sekolah Menengah Teknologi Pertanian di Sitiung, Sumatera Barat (1987-1993). Berada di daerah terpencil, Akib tidak pernah berkesempatan ikut pendidikan dan pelatihan guru. Akib sempat mencoba melanjutkan kuliah. Sebenarnya, Akib diterima di dua perguruan tinggi negeri berbeda, tetapi Dinas Pendidikan Sumatera Barat tidak mengizinkan.
     Akhirnya Akib mendapat kesempatan saat ditugaskan mengajar di SMTP di Cianjur tahun 1993. "Di situlah saya baru merasakan dunia luar. Baru tahu ada penataran guru. Penataran biasanya hanya untuk guru senior," katanya.
     Akib memilih menjadi pengurus lahan orang lain untuk menambah penghasilan gaji gurunya yang tidak memadai. Dia bekerja di kebun orang seluas 30 hektar untuk mengurus tanaman durian.
    "Saya keluar rumah pukul 05.30 untuk mengurus kebun. Pukul 08.00 baru ke sekolah. Dari sekolah ke kebun lain lagi. Dari cara seperti inilah, saya mendapatkan uang. Alhamdulillah,  rezeki ada sepanjang kita mau berbuat," katanya.
     Kesetiaan Akib menjadi guru pertanian membuat dia diberi tanggung jawab mengelola kelas jauh pertanian. Dia pun merekrut guru honorer, mulai dari pemuda pengangguran hingga ustadz. "Sempat kesulitan dana. Untuk gaji guru honorer, sering saya pakai uang sendiri," kenangnya.
     Akib tak menyerah memajukan sekolah yang dipercayakan kepadanya. "Saya besarkan hati anak-anak supaya tetap semangat belajar meskipun fasilitas tidak ada. Asal punya semangat dan kebersamaan, pasti punya masa depan," kata Akib.
     Perjuangan Akib membuahkan hasil. Kelas jauhnya yang kemudian menjadi SMKN 5 Cianjur mendapat bantuan senilai Rp 250 juta untuk membangun ruang kelas. Tetapi, saat itu, guru sudah tiga bulan tidak digaji. Komite menyepakati, dana senilai Rp 50 juta untuk menalangi gaji guru. Selebihnya untuk pembangunan sekolah.

Semula tak diperhitungkan

     Sekolah lapang, yang awalnya sempat tidak diperhitungkan, perlahan menunjukkan prestasi. Ketika sekolah ini ikut lomba keterampilan siswa SMK tahun 2005, siswa keahlian peternakan meraih juara satu tingkat Kabupaten Cianjur dan Provinsi Jawa Barat. Sekolah pun mulai dilirik pemerintah setempat.
     Akib sempat dicibir ketika mendaftarkan sekolahnya ikut rintisan sekolah rintisan sekolah bertaraf internasional. Saat itu siswanya masih sedikit dan sarana prasarana sekolah belum lengkap. "Saya bukan mencari gengsi dan dana, tetapi semata-mata supaya pertanian punya daya saing internasional," ujar Akib.
     Dia mendapat kesempatan berkunjung ke Filipina untuk belajar soal pertanian dan membangun kemitraan sekolah dengan Jepang dan Kanada. "saya mempelajari bagaimana kunci sukses pendidikan di negara orang, semisal Jepang, bisa maju. Lalu, saya terapkan dalam hal disiplin, tepat waktu, dan karakter lain yang dibutuhkan untuk anak-anak sukses dalam pendidikan di sekolah," paparnya.
     Hasilnya, lulusan SMKN 1 Pacet selalu masuk dalam program magang pertanian ke Jepang.
     Keberhasilan Akib mengantarkan SMKN1 Pacet membuat sekolah yang tak "dilirik" ini menjadi pusat pelatihan bagi sekolah lain ataupun masyarakat. Mereka mencontoh pengembangan sekolah dalam berbagai hal, termasuk kewirausahaan. Para guru pun menjadi narasumber di berbagai provinsi.
     Akib bertekad mengembangkan pendidian pertanian. "Saya sedih, di Indonesia ada ahli pertanian, tetapi pasar dibanjiri produk pertanian dari luar negeri. Padahal, kalau ditekuni, pertanian menghasilkan keuntungan yang besar," katanya.

Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 4 MEI 2012

Senin, 07 Mei 2012

Harry Palmer: Memberdayakan Betawi

HARRY PALMER 
Lahir: Jakarta, 24 September 1947
Istri: Maria Gouw (53)
Anak:
- Henny Sunandar (35)
- Herwin Sunandar (33)
Pendidikan:
- SD Negeri Palmerah, Jakarta
- SMP Negeri 16 Palmerah
- SMA Negeri 6 Bulungan, Jakarta
- Sekolah Tinggi Teknik Nasional, Jakarta

Lampu warna-warni di Bentara Budaya Jakarta menyala benderang saat empat penyanyi Harry's Palmer Orchestra mendendangkan lagu "Damai" karya Guruh Soekarnoputra, pekan lalu. Sajian musik itu membuka acara Betawi Punye Gaye yang diselenggarakan Forum Kajian Antropologi Indonesia.

OLEH WINDORO ADI

Pada pembukaan acara yang berlangsung hingga Minggu (29/4) mendatang, umbul-umbul kembang kelapa terikat di tiang-tiang. Di belakang para penyanyi, sejumlah pria berjas dan bertopi memainkan kendang, suling, drum, tekyan, gambang keromong, kecrek, gong, gitar, trombon, dan biola.
     Alunan musik mereka mengepung dua ruang yang memamerkan bermacam perangkat kebudayaan Betawi, termasuk miniatur rumah Betawi.
     Sepanjang malam itu, selain melantunkan lagu pop, Harry's Palmer Orchestra membawakan "adonan" lagu-lagu berirama keroncong, gambang keromong, dan dangdut dengan iringan lima penari  latar. Apa pun jenis musiknya, warna Betawi mereka tak hilang.
     "Kalau kesenian Betawi mau bertahan, ya harus mampu menyerap budaya pop agar bisa tampil di acara-acara komersial. Hanya dengan cara itu seniman Betawi bisa bertahan hidup. Tinggal bagaimana kita menggarapnya. Kalau digarap serius, pasti hasilnya bagus," kata Harry Palmer, pemilik Harry's Palmer Orchestra. Ia didampingi sang istri, Maria Gouw (53), yang malam itu berkebaya encim warisan neneknya.
     Jika tak mau menyerap perkembangan budaya dari luar, kesenian Betawi bakal punah setelah terseok-seok tampil di gang sempit atau pinggiran Jakarta. "Para seniman, juru rias, penata busana, dan sejumlah penjaga tradisi Betawi kan harus mencari nafkah. Kalau mata pencarian mereka tergilas industri pop dan gaya hidup metropolis, bagaimana bisa mempertahankan dan mengembangkan kesenian Betawi," katanya.
    Menurut Harry, mengharpkan subsidi pemerintah hanya membuat mereka melemah. "Mereka membutuhkan peluang. Untuk merebut peluang, mereka harus mampu bersaing. Agar bisa bersaing, mereka harus diberdayakan. Pemain musik, misalnya, harus bisa membaca dan membuat partitur.Pemain teater atau penari Betawi harus mengerti sejarah teater dan tarian yang dibawakan," ujarnya. Seniman Betawi pun harus mampu merebut dan menciptakan pasar.
     Kakek tiga cucu yang tumbuh di kawasan Rawabelong, Jakarta, ini berpendapat, yang tak boleh berubah adalah prinsip keterbukaan dan kemajemukan budaya. Dengan prinsip itu, seharusnya kesenian Betawi menjadi lebih kaya.
     Harry tak sekadar berwacana, sejak tahun 2005 ia mengembangkan kelompok musik yang dia warisi dari mendiang neneknya. Gambang keromong dia kembangkan menjadi keroncong dan pop tanpa mengubah warna Betawi.
     "Saya tetap mempertahankan gambang keromong sebagai ciri Betawi. Tinggal saya tambahkan alat musik lain seperti biola, drum, keyboard, trombon, dan gitar," ujarnya.
     Lagu-lagu yang disajikan pun tak sebatas lagu-lagu lama Betawi, tetapi juga lagu pop dengan "rasa Betawi". "Kalau kami hanya menampilkan gambang keromong dan lagu Betawi lama, siapa penikmatnya?"
     Ia membiayai semua kebutuhan orkestra, termasuk sebagian biaya hidup pemain musiknya. Di antara mereka adalah musisi dan anak-anak seniman Betawi. Sepekan dua kali mereka berlatih di studio milik Harry di kawasan Palmerah.
     "Sebagian besar pesanan manggung masih dari saya. Suatu saat nanti mereka harus mandiri. Kelak, saya tinggal menikmati musik yang mereka bawakan saat latihan di studio," ujar Harry.
     Ia menekankan kembali pentingnya seniman Betawi menciptakan pasar. "Tantangannya di Jakarta lebih berat karena jasa hiburan di Jakarta bermacam-macam dan melimpah," ujarnya.

Sang nenek

     Kecintaan Harry pada kesenian Betawi tumbuh sejak ia berusia lima tahun. Neneknya, Phang Owan, menyukai lenong, gambang keromong, dan cokek. Phang Owan menikah dengan tuan tanah di Banten. Meski memiliki banyak rumah, Phang Owan tinggal di rumah Betawi di Tenjo, Bogor, Jawa Barat.
     Rumah Phang Owan tak pernah sepi dari suara gambang keromong. Ia punya 30 pemain tetap. Setiap awal bulan, Phang Owan menggelar lenong. Saat para pemain lenong berisitirahat, puluhan orang berebut menari dengan para cokek yang sebagian adalah kembang desa.
     Kala itu, pementasan lenong menyajikan kisah-kisah tentang pertikaian antara pendekar, mandor, centeng, dan tuan tanah serta percintaan antara tuan tanah keturunan Cina dengan gadis pribumi.
     Setelah suaminya meninggal Phang Owan tetap menampilkan gambang keromong, lenong, dan cokek. "Biayanya dari ayah saya (anak Phang Owan). Ia salah satu juragan batik Betawi di Rawabelong," kata Harry tentang sang nenek yang meninggal pada usia 78 tahun.

Kerusuhan 1998

     Setelah lulus Sekolah Tinggi Teknik Nasional (kini Institut Sains dan Teknologi Nasional) di Jakarta, Harry berdagang pakaian di Glodok, Jakarta. Setelah 25 tahun berdagang, tokonya ludes dijarah dan dibakar saat kerusuhan Mei 1998.
     "Saya harus memulai usaha dari awal. Tiga bulan pertama setelah kerusuhan, saya hanya menjual pakaian empat setel setiap bulan," kenangnya.
     Harry sempat putus asa sebelum muncul ide membuat jas. "Waktu itu saya berpikir, saat seorang pria hendak menikah, ia pasti membeli jas." Ia lalu membuka usaha menjahit jas. Pesanan membuat jas bertambah dengan cepat. Sebulan ia bisa menjual 25-30 jas.
     Tahun 1999, setiap bulan ia membuat 100 jas dan memperluas usahanya dengan membuka gerai di Mal Taman anggrek, Jakarta. "Padahal, waktu mengawali usaha ini, saya tak yakin prospeknya cerah," ujarnya.
     Untuk mengembangkan usaha, Harry mensponsori busana para artis, seperti Ferry Salim. Kini setiap bulan ia mendapat pesanan sekitar 500 jas.
     Ia menyisihkan sebagian penghasilan untuk membiayai kelompok kesenian Betawi. "Sebenarnya saya ingin memelihara semua budaya Betawi, tak cuma keseniannya. Tapi saya harus menyesuaikan pendapatan dengan keperluan sehari-hari."
     Harry sempat hendak membeli rumah bersejarah yang dibangun tuan tanah Andries Hartsinck, mantan petinggi VOC di Surakarta, yang berlokasi di kawasan Palmerah, Jakarta. Sayang ia "kalah harga" dari calon pembeli lain. Namun, yang membuat dia sedih, rumah yang dibangun tahun 1792 itu lenyap dibongkar pada tahun 1996.
     "Saya sempat membayangkan, di halaman rumah bersejarah itu setiap bulan bisa digelar pertunjukan teater, musik, dan tari Betawi yang dapat dinikmati banyak orang, termasuk anak muda," katanya.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 26 APRIL 2012