"Setiap hari, kok, harus berhadapan dengan virus. Capek deh.....," ucap Dr Mahmud Ghaznawie Sp PA Phd. Wajar jika Pembantu Dekan IV Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar ini mengeluh. Kepakarannya sebagai patolog tidak mempan menghadapi ratusan jenis virus yang dikeluhkannya, virus komputer.
MAHMUD GHASNAWIE
Lahir : Yogyakarta, 29 Oktober 1951
Istri : Upiek Supiyatie
Anak : 1. Indah Suci Ramadhani
2. Aussie Fitriani Ghaznawie
Profesi : Dokter
Pekerjaan : Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pendidikan : - 1980, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
- 1984, Spesialis Patologi FK Unhas
- 1985, Program Phd The Univercity of Western, Australia.
- Distro Linux yang dipakai: Ubuntu 8.40
- Distro Linux yang dirancang: MedicaLinux
Oleh ARYO WISANGGENI GENTHONG
Setiap hari, puluhan komputer yang dipakai dalam perkuliahan di Fakultas Kedokteran (FK) terinfeksi virus. Setiap hari ada mahasiswa memasang flashdisk, mencari dan menyimpan data dari komputer itu. Setiap kali pula komputer itu terkena virus, lagi, lagi dan lagi. Padahal, kami sudah membeli antivirus seharga Rp. 40 juta untuk 100 komputer kami. Setiap hari, waktu staf pemeliharaan komputer kami tersita untuk mengurus komputer yang terkena virus. Cara kerja yang tak masuk akal," kata Mahmud.
Pernyataan "tak masuk akal" sang patolog ini didasari banyak pengalamannya memakai komputer. Ayah dua anak ini sudah bergelut dengan komputer sejak FK Universitas Hasanuddin (Unhas) menerima bantuan dua unit komputer Radio Shack TRS-DOS dari Belanda pada tahun 1984. Pada tahun 1985, ia melanjutkan studinya di The University of Western, Australia.
"Disana, saya mengenal komputer Apple yang memakai sistem operasi Apple II. Di sana pula, saya membeli komputer pribadi pertama saya, Commodor Amiga, yang memakai sistem operasi Amiga. Pada 1987, Amiga adalah komputer tercanggih. Ia sudah memakai tampilan grafis sehingga user (pemakai)tidak harus mengetik bahasa program komputer untuk mengoperasikan Amiga," ujarnya.
Namun, aplikasi program yang tersedia untuk Amiga sangat terbatas. "tahun 1989, saya mengganti Amiga saya dengan PC (Personal Computer). Waktu itu masih ada banyak sistem operasi PC didominasi satu sistem operasi komputer berbayar saja. Seolah tidak ada sistem operasional lainnya," tuturnya.
Pada 1996 Mahmud kembali ke Makassar dengan membawa PC berprosesor terbaru waktu itu, Pentium I 100, dengan sistem operasi berbayar terpopuler kala itu. "Meski di Indonesia, saya terus mengikuti perkembangan teknologi PC. Setiap ada PC berteknologi baru, saya pasti beli. Ketika pembuat sistem operasi komputer berbayar meluncurkan produk barunya pada 1998, sayapun membelinya," katanya.
Saat bertugas di Laboratorium Patologi Unhas pada 2000, Mahmud merintis pembuatan Local Area Network (LAN) di laboratorium itu. Tahun 2002, ia membangun LAN pimpinan Dekanat FK Unhas. Pelan tetapi pasti, jaringan LAN FK Unhas berkembang menjadi Wide Area Network (WAN), jaringan komputer antar fakultas di Unhas. Dalam WAN itu terdapat ratusan PC di FK yang dijadikan komputer publik untuk diakses para mahasiswa. Lantaran "dicoloki" flashdisk tiap hari WAN itu terus disusupi berbagai virus komputer.
Ketika WAN terus diserang virus, Mahmud menyadari virus komputer ternyata hanya bekerja pada sistem operasi berbayar yang dipakai workstation WAN itu. Padahal, kenyataannya, ada sistem operasi yang gratis tetapi kebal virus, yakni Linux. Dia pun akhirnya menjajal sistem operasi Linux, memakai distro Ubuntu. "Sejak itu, saya bebas dari virus komputer," ujarnya.
Migrasi sistem
Menyadari kelebihan dan kemudahan penggunaan Linux, ia secara bertahap memulai migrasi sistem operasi komputer di FK yang berbayar ke sistem operasi Linux yang gratis. "Masalahnya, para pengguna komputer selalu enggan memakai Linux, mereka dibayangi persepsi bahwa Linux itu rumit dan sulit," katanya.
Kegetolan Mahmud mengampanyekan Linux menarik minat beberapa mahasiswa FK, tetapi mereka jarang bertahan lama memakai Linux. Kebanyakan kembali memakai sistem operasi komputer berbayar.
"Saya akhirnya menyadari bahwa tanpa aplikasi yang berguna, orang enggan memakai Linux. Saya memiliki banyak e book kedokteran dan video praktik kedokteran," ujar Mahmud. Dia akhirnya merancang distro Linux yang berisikan e book dan video koleksinya.
Rancangan distro Linux baru itu dieksekusi Fadly kasim, pemrogram Linux di Makassar. Fadly memodifikasi distro Linux Ubuntu dan Linux Mint yang dirombaknya hingga dua kali. Pada pertengahan 2009, lahirlah distro Linux baru, MedicaLinux.
Mahmud terus menawarkan penggunaan MedicaLinux. "Semua file e-book dan video tidak bisa disalin, hanya bisa dilihat dari sistem operasi MedicaLinux. Ini memang 'memaksa' orang memakai Linux. Sosialisasi Linux selalu gagal. Karena itu saya memilih 'linuxisasi' untuk memperkenalkan Linux," kata Mahmud tertawa.
Kini distro MedicaLinux sudah dipakai di FK Unhas; FK Universitas Muslim Indonesia, Makassar; FK Universitas Al Khaerat, Palu; FK Universitas Nusa Cendana, Kupang; dan program Studi Kedokteran Universitas Haluoleo, Kendari.
"MedicaLinux adalah live CD, bisa digunakan tanpa instalasi ke komputer. CD itu akan berfungsi menjadi sistem operasi dan pengguna bisa mengakses e-book dan video kedokteran didalamnya," kata Mahmud.
Seperti distro Linux lainnya, MedicaLinux itu dibagikan secara gratis. Calon pengguna cukup mengganti harga keping DVD dan cangkangnya. Selain koleksi e-book dan video kedokteran, sistem operasi ini dilengkapi aplikasi pengolahan kata, foto, koneksi internet, layaknya distro Linux lainnya, dan semuanya merupakan piranti lunak tak berbayar.
Hingga akhir 2009, separuh PC FK Unhas masih memakai sistem opersi berbayar, dan masih kerap disusupi virus. Mahmud akhirnya mengambil langkah tegas, mengganti semua sistem operasi komputer PC FK Unhas dengan Linux. "Tidak ada masalah. Linux tidak semenakutkan yang dibayangkan orang. Biaya yang dihemat tentu banyak," katanya.
Mahmud tidak berpuas diri dengan MedicaLinux. Kini dia dan Linux User Group Ujungpandang (LUGU) tengah membangun aplikasi opensource untuk mendukung paperless hospital medical record. Rancang bangun isi aplikasi itu dibuat Mahmud dan LUGU lah yang mengeksekusi rancangan itu.
"Saya membayangkan jika pengisian formulir pajak atau dokumen pemerintah lainnya dibuat dengan Linux, pastilah banyak pihak akan memakainya. Kita bukan butuh sosialisasi Linux, tetapi linuxisasi," kata dia.
Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 1 MARET 2010