Senin, 17 Juni 2013

Bambang Haryono: Memuliakan Pohon Asam

BAMBANG HARYONO
Lahir: Surabaya, 19 Mei 1967
Pendidikan:
- SMA Katolik Hikmah Mandala Banyuwangi (tamat 1987)
- Universitas 17 Agustus (tamat 1991)
Istri: Ni Made Uttari Dwijawati (44)
Anak:
- Afriska Sari Khorina (24)
- Irena Yoga Bergosa (21)
- Andreas Gio Arghanta (7)
- Orva Rena Felesia (4)
Aktivitas:
- Membina UKM dan mengikuti pameran kerajinan di dalam dan luar negeri
Penghargaan:
- Tahun 2007-2010, dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
  dianggap berjasa merintis lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan
- Tahun 2008-2010, Smesco Award dari Kementerian Koperasi dan UKM
- Tahun 2011-2012, Prabaswara Award dari Kementerian Koperasi dan UKM
- Tahun 2012, Award of Excellence for Handicrafts dari UNESCO atas 
  inovasinya mengembangkan usaha berbasis lokalitas

Ditangan Bambang Haryono (40), batang pohon asam ("Tamarindus indica") bernilai ekonomi. Berkat kretivitasnya, batang pohon asam tak lagi teronggok sekadar sebagai kayu bakar. Sejumlah produk kerajinan berupa perabot dan aksesori rumah tangga dihasikan dari batang pohon ini.

OLEH NASRULLAH NARA

Kini, hasil karyanya berupa perabotan serta dekorasi, seperti cangkir, gelas, piring, mangkuk, baki, tatatkan buah, dan serbet di atas meja makan berupa pot bunga, telah menembus pasarmancanegara. Dua-tiga tahun terakhir, permintaan dari negara-negara Timur Tengah terus mengalir. Belakangan ia sibuk juga melayani pesanan dari Eropa dan tengah menjajal Amerika.
   Di bawah bendera usaha Oesing Craft yang berbasis di Banyuwangi, Jawa Timur, Bambang giat memamerkan produknya di luar negeri, seperti di Kuala Lumpur (Malaysia), Singapura, dan Dubai (Uni Emirat Arab). Akhir Februari-Maret lalu, ia bersama sekitar 200 pengusaha Indonesia mengikuti pameran dagang di Basel, Swiss.
   "Biaya ikut pameran di luar negeri bisa sampai Rp 100 juta, tetapi itu saya anggap sebagai investasi sekaligus upaya mempromosikan produk unggulan kita di kancah internasional," ujar Bambang kepada Kompas di arena pameran dagang Basel, Swiss, beberapa waktu lalu.
   Terakhir, pada pameran kerajinan terbesar di Indonesia, International Handicraft Trade Fair (Inacraft) di JCC Senayan, Jakarta, akhir April lalu, pria yang murah senyum ini didaulat menjadi koordinator kontingen Jawa Timur, khususnya untuk usaha kecil menengah (UKM).
   Tentu bukan tanpa alasan jika Pemerintah Provinsi Jatim menjadikan Bambang sebagai ikon usaha kecil-menengah di daerahnya. Selain sudah teruji sebagai pengusaha yang ulet dan tangguh, Bambang juga dikenal lihai membuat produk khas.
   Ayah dari empat anak ini konsisten menekuni usaha kerajinan tangan dari batang pohon asam (Tamarindus indica). Ia tertarik dengan kulit dan struktur batang pohon asam yang berlekuk-lekuk indah.

Budidaya pohon asam

   Untuk kesinambungan ketersediaan bahan baku, pohon asam yang selama ini tumbuh liar di pesisir jatim coba dibudidayakan oleh bambang bersama warga sekitar. Pohon yang ditebang berusia 7-10 tahun dengan diameter 30-40 sentimeter.
   "Jadi, jangan menganggap saya suka menebang pohon asam di tepi jalan, lho. Bahan bakunya hasil dari budidaya," ujarnya.
   Bambang juga punya "alibi" mengapa batang pohon  di sisi jalan tidak diliriknya sebagai bahan baku. Entah karena faktor polusi asap kendaraan atau faktor lain, umumnya pohon asam di tepi jalan berongga dan rapuh sehingga tidak cocok dijadikan bahan baku kerajinan.
   Mempekerjakan sekitar 100 orang, Bambang juga merambah usaha kuliner melalui bendera Pelangi Sari. Usaha ini berupa pusat oleh-oleh khas Banyuwangi yang memasarkan produk kerajinan dan kuliner Banyuwangi.
   Di atas lahan 3.050 meter persegi di Rest Area Kilometer 7 Jalan Raya Jember-Dadap, Banyuwangi, ia juga mendirikan Istana Gandrung. Pusat gerai ini juga memasarkan beragam jenis hasil kerajinan dan kuliner khas Banyuwangi dan sekitarnya.
   Sohor sebagai usahawan yang ulet membuat dia diminta untuk membina 250 mitra UKM di sejumlah kabupaten/kota lain di Jatim, seperti Jember, Probolinggo, Malang, Batu, Pasuruan, dan Lumajang. Bahkan, Bambang turut membina UKM di Bali dan Kalimantan Selatan.
   Jika setiap UKM mitranya rata-rata mempekerjakan 5-10 orang, sudah lebih dari 2.000 pekerja ia bina. Sebagian waktu ia luangkan pula untuk membimbing penghuni Lembaga Pemasyarakatan Banyuwangi.
   Sukses yang diraihnya tentu tidaklah semudah membalik telapak tangan. Pada awal merintis usaha, dia sempat mengalami kesulitan permodalan, seperti yang lazim dihadapi pengusaha pemula. Kala merintis usaha tahun 1990-an, tidak semua bank memandang optimis pada usaha kerajinan. Permohonan kredit Rp 10 juta yang diajukan ke sebuah bank tidak diluluskan.
   Kini, setelah usahanya berkibar, giliran bank yang menawarinya kredit. Sejumlah bank bahkan siap memberikan pinjaman sampai Rp 1 miliar.

Masa pahit

   Kepeduliannya membina mitra UKM tak lepas dari masa-masa pahit yang menempanya sejak masa kanak-kanak. sang ayah (Soedarsono) meninggal sejak dia masih anak balita. Bambang diasuh dan dibesarkan oleh sang bunda, Dewi Kartika (82). Untuk membiayai sekolahnya, Bambang harus berkeliling menjual es dan manisan mangga.
   Manisan mangga kemudian menginspirasi dirinya merintis usaha kuliner berbahan lokal. Waktu itu, setamat SMA tahun 1988, dia memutar modal Rp 10.000 dengan membeli mangga muda, gula, dan plastik. Manisan mangganya dijual ke warung-warung kecil, termasuk di kantin sekolah SD, SMP, dan SMA. "Pagi dikirim, siang sudah bisa diambil uangnya," kenang Bambang.
   Setahun kemudian, ia mengembangkan usaha itu dengan membuat minuman temulawak dan sari buah. Sebagian hasil usaha itu digunakan untuk membiayai kuliah.
   Atas kreativitas dan keuletannya, sederet penghargaan skala nasional dan internasional ia raih. "Saya hanya terpanggil memberikan nilai tambah pada alam ciptaan Tuhan sembari memberdayakan sesama. Rupanya Tuhan punya rencana indah," ujarnya. Berbicara soal usaha kerajinan di Jatim, sepertinya tidak lengkap jika tak menyebut nama Bambang Haryono.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 13 MEI 2013

1 komentar: