NICODOMUS MANU
Lahir: Sabu, 22 November 1956
Pendidikan: STM jurusan mesin
Pekerjaan terakhir: Kepala Resor Seksi II pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Nusa Tenggara Timur
Istri: Fredrika Djingi
Anak:
- Ricko Reynhard Manu (27)
- Manasye Maximillian Manu (26)
- Yanwar Manuel Manu (24)
Selama menjadi petugas penjaga kawasan konservasi Taman Wisata Alam 17 Pulau, Nicodomus Manu (57) telah mengalami banyak kisah menegangkan. Keberanian, ketegasan, dan kesungguhannya menjaga kawasan konservasi dari pengganggu patut diacungi jempol. Kerja kerasnya itu berbuah penghargaan berupa Kalpataru dan Satya Lencana Pembangunan.
OLEH ARIS PRASETYO/ SAMUEL OKTORA
Taman Wisata Alam 17 Pulau terletak di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, tepatnya di perairan utara Pulau Flores. Dinamakan demikian karena taman wisata tersebut terdiri atas 17 plau kecil yang masing-masing bernama Pulau Wire, Sui, Taor, Tembaga, Telu, Bampa, Meja, Rutong, Patta, Halima, Besar, Lainjawa, Kolong, Dua, Ontole, Borong, dan Paus. Kawasan berbentuk pulau-pulau kecil ini rawan ancaman para pengganggu, seperti pemburu satwa dilindungi.
Selain menjadi obyek wisata laut menawan karena pantainya yang bersih, Taman Wisata 17 Pulau juga menjadi habitat beberapa satwa dilindungi, seperti rusa, dan burung. Terumbu karangnya juga indah. Selain menjadi sasaran pemburu satwa, para pencari ikan yang tak bertanggung jawab juga kerap menggunakan bom untuk menangkap ikan. Aksi para pencari ikan seperti itu tentu saja mengancam dan merusak keindahan terumbu karang di kawasan tersebut.
Nicodomus yang memulai tugasnya sebagai jagawana di taman Wisata Alam 17 Pulau pada tahun 1984, benar-benar menjaga kawasan konservasi itu agar bebas ancaman pengganggu. Ia juga mencegah masyarakat di sekitar kawasan untuk menebang pohon bakau yang termasuk di dalam area kawasan konservasi. Awalnya, tindakan Nicodomus itu dicibir masyarakat sekitar.
"Di masa-masa awal saya bertugas, masyarakat terbiasa menebang pohon bakau di dalam kawasan. Padahal, itu bisa menimbulkan abrasi dan merusak habitat ikan-ikan kecil. Awalnya mereka melawan saat saya larang menebang bakau, tetapi lama-kelamaan mereka mau mengerti juga dan tidak lagi mengambil kayu bakau dari kawasan," ucap Nicodomus.
Kini, tepi kawasan Taman Wisata Alam 17 Pulau itu rimbun akibat rapatnya vegetasi pohon bakau. Kondisi itu berbeda jauh dari keadaan 20 tahun lalu saat di sekitar kawasan Taman Wisata Alam 17 Pulau nyaris gundul tidak ada pohon bakau tersisa. Nicodomus berhasil menggerakkan warga sekitar untuk menanami kembali pantai-pantai di Taman Wisata Alam 17 Pulau dengan bakau.
Tak pernah pensiun
Tak hanya menghadapi gangguan penebangan bakau, Nicodomus juga memiliki pengalaman dengan para pencuri ikan dan terumbu karang. Ia masih bisa mengenang kejadian tersebut dengan rinci, yaitu tepatnya pada 28 Oktober 1994. kala itu, Nicodomus bersama rekannya menangkap 11 orang yang menggunakan speed boat di kawasan Taman Wisata Alam 17 Pulau.
Rupanya, mereka tertangkap basah sedang mencuri ikan di dalam kawasan konservasi menggunakan potasium. Penggunaan potasium yang beracun amat membahayakan ikan-ikan kecil yang penting untuk pembibitan. Setelah ditangkap, 11 tersangka itu diserahkan Nicodomus kepada aparat kepolisian setempat.
"Sayang, setelah saya serahkan para tersangka kepada polisi pada hari yang sama ketika mereka ditangkap, tidak ada lagi kelanjutan penanganan kasus tersebut. Bahkan, saya masih ingat persis kasus itu telah didiamkan selama 456 hari oleh polisi," kata Nicodomus.
Geram karena usahanya menangkap pencuri ikan di kawasan konservasi disia-siakan, Nicodomus lantas menyurati Kepala Kepolisian Daerah dan Gubernur NTT, Menteri Kehutanan, sampai Wakil Presiden Try Sutrisno ketika itu. Isi suratnya adalah meminta agar proses hukum terhadap 11 tersangka pencurian ikan di kawasan taman Wisata Alam 17 Pulau dituntaskan. Niat Nicodomus saat itu adalah agar ada efek jera bagi para pengganggu kawasan konservasi.
"Saya bahkan sempat ditawari uang Rp 20 juta saat itu agar tidak mengungkit lagi proses hukum atas 11 orang yang saya tangkap. Yang memberi uang dari kelompok tersangka. Namun, saya tegas menolak dan menginginkan agar kasus itu dituntaskan," kenang Nicodomus.
Akhirnya, perjuangan Nicodomus tak sia-sia. Surat yang ia kirimkan ke pejabat-pejabat di daerah sampai ke Wakil Presiden membuahkan hasil. Kasus hukum penangkapan 11 orang iu dilanjutkan dan mereka dijatuhi vonis sembilan bulan penjara.
"Sayang, bos di balik 11 tersangka itu tidak diseret di meja hijau. Padahal, ke-11 orang itu hanya orang suruhan," ujar Nicodomus.
Kisah Nicodomus tak hanya disitu. Ia juga pernah terlibat pengalaman seru dengan pencuri ikan yang menggunakan bom pada 2 Agustus 1992 di kawasan Taman Wisata Alam 17 Pulau. Saat itu, bersama tiga aparat kepolisian yang bergabung untuk berpatroli bersama, mereka menjumpai empat orang menggunakan speed boat sedang melemparkan bom ke arah terumbu karang untuk diambil ikannya.
"Saat kami dekati, mereka melawan sampai terjadi baku pukul empat lawan empat. Sayang, tiga orang berhasil kabur dengan membawa pistol polisi yang mereka rampas dan hanya satu orang yang kami tangkap. Setelah diproses secara hukum, satu orang itu dijatuhi hukuman lima tahun penjara," ucap Nicodomus.
Keteguhan Nicodomus menjaga kelestarian Taman Wisata Alam 17 Pulau berbuah manis. Pada 1995, ia meraih Kalpataru atas kegigihannya menghijaukan kawasan Taman Wisata Alam 17 Pulau. Selanjutnya, pada 1999 ia mendapat penghargaan Satya Lencana Pembangunan. Semua penghargaan itu diberikan langsung oleh Presiden RI ketika itu di Istana Negara.
Selain itu, kini kawasan Taman Wisata Alam 17 Pulau dikenal sebagai salah satu obyek wisata laut di Kabupaten Ngada. Sebagian besar pantai di kawasan itu sudah hijau dan rimbun oleh tanaman bakau. Cerita-cerita tentang pencurian ikan menggunakan bom, perburuan liar satwa dilindungi, atau penghancuran terumbu karang nyaris tak terdengar lagi.
Kini, Nicodomus memang telah pensiun sebagai pegawai di Balai Konservasi Sumber Daya Alam NTT. Namun, kecintaannya untuk menjaga kawasan Taman Wisata Alam 17 Pulau tak pernah pudar. Ia masih kerap berkeliling kawasan itu untuk sekadar melihat-lihat keadaan. Terkadang, ia menemani wisatawan yang berkeliling mengunjungi 17 pulau di taman wisata itu.
"Untuk urusan penghijauan tanaman bakau, saya tidak akan pernah berhenti. Jika bakau rusak, maka pantai akan rusak, ikan-ikan akan kehilangan makanan dan tempat tinggal. Jika semua sudah rusak, apa lagi yang akan bisa dibanggakan di taman wisata laut ini," ujar Nicodomus.
Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 21 OKTOBER 2013