LINA BERLINA
Lahir : Bandung, 12 Oktober 1959
Anak : Stephanie Soraya Reichi (15)
Coelina Tiffanie Reichi (13)
Pendidikan : Pendidikan Design Mode Bandung
Pengalaman di Indonesia : 1989-1992, menggelar berbagai pameran busana karyanya di Indonesia
Pengalaman di Eropa : 1992-2002, pameran busana bersama Konsulat Jenderal Republik
Indonesia di Berlin
2004, Holmes places executive club model department, L'Oreal, KBRI Berlin.
2005, Quarter 205 Berlin, dalam rangka "2nd innovation stage Gesundeit und Lebenskuntst" bersama Label Fashion Cafes dan Aptheke Q205
2006, Malam dana untuk anak cacat dan korban gempa bumi bekerjasama dengan KJRI Frankfurt, Starbucks house coffee Friedrichstr 61 Berlin Mitte
2007, Peragaan di KBRI Paris, Perancis, peragaan di Import Shop Berlin, Gedung Pameran ICC Berlin
2009, Peragaan di Gedung Messe Leipzig, peragaan di gedung Rotes Rathaus Berlin dalam rangka The Asia Pacific Weeks
Oleh NELI TRIANA
Gelar budaya Indonesia ini diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jerman sebagai bentuk partisipasi, sekaligus promosi wisata dalam rangkaian acara The Asia Pasific Weeks 2009, tanggal 7-18 Oktober di Berlin.
Lebih dari 300 penonton, orang-orang Indonesia yang bermukim di Berlin maupun warga lokal penikmat seni budaya nusantara terkagum-kagum dengan suguhan musik keroncong dan tari-tarian. Belum lagi reda rasa kagumitu, tiba-tiba ada pemandangan yang tak biasa muncul di panggung, sosok wajah remaja perempuan berwajah indo terlihat cantik dibalut busana batik yang dipadukan dengan kain lurik, sebuah tas tangan dari bahan kain lurik ringan ditenteng si gadis.
Memang ini bukan peragaan busana batik dan kebaya biasa, kali ini Lina Berlina, sang perancang, sengaja mendesain batik dan lurik menjadi busana modis dan modern tanpa meninggalkan keagungan nilai tradisionilnya.
Ada sederet model yang memamerkan karya Lina, Kemben dari lurik dilapis kebaya bordir transparan dengan bawahan celana berbahan kulit ketat indah melekat ditubuh para model. Tas lurik, bahkan caping bambu berlapis kain batik, makin membuat tampilan mereka makin memesona.
Untuk busana pria, bahan lurik tetap menjadi primadona. Kemeja lurik lengan panjang membungkus ketat badan tegap peragawan, dipadu dengan celana ketat, kreasi lurik Lina terkesan tetapi ringan dan modis. Sebagian besar penonton tidadk menyangka bakal melihat busana tradisional dalam wujud kreasi yang cukup berani itu.
Siapa sebenarnya Lina Berlina? Perempuan yang berusia tepat setengah abad pada Oktober lalu itu telah lama malang melintang di dunia mode. Walaupun asli Bandung, Jawa Barat, selama lebih dari separuh usianya, Lina aktif berkreasi di tanah air, sepanjang 1980-an hingga awal 1990-an ia bekerjasama dengan sederet model ternama Indonesia seperti Keke Harun, Soraya Haque dan Okky Asokawati.
"Pada 1992, sesuatu mengubah hidup saya, waktu itu atas undangan KBRI, saya menggelar fashion show di Berlin, lalu Juli 1993, saya memutuskan hijrah ke Berlin. Sudah takdir Lina Berlina tinggal di Berlin," ujarnya tersenyum.
Pindah ke Berlin, merupakan keputusan berat bagi Lina. Ia harus meninggalkan Berlina Fashion Studio di Indonesia yang kala itu cukup berkembang. Namun jiwa seni dan kreativitas memang tidak dapat dibendung. Sebagai ibu rumah tangga, Lina mencoba tetap aktif mendesain pakaian. Diapun mendapat kepercayaan mengisi acara-acara peragaan busana bekerjasama dengan KBRI. Kecakapannya bergaul dan membangun jaringan membuat dia memiliki banyak teman di Eropa.
"Akhirnya saya putuskan berkarier sebagai desainer Indonesia di Jerman," katanya.
Lurik dan Kulit kayu
Dunia mode memang tak terpisahkan dari denyut nadi kehidupan Lina, semenjak remajaia tergila-gila dengan mode. Darah seni itu diyakininya mengalir dari almrhumah ibunya yang senang melukis. Lina muda lebih dulu belajar merancang secara otodidak sebelum memutuskan masuk sekolah mode di Pendidikan Design Mode Bandung.
"Saya baru fokus menekuni batik lagi setelah batik resmi mendapat pengakuan internasional. Dulu kan sempat ada rebutan batik antara Indonesia dan Malaysia. Selama itu terjadi saya tidak berani memakai batik untuk rancangan saya di luar negeri, khawatir bermasalah. Hukum dan Hak Paten sangat menentukan disini (Eropa)," katanya.
Namun, kecintaan terhadap hasil karya Indonesia tak menghalanginya bersiasat menghasilkan karya unik dan menarik perhatian publik. Pilihannya kali ini jatuh ke lurik karena bahannya mempunyai garis-garis klasik dan orisinal katun. Semakin lama dipakai dan sering dicuci, lurik semakin enak dipakai.
"Saya prihatin dengan lurik karena kalah dengan batik cap. Belakangan ini mencari lurik susah, karena sedikit yang menggunakannya. Untuk itu saya bertekad mengoptimalkan potensi lurik karena dengan keunikan dan kekhasannya, lurik harus dilestarikan," tambah Lina.
Yang menambah semangat Lina, Lurik dengan garis-garis dan warna coklat hitam khasnya amat disukai orang eropa. Dia memutuskan mengangkat dengan penampilan baru, yaitu menyatukan antara desain tradisional dan modern dalam harmoni. Lurik makin unik saat Lina memadukannya dengan kulit kayu, kulit sapi juga denganbatik.
"Produk saya itu seperti iklan berjalan diantara teman-teman eropa saya. Yang jelas peragaan busana selalu digelar minimal satu kali setahun. Karya saya pun gampang dicari di Dom Aquaree Alexander Plazt," jelas Lina.
Meski sedang dalam proses, ditargetkan akhir tahun ini hingga awal 2010, karya-karya Lina segera akan dipampang di Hotel Hilton dan Shan Rahim Khan Casa am Gendarmenmark, Berlin.
Dukungan diakui Lina memang muncul dari banyak pihak, KBRI, Pemerintah Indonesia, Pemerintah Kota Berlin, Pengusaha lokal dan pencinta seni setempat ada di pihaknya. Shan Rahimkhan Star, Penata rambut terkenal di Berlin yang pernah menata rambut Tony Blair dan istri, juga artis-artis Hollywood saat berkunjung ke Berlin, merupakan salah satu pendukung setia Lina. Sentuhan-sentuhan profesional inilah yang membantunya sukses disetiap pergelaran busana, termasuk saat dia memamerkan karyanya di Paris, Perancis.
Dikutip dari KOMPAS, Jumat, 11 Desember 2009
dengan
Lahir : Bandung, 12 Oktober 1959
Anak : Stephanie Soraya Reichi (15)
Coelina Tiffanie Reichi (13)
Pendidikan : Pendidikan Design Mode Bandung
Pengalaman di Indonesia : 1989-1992, menggelar berbagai pameran busana karyanya di Indonesia
Pengalaman di Eropa : 1992-2002, pameran busana bersama Konsulat Jenderal Republik
Indonesia di Berlin
2004, Holmes places executive club model department, L'Oreal, KBRI Berlin.
2005, Quarter 205 Berlin, dalam rangka "2nd innovation stage Gesundeit und Lebenskuntst" bersama Label Fashion Cafes dan Aptheke Q205
2006, Malam dana untuk anak cacat dan korban gempa bumi bekerjasama dengan KJRI Frankfurt, Starbucks house coffee Friedrichstr 61 Berlin Mitte
2007, Peragaan di KBRI Paris, Perancis, peragaan di Import Shop Berlin, Gedung Pameran ICC Berlin
2009, Peragaan di Gedung Messe Leipzig, peragaan di gedung Rotes Rathaus Berlin dalam rangka The Asia Pacific Weeks
Oleh NELI TRIANA
Gelar budaya Indonesia ini diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jerman sebagai bentuk partisipasi, sekaligus promosi wisata dalam rangkaian acara The Asia Pasific Weeks 2009, tanggal 7-18 Oktober di Berlin.
Lebih dari 300 penonton, orang-orang Indonesia yang bermukim di Berlin maupun warga lokal penikmat seni budaya nusantara terkagum-kagum dengan suguhan musik keroncong dan tari-tarian. Belum lagi reda rasa kagumitu, tiba-tiba ada pemandangan yang tak biasa muncul di panggung, sosok wajah remaja perempuan berwajah indo terlihat cantik dibalut busana batik yang dipadukan dengan kain lurik, sebuah tas tangan dari bahan kain lurik ringan ditenteng si gadis.
Memang ini bukan peragaan busana batik dan kebaya biasa, kali ini Lina Berlina, sang perancang, sengaja mendesain batik dan lurik menjadi busana modis dan modern tanpa meninggalkan keagungan nilai tradisionilnya.
Ada sederet model yang memamerkan karya Lina, Kemben dari lurik dilapis kebaya bordir transparan dengan bawahan celana berbahan kulit ketat indah melekat ditubuh para model. Tas lurik, bahkan caping bambu berlapis kain batik, makin membuat tampilan mereka makin memesona.
Untuk busana pria, bahan lurik tetap menjadi primadona. Kemeja lurik lengan panjang membungkus ketat badan tegap peragawan, dipadu dengan celana ketat, kreasi lurik Lina terkesan tetapi ringan dan modis. Sebagian besar penonton tidadk menyangka bakal melihat busana tradisional dalam wujud kreasi yang cukup berani itu.
Siapa sebenarnya Lina Berlina? Perempuan yang berusia tepat setengah abad pada Oktober lalu itu telah lama malang melintang di dunia mode. Walaupun asli Bandung, Jawa Barat, selama lebih dari separuh usianya, Lina aktif berkreasi di tanah air, sepanjang 1980-an hingga awal 1990-an ia bekerjasama dengan sederet model ternama Indonesia seperti Keke Harun, Soraya Haque dan Okky Asokawati.
"Pada 1992, sesuatu mengubah hidup saya, waktu itu atas undangan KBRI, saya menggelar fashion show di Berlin, lalu Juli 1993, saya memutuskan hijrah ke Berlin. Sudah takdir Lina Berlina tinggal di Berlin," ujarnya tersenyum.
Pindah ke Berlin, merupakan keputusan berat bagi Lina. Ia harus meninggalkan Berlina Fashion Studio di Indonesia yang kala itu cukup berkembang. Namun jiwa seni dan kreativitas memang tidak dapat dibendung. Sebagai ibu rumah tangga, Lina mencoba tetap aktif mendesain pakaian. Diapun mendapat kepercayaan mengisi acara-acara peragaan busana bekerjasama dengan KBRI. Kecakapannya bergaul dan membangun jaringan membuat dia memiliki banyak teman di Eropa.
"Akhirnya saya putuskan berkarier sebagai desainer Indonesia di Jerman," katanya.
Lurik dan Kulit kayu
Dunia mode memang tak terpisahkan dari denyut nadi kehidupan Lina, semenjak remajaia tergila-gila dengan mode. Darah seni itu diyakininya mengalir dari almrhumah ibunya yang senang melukis. Lina muda lebih dulu belajar merancang secara otodidak sebelum memutuskan masuk sekolah mode di Pendidikan Design Mode Bandung.
"Saya baru fokus menekuni batik lagi setelah batik resmi mendapat pengakuan internasional. Dulu kan sempat ada rebutan batik antara Indonesia dan Malaysia. Selama itu terjadi saya tidak berani memakai batik untuk rancangan saya di luar negeri, khawatir bermasalah. Hukum dan Hak Paten sangat menentukan disini (Eropa)," katanya.
Namun, kecintaan terhadap hasil karya Indonesia tak menghalanginya bersiasat menghasilkan karya unik dan menarik perhatian publik. Pilihannya kali ini jatuh ke lurik karena bahannya mempunyai garis-garis klasik dan orisinal katun. Semakin lama dipakai dan sering dicuci, lurik semakin enak dipakai.
"Saya prihatin dengan lurik karena kalah dengan batik cap. Belakangan ini mencari lurik susah, karena sedikit yang menggunakannya. Untuk itu saya bertekad mengoptimalkan potensi lurik karena dengan keunikan dan kekhasannya, lurik harus dilestarikan," tambah Lina.
Yang menambah semangat Lina, Lurik dengan garis-garis dan warna coklat hitam khasnya amat disukai orang eropa. Dia memutuskan mengangkat dengan penampilan baru, yaitu menyatukan antara desain tradisional dan modern dalam harmoni. Lurik makin unik saat Lina memadukannya dengan kulit kayu, kulit sapi juga denganbatik.
"Produk saya itu seperti iklan berjalan diantara teman-teman eropa saya. Yang jelas peragaan busana selalu digelar minimal satu kali setahun. Karya saya pun gampang dicari di Dom Aquaree Alexander Plazt," jelas Lina.
Meski sedang dalam proses, ditargetkan akhir tahun ini hingga awal 2010, karya-karya Lina segera akan dipampang di Hotel Hilton dan Shan Rahim Khan Casa am Gendarmenmark, Berlin.
Dukungan diakui Lina memang muncul dari banyak pihak, KBRI, Pemerintah Indonesia, Pemerintah Kota Berlin, Pengusaha lokal dan pencinta seni setempat ada di pihaknya. Shan Rahimkhan Star, Penata rambut terkenal di Berlin yang pernah menata rambut Tony Blair dan istri, juga artis-artis Hollywood saat berkunjung ke Berlin, merupakan salah satu pendukung setia Lina. Sentuhan-sentuhan profesional inilah yang membantunya sukses disetiap pergelaran busana, termasuk saat dia memamerkan karyanya di Paris, Perancis.
Dikutip dari KOMPAS, Jumat, 11 Desember 2009
dengan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar