IDA YURINDA HIDAYAT
Lahir : Jakarta, 7 Maret 1945
Pendidikan, antara lain :
- Sekolah Rakyat Cikini, Jakarta
- SMPN 9 Jakarta
- SMA Budi Utomo, lulus 1963
- Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, tidak selesai
- Fakultas Hukum Universitas Indonesia, lulus 1973
Penghargaan :
- Life Achievement Award Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Barat, 2010
Pada usianya yang akan menginjak 67 tahun, Ida Yurinda Hidayat tak jua lelah berkeliling dari satu daerah ke daerah lain di wilayah Jawa Barat. Ida kerap menerobos gang-gang sempit, melewati jalan-jalan yang rusak berdebu, dan menelusuri pesisir pantai demi menemui kader-kader penggerak radio komunitas binaan Jaringan Radio Suara Petani yang dipimpinnya.
OLEH RINI KUSTIASIH & CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
Kegiatan tersebut sudah dirintis sejak 1989 saat dia berkecimpung dalam Majelis Keluarga Petani Mandiri Indonesia (MKPMI). Bersama sejumlah teman yang peduli terhadap nasib petani di Jawa Barat, Ida yang ketika itu sudah malang melintang dalam dunia jurnalistik menggerakkan petani untuk berdaya melalui teknik-teknik pertanian modern.
Jejak pengalamannya sebagai jurnalis masih kentara dalam pembawaannya yang tegas saat berbicara dan kritis ketika menyikapi kondisi petani belakangan ini. Menurut Ida, petani dan nelayan termasuk golongan masyarakat yang sulit mengakses informasi dari media massa.
Kepedulian Ida pada kehidupan petani terus tumbuh sekalipun dia tidak lagi bekerja sebagai jurnalis. Pada 1988-1989, Ida aktif di kalangan petani di Desa Sempora, Sumedang, Jawa Barat. Dalam berbagai pertemuan dengan para petani tersebut, Ida mengenalkan mereka pada teknik-teknik pertanian.
Salah satunya adalah dengan menanam cabai merah."Saat itu banyak sekali petani Desa Sempora, Sumedang, yang datang ke pertemuan untuk belajar tentang cara menanam cabai merah," katanya.
Menurut Ida, petani perlu diwadahi agarr pemberdayaan mereka bisa lebih ditingkatkan. Respons yang baik dari Ikatan Keluarga Petani Sempora tersebut kemudian menuntun dia untuk mendirikan MKPMI, sebuah organisasi petani yang wilayah cakupannya lebih luas, meliputi seluruh Jawa Barat. Untuk itu, Ida kemudian aktif berkeliling ke berbagai daerah di Jawa Barat.
Radio komunitas
Salah satu kunjungannya ke sebuah desa di Kecamatan Bangodua, Indramayu, pada 1992, mewarnai perjalanan hidup selanjutnya. Ida yang saat itu diantarkan rekannya, Syamsudin Simoon, terheran-heran saat melihat banyaknya antena di permukiman warga.
Syamsudin lalu memberi Ida informasi bahwa antena radio "gelap" itu dikelola secara mandiri oleh warga dengan menggunakan frekuensi FM yang ketika itu sedang trend.
Kemudian terbersitlah ide Ida untuk memanfaatkan stasiun-stasiun radio tersebut bagi kepentingan penyampaian informasi kepada para petani dan nelayan.
Maka, sepanjang 1999-2000, Ida menginventarisasi radio-radio "gelap" di sejumlah tempat di Jawa Barat untuk menjadi anggota Jaringan Radio Suara Petani (JRSP). Calon anggota JRSP juga diberinya pemahaman tentang pentingnya informsi bagi nelayan dan petani.
Pada tahap awal, ada sekitar 400 stasiun radio yang tergabung dalam JRSP. Namun, jumlah itu kemudian berkurang setelah keluarnya Undnag-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Stasiun-stasiun radio "gelap" di bawah binaan JRSP pun harus memenuhi persyaratan sebagaimana diamanatkan UU, antara lain mengisi frekuensi 107,7 FM-107,8 FM, daya pancar 50 watt, panjang antena tidak lebih dari 20 meter, dan jarak antarradio tidak lebih dari 2,5 kilometer.
Seiring berjalannya waktu, jumlah stasiun radio semakin menyusut. Sampai sekarang yang bertahan terdata 129 radio komunitas yang beroperasi di wilayah Jawa Barat.
Dari jumlah itu, radio komunitas terbanyak ada di wilayah Indramayu, yakni 48 unit. Daerah lain yang juga mengembangkan radio komunitas, antara lain, di daerah Cianjur, Sukabumi, Majalengka, dan Sumedang.
Ida,selaku Ketua Umum JRSP, turun langsung ke lapangan menyampaikan materi pertanian yang dinilai penting diketahui para petani.
Maka, berkembanglah materi yang disampaikan lewat radio-radio komunitas tersebut.Mulai soal harga gabah dan sayur-mayur di pasar, harga ikan di bandar, informasi masa tanam, pembagian air irigasi, hama di ladang, sampai tentang keperluan sehari-hari para petani dan nelayan.
Dalam beberapa kesempatan, pengelola radio-radio komunitas itu pun kerap mengundang para penyuluh pertanian untuk memaparkan program yang berguna bagi petani atau nelayan.
Kekuatan akar rumput
Agar menarik perhatian para pendengar, di sela-sela acara hiburan musik tarling, sandiwara, dan wayang kulit, pengasuh radio komunitas itu menyelipkan berbagai pesan. Misalnya, agar warga berhati-hati menghadapi virus HIV/AIDS, flu burung, sampai ancaman perdagangan manusia (trafficking).
Untuk menarik perhatian pendengar pada masalah dilingkungannya sendiri, radio komunitas juga mengudarakan tentang jalan kampung yang rusak atau pembagian beras untuk rakyat miskin (raskin) yang kemungkinan tak sesuai peruntukan. Lewat siaran radio komunitas, hal-hal yang menjadi bagian kehidupan petani dan nelayan mendapatkan panggungnya.
"Media besar pada tingkat regional, apalagi yang berskala nasional, kecil sekali kemungkinannya untuk mengangkat persoalan yang dianggap 'kecil', seperti jalan rusak di satu kampung atau blok tertentu. Sebaliknya, hal semacam itu justru menjadi perhatian dari radio komunitas," kata Ida.
Tidak jarang isu-isu di tingkat kampung bisa segera diatasi setelah didiskusikan secara hangat lewat radio komunitas. Hal itu seperti dilakukan Radio Ari FM di Desa Limpas, Kecamatan Patrol, Indramayu.
Dalam salah satu acaranya pada pukul 22.30-01.00, yakni segmen lagu lama, "curahan hati" warga Desa Limpas ditampung. Jadilah di sela-sela lagu dangdut dan tarling yang membahana, warga berbagi cerita tentang persoalan yang mereka hadapi.
"Soal jalan rusak, misalnya, kami bisa menagih janji kuwu (kepala desa) yang dulu sempat siaran di radio. Jadi, ada semacam kontrol sosial pada tingkat yang paling bawah dalam masyarakat," kata Carya (47), pengasuh Radio Ari FM yang dikenal sebagai Kang Rama saat mengudara.
Ida berkeyakinan, radio komunitas bisa menjadi kekuatan warga pada akar rumput untuk mandiri dan berkonsolidasi menyelesaikan persoalan mereka. Sayangnya, selama ini pemerintah cenderung abai terhadap keberadaan mereka. "Padahal, radio komunitas sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk menyampaikan program-program dan aturan-aturan di daerah itu," katanya.
Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 19 AGUSTUS 2011
WANITA YANG SEHARUSNYA DIIKUTI JEJAKNYA OLEH WANITA2 GENERASI MUDA INDONESIA
BalasHapus