Selasa, 22 Mei 2012

Dian Syarief: Suar yang Tak Pernah Padam

DIAN SYARIEF PRATOMO
* Lahir: Bandung, 21 Desember 1965
* Pendidikan: S-1 Farmasi Institut Teknologi Bandung
* Penghargaan:
   - International Lifetime Achievement Award dari The 9th International 
     Congress on Systemic Lupus Erythematosus di Vancouver, Kanada, Juni
     2010
   - Danamon Award Terfavorit 2 tahun 2010

Tahun 1999 saat berusia 33 tahun, Dian Syarief menyadari bahwa dia menyandang lupus, sebuah kelainan pada sistem kekebalan tubuh sehingga berbalik meyerang, bukan melindungi. Pengobatan yang harus dia jalani juga membawa konsekuensi lain, infeksi pada otak yang menyebabkan penglihatannya kabur dan dikategorikan "low vision". Pada tahun itu, dunia Dian seakan dijungkirbalikkan seketika.

OLEH DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO

Namun, bukannya menyerah, Dian justru tersadar bahwa kondisi yang menimpanya bisa juga terjadi kepada orang lain. Bersama suaminya, Eko Pratomo, mereka membentuk Yayasan Syamsi Dhuha (SDF) yang bertujuan memberikan sosialisasi terhadap lupus kepada masyarakat. Ketika itu, sebagian orang belum banyak tahu tentang lupus.
     Selain menyebarkan informasi, keberadaan SDF juga dimaksudkan sebagai kelompok dukungan bagi penyandang lupus di berbagai daerah lain. Orang yang hidup dengan lupus atau odapus juga harus mendapat pendampingan medis yang memadai. Mereka mesti bertemu dengan dokter dari berbagai keahlian mengingat kompleksnya dampak yang diakibatkan lupus terhadap tubuh.
     Dian mengharapkan agar SDF bisa menjadi nyala di tengah kegelapan, seterang suar dan terus menyala. Tak hanya kelompok dukungan, tetapi SDF juga berperan aktif dalam menggugah kesadaran pemerintah akan odapus di antara ratusan juta penduduk Indonesia.
     Mereka memberikan pelatihan untuk puskesmas-puskesmas agar tenaga medis di sini bisa mengidentifikasikan gejala lupus. Selain agar deteksi lupus lebih mudah diketahui di daerah masing-masing.
     SDF pun turut berjuang agar obat yang harus rutin dikonsumsi odapus dimasukkan dalam cakupan program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Upaya ini berhasil pada tahun 2010.
     SDF juga bergerak dalam kampanye penanganan lupus, khususnya dengan mendorong riset penggunaan bahan alami sebagai suplemen yang dibutuhkan odapus. Dian beralasan, inisiatif untuk mendorong riset bahan alami bagi odapus di Indonesia harus segera dilakukan guna mengurangi ketergantungan odapus pada bahan dari luar negeri.
     Selama dua tahun terakhir, SDF mendampingi riset, seperti penggunaan daun cocorbebek, ubi rambat, ataupun daun songgolangit untuk suplemen atau pengganti obat bagi odapus. Meski baru rintisan, setidaknya tindakan itu sudah dimulai, tak sekadar wacana.
     Dengan semua kegiatan itu, SDF mendapat Sasakawa Health Prize, penghargaan internasional dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Rencananya pemberian hadiah ini akan dilaksanakan pada 24 Mei 2012.
     Dian menuturkan, penghargaan tersebut menjadi pengakuan bagi upaya yayasan selama ini dalam menghadapi lupus. Selain itu, terakhir kali penghargaan serupa untuk bidang kesehatan juga diberikan kepada orang Indonesia pada tahun 1992 atau 20 tahun silam.

Tidak mengerti

     Pada orang yang menyandang lupus, sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi tubuh malah berbalik menyerang. Gejala umum yang didapati adalah peradangan pada muka yang membentuk seperti kupu-kupu.
     Gejala yang disebut flare itu sesekali kambuh bergantung pada kondisi tubuh dan mental odapus. Hingga kini belum ada obat ataupun terapi yang bisa menyembuhkan lupus. Menurut estimasi SDF, terdapat 200.000 penyandang lupus di Indonesia.
     Sebelum menyandang lupus, Dian adalah perempuan karier sejak tahun 1990. Menduduki jabatan di sebuah bank swasta dan bersuamikan Eko yang bekerja di perusahaan investasi hidup terasa lengkap baginya. Semua berubah pada tahun 1999 sewaktu Dian terkena lupus serta diharuskan menjalani pengobatan di luar negeri dan mengonsumsi berbagai obat.
     Pemberontakan sistem kekebalan tubuhnya ternyata juga menyebabkan infeksi di otak. Ini membuat penglihatannya berkurang hingga 95 persen.
     Dian butuh waktu untuk menerima keadaan itu. Ia masuk dalam kegelapan. Ia tak bisa lagi melihat warna dan harus mengandalkan indranya yang lain untuk mengetahui sekelilingnya.
     Dalam keadaan seperti itu, ia justru mengambil kesimpulan bukan hanya dia yang terjangkit lupus. Bahkan, lupus pun menyerang mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Oleh karena itu, harus ada upaya untuk membantu mereka.
     Dian dan suaminya lalu mendirikan SDF pada tahun 2003. Seperti arti namanya: matahari pagi, SDF menjadi lembaga yang getol menyosialisasikan lupus kepada masyarakat.
     Hal serupa diutarakan Eko. Salah satu alasan mereka mendirikan SDF adalah kebingungan. Saat  menyadari istrinya terjangkit lupus, mereka tak tahu kemana harus mendapatkan informasi. Informasi dari dokter juga sulit karena lupus harus ditangani lebih dari satu dokter mengingat gejalanya menyerang organ tubuh.

Tetap termotivasi

     Melalui SDF, Dian memiliki satu keinginan, yakni menyebarkan pesan kepada semua odapus agar tidak menyerah dengan kondisinya. Depresi yang kerap melanda odapus justru memicu reaksi berantai pada tubuh, yang mempercepat kerusakan pada organ tubuh.
       "Badan boleh sakit, tetapi jiwa tidak boleh," katanya.
     Beberapa contohnya adalah penerbitan buku bergaya novel berjudul Sunrise Serenade yang mengisahkan pengalaman pribadi dan dikemas dengan penuturan ala novel oleh penulis Sundea. Lewat buku itu, pembaca diharapkan terus menggelorakan semangat dan pantang menyerah terhadap lupus.
     Kepada odapus cilik, Dian memiliki pendekatan tersendiri dengan memperkenalkan kondisi tersebut lewat cara yang lebih ramah, melalui karakter kupu-kupu bernama Luppy. Tahun 2009 SDF membuat animasi pendidikan mengenai lupus berjudul Luppy Sahabatku yang Nakal.
     Tahun 2011 sebuah buku berisi daftar tanya jawab berjudul Luppy-nya Lagi Nakal Nih memuat informasi sederhana mengenai lupus.
     Tahun 2012, satu lagi buku yang diterbitkan, Catatan Si Luppy, memperkenalkan lupus dengan nama yang lebih akrab. Saat gejala lupus sedang kambuh, digambarkan melalui Luppy yang sedang nakal.
     Menurut Dian, Catatan Si Luppy diisi dengan kondisi kesehatan odapus, baik saat sedang kambuh maupun ketika sehat. Catatan tersebut bisa menjadi bahan evaluasi bagi odapus ataupun dokter yang memeriksanya.
     Bagaimana dengan Dian sendiri? Setidaknya dia adalah orang yang tak pernah diam meski terhalang oleh penglihatan yang sudah kabur. Dari tutur katanya, Dian selalu memberikan semangat bila menemukan temannya yang sedang bersedih. Sebuah penerang di dalam gelap seperti arti namanya.....

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 22 MEI 2012

1 komentar:

  1. sangat mengharukan, tetap semangat untuk bu Dian. Do'a q semoga lekas sembuh dan terus selalu memberikan semangat/motivasi yang luar biasa, sangat ingin sekali saya berjumpa dengan ibu Dian. terima kasih

    BalasHapus