Kamis, 10 Mei 2012

Daud Yordan: Masa Depan Tinju Indonesia

DAUD "CINO" YORDAN
Lahir: Simpang Dua, Ketapang, kalimantan Barat (Kalbar), 10 Juni 1987
Pendidikan:
- SDN-7 Ketapang, Kalbar, 2001
- SMP Ragunan, Jakarta 2003
- SMA Ragunan, Jakarta 2006
Prestasi:
Amatir Nasional Yunior:
- Kejurnas Kalteng, 1997
- Kejurnas DKI Jakarta, 1998, 1999, 2000
Amatir Nasional Senior:
- Kejurnas DKI Jakarta, 2001, 2002, 2003
- Pelatnaas SEA Games XXII Hanoi, 2003
- Medali Perak PON XVI Palembang, 2004
- Pelatnas Pra-Olimpiade XXVIII Athena, 2004
- Pelatnas SEA Games XXIII Manila, 2005
Profesional:
- Juara Youth WBO Asia-Pasifik, 2007
- Juara WBO Senior Asia-Pasifik, 2008
- Juara WBO Oriental Asia, 2010
- Juara IBO Asia-Pasifik, 2011
- Juara Dunia IBO, 2012

* Semua gelar juara diraih pada kelas bulu 

Daud "Cino" Yordan, sang juara dunia tinju kelas bulu versi Organisasi Tinju Internasional, bisa dikatakan sebagai salah satu ikon, khususnya di dunia tinju profesional Indonesia

OLEH KORANO NICOLASH LMS

Keberadaan Daud, yang Sabtu (5/5) lalu menjadi juara dunia kelas bulu Organisasi Tinju Internasional (IBO), fenomenal. Untuk memperebutkan gelar juara dunia kelas bulu IBO yang kosong, di Marina bay Sand, Singapura, ia harus menghadapi salah satu raja knock out (KO) asal Filipina, Lorenzo G Villanueva (26).
     Villanueva dari Midsayap, Cotabato, Filipina, yang dijuluki "Thunderbolt" atau petir, oleh sejumlah pengamat tinju profesional dunia dikatakan sebagai "Manny Pacquiao muda".
     Itu tak hanya karena Villanueva juga petinju bertangan kidal, tetapi juga karena kekerasan pukulan tangan kirinya sudah menelan 21 korban KO dari 22 pertarungan. Rata-rata lawan yang dia dipukul KO hanya bisa bertahan dua-tiga ronde.
     Freddie Roach, pelatih Pacquiao yang juga membantu menangani petinju amatir Amerika Serikat untuk Olimpiade 2012 London, pun pernah melatih Villanueva.
    Villanueva sempat memperlihatkan kelasnya sebagai salah satu calon bintang tinju profesional Filipina. Ia memukul jatuh Daud pada ronde pertama, dari 12 ronde laga yang direncanakan. Ronde baru berlangsung 47 detik dari laga tiga menit setiap rondenya.
     "Pukulan straight kirinya memang keras. Sebenarnya saya sudah menjaga jarak. Tetapi dia memperpanjang jangkauannya dengan menundukkan badan. Itu sebabnya pukulan straight dia tetap masuk," tutur Daud (24) yang berasal dari Sasana Kayong Utara, Kalimantan Barat.
      Dengan pengalaman yang dimiliki, setelah menerima pukulan keras lawan, Daud tak langsung berdiri. Ia berlutut dengan kaki kiri, hingga wasit Phil Austin asal Australia menyelesaikan hitungan kedelapan. 
     Guna menghindari masuknya pukulan yang sama, Daud menambah jauh sedikit jarak dari tangan kiri lawan sekalipun masih berada dalam jangkauan jarak pukulnya. Itu sebabnya, setelah lolos dari ronde pertama dan memasuki ronde kedua, ia bisa mengontrol amukan Villanueva yang melontarkan kombinasi pukulan keras.
     Tetapi ronde kedua bukan milik Villanueva. Ini terlihat ketika satu pukulan straight pendek tangan kanan Daud menjatuhkannya saat pertandingan baru berlangsung 26 detik. Namun, Villanueva bangkit dan langsung melakukan serangan membabi-buta. Daud kembali melepas pukulan hook kanan yang keras persis di dagu kiri Villanueva.
     Pukulan itu membuat Villanueva ambruk untuk kedua kali, hanya selang 19 detik kemudian. Setelah dinyatakan kalah KO pada ronde kedua, petinju Filipina itu harus dipapah agar bisa berdiri.
     Daud mampu mengubah keadaan hanya dalam hitungan menit. Setelah dipukul jatuh pada ronde awal pertama, pada ronde kedua ia menjadi juara tinju dunia IBO. Dia menjadi juara dunia tinju profesional Indonesia yang kelima. "Ini perwujudan dari impian panjang saya," tutur Daud.
     Ia menyusul jejak empat petinju Indonesia yang menjadi juara dunia tinju profesional sebelumnya, yakni Ellyas Pical (juara dunia kelas terbang super IBF 1982), Nico Thomas (juara dunia kelas terbang mini IBF 1989), M Rahman (juara dunia kelas terbang mini dua kali, IBF 2004 hingga 2007 dan kelas terbang mini WBA 2011), dan Chris John (juara dunia kelas bulu Super Champion WBA 2003 hingga kini).

Pelatih Indonesia

     Daud mampu menjadi juara dunia dengan pelatih Indonesia. Hal serupa berlangsung sejak masa Ellyas Pical. Seperti keempat petinju Indonesia sebelumnya, Daud juga dilatih mantan petinju Damianus Yordan yang juga kakak kandungnya.
     Namun, Damianus menolak disebut sebagai "pelatih" Daud. "Saya cuma 'pendamping' Daud. Kalau pelatih itu kan, orang pertama yang memberikan latihan tinju kepada dia," kata Damianus sambil tertawa.
     Apa pun, keberhasilan Daud menjadi juara dunia kelas bulu IBO memperlihatkan bahwa pelatih Indonesia tak kalah istimewa dibandingkan dengan pelatih asing.
     Contoh mutakhir adalah Chris John. Dia semula dilatih Sutan Rambing, sang pemilik Sasana Orang Tua Semarang, Jawa Tengah. Tetapi setelah menjadi juara dunia, tahun 2005 Chris John memilih ditangani pelatih asal Australia, Craig Christian, hingga kini.
     Berkaitan dengan Daud, sempat ada kelompok yang berharap agar dia pun ditangani pelatih asing. Tentu dengan harapan agar selain teknik bertinjunya semakin matang, Daud juga memburu dan mempertahankan gelarnya lebih lama.
     Namun, ketika pecinta tinju nasional membandingkan antara Daud Yordan yang ditangani pelatih nasional dan Chris John setelah dipegang pelatih asing, terlihat bagai "langit" dan "bumi".
     Chris John saat ditangani Sutan Rambing dalam catatan laga profesionalnya sejak tahun 2000, lebh banyak mencatat kemenangan KO ataupun TKO. Tetapi di bawah Craig pemilik Sasana Harry's Gym di Perth, Australia, terhitung hanya tiga kali Chris John bisa menang TKO.
     Padahal, menurut sebagian pecinta tinju nasional, lawan yang dihadapi Chris John bisa dikategorikan sebagai petinju 'yang masih  hijau'. Salah satunya Shoji Kimura yang hanya kalah angka dari Chris John, Sabtu (5/5) lalu.
     Tentu bukan jemawa kalau Daud  berharap agar promotornya, Raja Sapta Oktohari, mempertemukan dirinya dengan Shoji Kimura. Sekalipun, petinju asal Yokohama, Jepang itu adalah penantang urutan ke-14 juara dunia kelas bulu WBA.
     Selama berkiprah di bidang tinju ini, Daud pernah kalah dua kali dan imbang dua kali dari total laganya 32 kali. Namun, dia mampu menang 29 kali, dengan 23 kemenangan di antaranya diraih lewat KO dan TKO.
     Lawan yang harus dihadapi Daud pun bukan petinju "kemarin sore". Contohnya, selain Villanueva adalah Frankie Archuleta, petinju asal Amerika Serikat, yang perlawanannya dihentikan Daud pada ronde ke-4, dari 10 ronde yang direncanakan.
     Kemenangan dalam laga yang berlangsung di Challenge Stadium, Mt Claremont, Western Australia, Australia, 30 November 2011, itu, langsung menobatkan Daud sebagai juara kelas bulu IBO Asia-Pasifik yang kosong.
     Satu hal lagi yang fenomenal dari laga daud, yakni keberadaan Raja Sapta Oktohari sebagai promotor. Ini tentu bukan karena usia Okto, panggilan pria asal Kalimantan Barat itu yang berusia 36 tahun. Tapi, karena kemampuan Okto membawa petinju Indonesia tampil di luar Tanah Air.
     Dari Singapura Daud dan Okto tak hanya berhasil membawa pulang gelar juara dunia, tetapi juga menambah seorang lagi petinju Indonesia yang mampu meraih gelar juara dunia....

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 10 MEI 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar