Rabu, 09 Mei 2012

Akib Ibrahim: Kepala Sekolah Pertanian Unggulan


AKIB IBRAHIM
Lahir: Tasikmalaya, 15 Juli 1964
Istri: Nenden Nurnawati
Anak:
- Luthfi Faishal Fauzi (18)
- Fakhri Muhammad Reza (13)
- Rizki Yazaid Makarim (8)
Pendidikan:
- SPMA Tasikmalaya, 1984
- D-3 Penyuluhan Pertanian Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian, IPB, 1987
- S-1 Universitas Islam Nusantara, Bandung, 1998
- Magister Manajemen Universitas Satyagama, Jakarta, 2001
Organisasi:
1. Ketua Majelis Pembimbing Guru SMKN 1 Pacet, 2003-kini
2. Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMK Kabupaten Cianjur, 
   2010-2011
Penghargaan, antara lain:
1. Juara I Kepala Sekolah berprestasi Kabupaten Cianjur, 2009
2. Juara I Pemilihan Kepala Sekolah Berwawasan Lingkungan Berprestasi 
    Kelompok SMA-SMK Kabupaten Cianjur, 2010
3. Juara I Pemilihan Kepala Sekolah Berwawasan Lingkungan Berprestasi
    Kelompok SMA-SMK Tingkat Provinsi Jawa Barat, 2010
4. Juara I Pemilihan Kepala Sekolah Berprestasi Kelompok SMA-SMK Tingkat
    Kabupaten Cianjur, 2011
5. Juara I Kepala Sekolah Inovasi Pendidikan Karakter Bangsa Tingkat 
    Nasional, 2011

Pertanian melekat dalam keseharian Akib Ibrahim, Kepala Sekolah SMKN 1 Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang memang anak petani. Ia memilih jadi pendidik di sekolah menengah pertanian karena meyakini pertanian harus bangkit untuk menyelamatkan masa depan Indonesia.

OLEH ESTER LIENCE NAPITUPULU

Kegigihan Akib untuk memajukan sekolah menengah pertanian membuahkan hasil. Bermula hanya dari kelas jauh, Akib bersama guru sukarelawan yang digandengnya berhasil mengubah sekolah yang menumpang di lahan masyarakat menjadi salah satu ssekolah menengah kejuruan (SMK) pertanian terbaik di negeri ini.
     Awalnya, SMKN 1 Pacet merupakan kelas jauh dari SMKN 3 Cianjur yang dibuka di sentra-sentra pertanian pada tahun 2003. Tujuannya, meningkatkan minat anak-anak muda untuk melanjutkan ke SMK pertanian. Dengan penuh semangat, Akib mengembangkan kelas jauh ini. Ketiadaan ruang belajar tak membuat Akib kehilangan akal untuk menyelenggarakan proses belajar-mengajar.
     Akib mendapat dukungan dari kenalannya, Endang Ibin alias Abah Ibin, salah satu tokoh pertanian di Cianjur. Para siswa pun belajar di lahan Abah Ibin. Ada juga yang belajar di lahan kosong Villa Aquila. Masyarakat menyebut sekolah yang belajar menumpang di lahan kosong tersebut "sekolah lapang".
     Kelas jauh ini yang dipimpin Akib terus berkembang menjadi SMKN 5 Cianjur. Siswa sekolah yang kemudian menjadi SMKN 1 Pacet ini, yang awalnya berjumlah 58 orang, kini mencapai 1.200 orang. SMKN 1 Pacet juga memiliki hotel untuk program keahlian pariwisata. Program ini untuk mendukung pariwisata yang memanfaatkan pertanian.
     Sekolah memperkenalkan pertanian modern hidroponik. Produk tanaman hidroponik karya siswa, seperti paprika hijau, merah dan kuning, tomat ceri, terung, serta beragam tanaman hias, diminati supermarket modern. Sekolah juga menggandeng petani sekitar untuk bekerja sama memenuhi permintaan pasar modern.
     "Saya hanya ingin berbuat yangterbaik. Jika SMK kecil dinilai bisa menjadi sekolah unggulan, saya berharap ini bisa menjadi inspirasi untuk model pengembangan pendidikan," ujar penerima penghargaan Satya Lencana Kepala Sekolah Berprestasi Tingkat Nasional 2011 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Mengurus kebun

     Selepas program D-3 Institut Pertanian Bogor, Akib menjalani ikatan dinas ssebagai guru di Sekolah Menengah Teknologi Pertanian di Sitiung, Sumatera Barat (1987-1993). Berada di daerah terpencil, Akib tidak pernah berkesempatan ikut pendidikan dan pelatihan guru. Akib sempat mencoba melanjutkan kuliah. Sebenarnya, Akib diterima di dua perguruan tinggi negeri berbeda, tetapi Dinas Pendidikan Sumatera Barat tidak mengizinkan.
     Akhirnya Akib mendapat kesempatan saat ditugaskan mengajar di SMTP di Cianjur tahun 1993. "Di situlah saya baru merasakan dunia luar. Baru tahu ada penataran guru. Penataran biasanya hanya untuk guru senior," katanya.
     Akib memilih menjadi pengurus lahan orang lain untuk menambah penghasilan gaji gurunya yang tidak memadai. Dia bekerja di kebun orang seluas 30 hektar untuk mengurus tanaman durian.
    "Saya keluar rumah pukul 05.30 untuk mengurus kebun. Pukul 08.00 baru ke sekolah. Dari sekolah ke kebun lain lagi. Dari cara seperti inilah, saya mendapatkan uang. Alhamdulillah,  rezeki ada sepanjang kita mau berbuat," katanya.
     Kesetiaan Akib menjadi guru pertanian membuat dia diberi tanggung jawab mengelola kelas jauh pertanian. Dia pun merekrut guru honorer, mulai dari pemuda pengangguran hingga ustadz. "Sempat kesulitan dana. Untuk gaji guru honorer, sering saya pakai uang sendiri," kenangnya.
     Akib tak menyerah memajukan sekolah yang dipercayakan kepadanya. "Saya besarkan hati anak-anak supaya tetap semangat belajar meskipun fasilitas tidak ada. Asal punya semangat dan kebersamaan, pasti punya masa depan," kata Akib.
     Perjuangan Akib membuahkan hasil. Kelas jauhnya yang kemudian menjadi SMKN 5 Cianjur mendapat bantuan senilai Rp 250 juta untuk membangun ruang kelas. Tetapi, saat itu, guru sudah tiga bulan tidak digaji. Komite menyepakati, dana senilai Rp 50 juta untuk menalangi gaji guru. Selebihnya untuk pembangunan sekolah.

Semula tak diperhitungkan

     Sekolah lapang, yang awalnya sempat tidak diperhitungkan, perlahan menunjukkan prestasi. Ketika sekolah ini ikut lomba keterampilan siswa SMK tahun 2005, siswa keahlian peternakan meraih juara satu tingkat Kabupaten Cianjur dan Provinsi Jawa Barat. Sekolah pun mulai dilirik pemerintah setempat.
     Akib sempat dicibir ketika mendaftarkan sekolahnya ikut rintisan sekolah rintisan sekolah bertaraf internasional. Saat itu siswanya masih sedikit dan sarana prasarana sekolah belum lengkap. "Saya bukan mencari gengsi dan dana, tetapi semata-mata supaya pertanian punya daya saing internasional," ujar Akib.
     Dia mendapat kesempatan berkunjung ke Filipina untuk belajar soal pertanian dan membangun kemitraan sekolah dengan Jepang dan Kanada. "saya mempelajari bagaimana kunci sukses pendidikan di negara orang, semisal Jepang, bisa maju. Lalu, saya terapkan dalam hal disiplin, tepat waktu, dan karakter lain yang dibutuhkan untuk anak-anak sukses dalam pendidikan di sekolah," paparnya.
     Hasilnya, lulusan SMKN 1 Pacet selalu masuk dalam program magang pertanian ke Jepang.
     Keberhasilan Akib mengantarkan SMKN1 Pacet membuat sekolah yang tak "dilirik" ini menjadi pusat pelatihan bagi sekolah lain ataupun masyarakat. Mereka mencontoh pengembangan sekolah dalam berbagai hal, termasuk kewirausahaan. Para guru pun menjadi narasumber di berbagai provinsi.
     Akib bertekad mengembangkan pendidian pertanian. "Saya sedih, di Indonesia ada ahli pertanian, tetapi pasar dibanjiri produk pertanian dari luar negeri. Padahal, kalau ditekuni, pertanian menghasilkan keuntungan yang besar," katanya.

Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 4 MEI 2012

1 komentar: