"Ciptakan pekerjaan daripada mencarinya". Slogan ini tertulis pada selembar spanduk besar di ruang tamu rumah Yunus Puji Wibowo di jalan Sunan Ampel, Desa Sumberejo, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Slogan itu terus memotivasi Yunus sampai akhirnya cita-citanya terwujud, bahkan sejumlah penghargaan.
YUNUS PUJI WIBOWO
Lahir : 26 September 1979
Alamat : Jalan Sunan Ampel, Desa Sumberejo, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun
Pendidikan : STM PGRI I Madiun
Penghargaan : - Juara I Kewirusahaan, Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur (2008)
- Juara II Teknologi Tepat Guna Tingkat Provinsi Jawa Timur (2008)
- Juara I Karang Taruna Berprestasi Tingkat Kabupaten Madiun (2008)
Oleh A PONCO ANGGORO
Menjadi pengusaha memang dicita-citakan Yunus sejak masih kecil. Saat usianya masih 12 tahun, duduk di kelas I SMPN I Geger, niatnya untuk berusaha sudah mulai dipupuk oleh ibunya.
"Saat itu ayah meninggal dunia. Ibu lalu berpesan agar saya tidak mengandalkan warisan dari ayah," ungkapnya. Bersamaan dengan pesan itu, Yunus diberi lima ayam oleh ibunya sebagai titik awal agar Yunus memulai usaha.
Setiap hari, saat hendak berangkat sekolah, telur yang dihasilkan kelima ayam itu dibawa dan dijualnya di toko jamu yang letaknya tiddak jauh dari rumahnya. Selama tiga tahun dia jalani usaha ini. Hasil penjualan telur sepenuhnya untuk membayar uang sekolah.
Yunus memperoleh kepuasan dengan berjualan telur. Apalagi cita-citanya menjadi pengusaha bisa terwujud. Kepuasannya ini yang terus memotivasinya agar bisa menjadi pengusaha saat dewasa kelak.
Namun seiring bertambahnya usia, niatnya menjadi pengusaha tertunda. Ketika bersekolah di STM PGRI I Madiun, disela waktu belajarnya dia bekerja di salah satu peerusahaan konstruksi di Madiun. "Saya ikut memasang instalasi listrik di perumahan-perumahan baru," kenangnya.
Selepas STM, tiga kali dia berpindah-pindah kerja di tiga perusahaan konstruksi di Malang, Bandung. Dia kemudian mnjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Taiwan. "Uang Rp. 20 juta yag saya tabung dari hasil kerja selama dua tahun dipakai untuk keperluan itu," tambahnya.
Meskipun gajinya di Taiwan sekitar Rp. 4 Juta perbulan, Yunus tidak betah. Hanya selama satu bulan dia bertahan di sana, "Saya menjadi kuli di pabrik paralon di sana. Tidak betah rasanya di suruh-suruh, bertentangan dengan cita-cita saya menjadi pengusaha," ujarnya.
Dia lalu pulang ke Indonesia, namun karena uangnya sudah habis untuk biaya ke Taiwan, dia memilih bekerja disebuah perusahaan jasa TKI di Jakarta. Setelah bekerja setahun dan keuangannya kembali pulih, dia baru kembali ke Madiun, "Saya berniat mewujudkan cita-cita saya yang tertunda," kata Yunus.
Pabrik kerupuk
Di Madiun, uang yang ditabungnya itu diinvestasikan untuk membuat pabrik kerupuk. Kerupuk dipilih karena mayoritas warga kampungnya bekerja sebagai perajin kerupuk. Lima tahun dijalani, usaha itu tidak juga berkembang. Pembuatan kerupuk yang masih manual menjadi kendala utama usaha rakyat itu.
Yunus pun berangkat ke Surabaya untuk mencari informasi pemotong kerupuk yang bisa mempercepat produksi. Dari Surabaya, dia berangkat ke Tulungagung karena dia mendapat keterangan bahwa ada orang yang bisa memberikan informasi lebih banyak di Tulungagung. "Karena uang yang dimiliki terbatas, saya sering tidur di masjid di Surabaya dan Tulungagung," katanya.
Setelah informasi yang diperlukan cukup, dia kembali ke Madiun. Barang-barang bekas, seperti pelek sepeda, rantai dan kaleng susu dikumpulkannya untuk dibuat menjadi mesin pemotong kerupuk. Dengan percobaan berulang kali selama satu bulan, mesin baru tuntas dibuat.
"Sempat putus asa karena tidak kunjung berhasil. Kegagalan saat membuat mesin itu malah membuat saya semakin tertantang," ujar Yunus.
Dalam satu hari, mesin yang rangkanya dari kayu dan pembuatannya menghabiskan dana Rp. 5 juta itu bisa memotong satu kwintal kerupuk. Setelah mengetahui cara membuat mesin itu, dia mulai membuat mesin pemotong dengan rangka besi, tidak lagi dengan kayu.
Selain memperbarui rangkanya, kemampuan memotongnya pun ditingkatkan. Jika sebelumnya satu kwintal kerupuk perhari, sekarang bisa dua kwintal setiap dua jam. Mesin ini juga di modofikasi sehingga tidak hanya bisa digunakan untuk memotong kerupuk, tetapi juga tempe, untuk membuat alat yang kemudian dinamakan mesin pemotong kerupuk multiguna ini membutuhkan modal Rp.3,5 juta.
Pada tahun 2008 Yunus mengikutsertakan mesin itu dalam teknologi tepat guna di tingkat Kabupaten Madiun, dia menjadi satu-satunya peserta dan ditingkat Propinsi dia meraih juara kedua. setelah itu mesin ciptaannya mulai dikenal. Dia pun mulai diikutsertakan dalam berbagai pameran. Sejak itu mesin yang dibuatnya dicari banyak oang. Yunus menjual mesin itu Rp.5 juta per unit, "Sudah sepuluh mesin terjual. Mesin itu digunakan di Bandung dan Aceh," tambahnya.
Tidak berhenti pada satu karya cipta mesin, Yunus mencoba membuat mesin lain, yaitu mesin parut listrik. Mesin yang biasa digunakan untuk pompa air dimodifikasi sehingga menjadi mesin yang bisa dipakai memarut kelapa dan ketela.
Bentuknya yang kecil, mudah dibawa kemana-mana, membuat mesin ini banyak dicari orang. Sejak diproduksi awal tahun 2009 sudah 200 unit mesin parut yang terjual. Mesin yang dijual dengah harga Rp.350.000,- per unit ini diminati pembeli dari berbagai daerah, diantarnya Sumatera, Kalimantan, Lampung dan Nusa Tenggara Barat.
Di samping terus membuat mesin, Yunus juga menjalin kemitraan dengan petani untuk membudidayakan tanaman rosela di lahan seluas 15 hektar di Kecamatan Dagangan, kabupaten Madiun. Dia memodali petani untuk menanam rosela, yang kemudian dia beli guna diubah menjadi sirop. setiap tahun dia mampu memproduksi 5.000 botol sirop yang harganya Rp.12.000,- per botol
"Dari usaha-usaha ini, sekarang setiap bulan saya bisa memperoleh penghasilan kotor Rp.25 juta," kata Yunus, padahal saat bekerja di perusahaan konstruksi dia hanya memperoleh penghasilan Rp. 2 juta per bulan.
Cita-citanya menjadi pengusaha sudah terwujud. Berbagai penghargaan pun sudah diraihnya, namun dia masih terus bermimpi. Dengan usianya yang masih 30 tahun, tampaknya masih terbuka kesempatan bagi Yunus untuk bisa mewujudkan mimpi-mimpinya itu.
Dikutip dari KOMPAS, RABU, 16 DESEMBER 2009
Lahir : 26 September 1979
Alamat : Jalan Sunan Ampel, Desa Sumberejo, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun
Pendidikan : STM PGRI I Madiun
Penghargaan : - Juara I Kewirusahaan, Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur (2008)
- Juara II Teknologi Tepat Guna Tingkat Provinsi Jawa Timur (2008)
- Juara I Karang Taruna Berprestasi Tingkat Kabupaten Madiun (2008)
Oleh A PONCO ANGGORO
Menjadi pengusaha memang dicita-citakan Yunus sejak masih kecil. Saat usianya masih 12 tahun, duduk di kelas I SMPN I Geger, niatnya untuk berusaha sudah mulai dipupuk oleh ibunya.
"Saat itu ayah meninggal dunia. Ibu lalu berpesan agar saya tidak mengandalkan warisan dari ayah," ungkapnya. Bersamaan dengan pesan itu, Yunus diberi lima ayam oleh ibunya sebagai titik awal agar Yunus memulai usaha.
Setiap hari, saat hendak berangkat sekolah, telur yang dihasilkan kelima ayam itu dibawa dan dijualnya di toko jamu yang letaknya tiddak jauh dari rumahnya. Selama tiga tahun dia jalani usaha ini. Hasil penjualan telur sepenuhnya untuk membayar uang sekolah.
Yunus memperoleh kepuasan dengan berjualan telur. Apalagi cita-citanya menjadi pengusaha bisa terwujud. Kepuasannya ini yang terus memotivasinya agar bisa menjadi pengusaha saat dewasa kelak.
Namun seiring bertambahnya usia, niatnya menjadi pengusaha tertunda. Ketika bersekolah di STM PGRI I Madiun, disela waktu belajarnya dia bekerja di salah satu peerusahaan konstruksi di Madiun. "Saya ikut memasang instalasi listrik di perumahan-perumahan baru," kenangnya.
Selepas STM, tiga kali dia berpindah-pindah kerja di tiga perusahaan konstruksi di Malang, Bandung. Dia kemudian mnjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Taiwan. "Uang Rp. 20 juta yag saya tabung dari hasil kerja selama dua tahun dipakai untuk keperluan itu," tambahnya.
Meskipun gajinya di Taiwan sekitar Rp. 4 Juta perbulan, Yunus tidak betah. Hanya selama satu bulan dia bertahan di sana, "Saya menjadi kuli di pabrik paralon di sana. Tidak betah rasanya di suruh-suruh, bertentangan dengan cita-cita saya menjadi pengusaha," ujarnya.
Dia lalu pulang ke Indonesia, namun karena uangnya sudah habis untuk biaya ke Taiwan, dia memilih bekerja disebuah perusahaan jasa TKI di Jakarta. Setelah bekerja setahun dan keuangannya kembali pulih, dia baru kembali ke Madiun, "Saya berniat mewujudkan cita-cita saya yang tertunda," kata Yunus.
Pabrik kerupuk
Di Madiun, uang yang ditabungnya itu diinvestasikan untuk membuat pabrik kerupuk. Kerupuk dipilih karena mayoritas warga kampungnya bekerja sebagai perajin kerupuk. Lima tahun dijalani, usaha itu tidak juga berkembang. Pembuatan kerupuk yang masih manual menjadi kendala utama usaha rakyat itu.
Yunus pun berangkat ke Surabaya untuk mencari informasi pemotong kerupuk yang bisa mempercepat produksi. Dari Surabaya, dia berangkat ke Tulungagung karena dia mendapat keterangan bahwa ada orang yang bisa memberikan informasi lebih banyak di Tulungagung. "Karena uang yang dimiliki terbatas, saya sering tidur di masjid di Surabaya dan Tulungagung," katanya.
Setelah informasi yang diperlukan cukup, dia kembali ke Madiun. Barang-barang bekas, seperti pelek sepeda, rantai dan kaleng susu dikumpulkannya untuk dibuat menjadi mesin pemotong kerupuk. Dengan percobaan berulang kali selama satu bulan, mesin baru tuntas dibuat.
"Sempat putus asa karena tidak kunjung berhasil. Kegagalan saat membuat mesin itu malah membuat saya semakin tertantang," ujar Yunus.
Dalam satu hari, mesin yang rangkanya dari kayu dan pembuatannya menghabiskan dana Rp. 5 juta itu bisa memotong satu kwintal kerupuk. Setelah mengetahui cara membuat mesin itu, dia mulai membuat mesin pemotong dengan rangka besi, tidak lagi dengan kayu.
Selain memperbarui rangkanya, kemampuan memotongnya pun ditingkatkan. Jika sebelumnya satu kwintal kerupuk perhari, sekarang bisa dua kwintal setiap dua jam. Mesin ini juga di modofikasi sehingga tidak hanya bisa digunakan untuk memotong kerupuk, tetapi juga tempe, untuk membuat alat yang kemudian dinamakan mesin pemotong kerupuk multiguna ini membutuhkan modal Rp.3,5 juta.
Pada tahun 2008 Yunus mengikutsertakan mesin itu dalam teknologi tepat guna di tingkat Kabupaten Madiun, dia menjadi satu-satunya peserta dan ditingkat Propinsi dia meraih juara kedua. setelah itu mesin ciptaannya mulai dikenal. Dia pun mulai diikutsertakan dalam berbagai pameran. Sejak itu mesin yang dibuatnya dicari banyak oang. Yunus menjual mesin itu Rp.5 juta per unit, "Sudah sepuluh mesin terjual. Mesin itu digunakan di Bandung dan Aceh," tambahnya.
Tidak berhenti pada satu karya cipta mesin, Yunus mencoba membuat mesin lain, yaitu mesin parut listrik. Mesin yang biasa digunakan untuk pompa air dimodifikasi sehingga menjadi mesin yang bisa dipakai memarut kelapa dan ketela.
Bentuknya yang kecil, mudah dibawa kemana-mana, membuat mesin ini banyak dicari orang. Sejak diproduksi awal tahun 2009 sudah 200 unit mesin parut yang terjual. Mesin yang dijual dengah harga Rp.350.000,- per unit ini diminati pembeli dari berbagai daerah, diantarnya Sumatera, Kalimantan, Lampung dan Nusa Tenggara Barat.
Di samping terus membuat mesin, Yunus juga menjalin kemitraan dengan petani untuk membudidayakan tanaman rosela di lahan seluas 15 hektar di Kecamatan Dagangan, kabupaten Madiun. Dia memodali petani untuk menanam rosela, yang kemudian dia beli guna diubah menjadi sirop. setiap tahun dia mampu memproduksi 5.000 botol sirop yang harganya Rp.12.000,- per botol
"Dari usaha-usaha ini, sekarang setiap bulan saya bisa memperoleh penghasilan kotor Rp.25 juta," kata Yunus, padahal saat bekerja di perusahaan konstruksi dia hanya memperoleh penghasilan Rp. 2 juta per bulan.
Cita-citanya menjadi pengusaha sudah terwujud. Berbagai penghargaan pun sudah diraihnya, namun dia masih terus bermimpi. Dengan usianya yang masih 30 tahun, tampaknya masih terbuka kesempatan bagi Yunus untuk bisa mewujudkan mimpi-mimpinya itu.
Dikutip dari KOMPAS, RABU, 16 DESEMBER 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar