Rabu, 28 April 2010

Endang, Tetap Setia pada Udang

Kegagalan memelihara udang windu di tambak tidak menjadikan Endang Firdaus patah arang. Ia pulang ke kampung halamannya di Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, an mulai membudidayakan udang. kali ini bukan udang windu, tetapi udang galah. Penghasilan dari menjual udang galah inilah yang selama tujuh tahun terakhir menghidupi Endang dan keluarganya.
ENDANG FIRDAUS
Usia : 53 tahun
Pendidikan : - SD di Rajapolah, Tasikmalaya
- SMP di Rajapolah, Tasikmalaya
- SMAN 2 Tasikmalaya
- Jurusan biologi FMIPA Unpad
Istri : Eti Lenawati
Anak : - Fiddy Semba Prasetya (26)
- Firman Darmawan (21)
Oleh ADHITYA RAMADHAN
Selma tujuh tahun terakhir, pria lulusan Universitas Padjadjaran (Unpad) tersebut menekuni budidaya udang galah. Jika tujuh tahun lalu ia memulai usaha udang galah sendirian, kini sudah ada sedikitnya 30 orang warga Tasikmalaya yang mengikuti jejak Endang. Mereka tergabung dalam Kelompok Pembudidaya Udang Galah Biotirta.
Saat ini, kelompok yang diketuai Endang itu setiap pekan menghasilkan 1,5 kuintal udang galah konsumsi ukuran 30 ekor perkilogram dari total kolam sekitar 5 hektar. Hasil panen mereka jual ke sebuah restoran di Jakarta dengan harga Rp.63.000,- perkilogram hidup.
"Saya senang melihat rekan yang lain bisa mendapat penghasilan yang lumayan besar dari menjual udang. Dibandingkan dengan ikan, harga jual udang jauh lebih tinggi," katanya.
Kapasitas produksi kelompok Biotirta itu masih belum mampu memenuhi permintaan restoran langganannya, yakni 3 kuintal perminggu. Kualitas benih yang kurang bagus menjadi salah satu kendala utama.
Ia berharap pemerintah menyediakan benih berkualitas bagus sehingga produksi udang galah bisa meningkat. Peningkatan produksi ini penting artinya bagi Endang dan kelompoknya, terlebih sejumlah hotel dan restoran di Bandung sudah menjajaki kemungkinan membeli udang galah dari kelompok Biotirta.
Kiprah Endang membudidayakan udng galah telah memberikan efek positif bagi para anggota kelompok yang tersebar disejumlah kecamatan.
Endang tidak keberatan berbagi ilmu dengan warga atau pembudidaya yang berniat memelihara udang. Dia tidak merasa tersaingi seandainya nanti semakin banyak pembudidaya yang memelihara udang galah. Justru, ayah dua anak ini bahagia karena ilmunya telah dirasakan manfaatnya oleh orang lain.
Ketekunannya membudidayakan udang galah itu diapresiasikan Pemerintah Provinsi Jawa barat dengan memberikan penghargaan Kelompok Berprestasi I bagi Kelompok Budidaya Udang galah Biotirta tahun 2008.
Diawali kegagalan
Kiprah endang membudidayakan udang berawal tahun 1987. Ketika itu, dia baru l dua tahun lulus kuliah jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unpad, Bandung. Pada tahun itu, dia diterima di sebuah perusahaan tambak di wilayah Cirebon. Semula ia akan ditugasi di laboratorium mengingat fokus ilmunya semasa kuliah pada kualitas air, Namun, perusahaan yang diharapkan Endang bisa memberikan jaminan kesejahteraan dan kenyamanan kerja ternyata jauh dari harapan.
Endang muda yang menyandang gelar sarjana itu ditugasi memelihara udang di tambak, seperti halnya petani lain, dia hanya bertahan beberapa bulan, kemudian berhenti bekerja.
Keluar dari kerja, Endang memilih memulai usaha membuka tambak sendiri dengan menyewa lahan seluas tiga hektar. Lima tahun lamanya, sejak 1987 hingga 1992, dia mencoba berusaha di bidang pertambakan udang windu.
Dalam perkembangannya banyak yang tergiur dengan keuntungan membudidayakan udang windu. Tidak sedikit petani yang membuka lahan tambak. Akibatnya, persaingan semakin ketat dan yang paling parah adalah rusaknya lingkungan pesisir karena tambak.
Kondisi yang tidak menguntungkan itu memaksa Endang pulang ke Tasikmalaya, kampung halamannya. Di Tasikmalaya ia membudidayakan ikan meskipun tetap ingin memelihara udang lagi seperti ketika di Cirebon. namun, yang dikembangkan bukan udang yang hidup di air payau, melainkan udang yang dipelihara di air tawar.
Endang pernah memelihara udang galah dengan sistem maklun. Dia memelihara udang galah milik orang lain di kolamnya. Semua kebutuhan pakan dipenuhi oleh orang tersebut. Hasil panen dijual kepada pemilik tambak dan Endang menerima bagian dari hasil panen itu.
Empat bulan dengan sistem maklun dengan hasil panen 25 kilogram dia hanya mendapat bagian Rp.400.000,- setiap kilogram udang galah hanya dihargai Rp.8.000,- padahal Endang tahu bahwa harga udang galah di pasar jauh lebih mahal.
Posisi tawar
Setelah pengalaman tidak mengenakkan itu, dia mencoba sendiri membudidayakan udang galah. "Saat itu, sulit sekali mencari informasi tentang bagaimana membudidayakan. Baru pada tahun 2003, setelah saya maklun dengan orang lain, saya mendapat informasi bagaimana memelihara udang galah. Sejak saat itulah saya memberanikan diri memelihara sendiri," katanya.
Bermodal Rp.450.000,- dan kolam seluas 1.400 meter persegi, Endang mulai membudidayakan udang galah. Dia sadar selalu saja ada tantangan ketika memulai usaha. Namun, bukan Endang jika menyerah begitu saja pada tantangan.
Tantangan itu, misalnya, ia terpaksa harus membawa sendiri benih udang galah dari Pamarican, Ciamis, sejauh sekitar 70 kilometer menggunakan sepeda motor hanya gara-gara penjual benih tidak mau mengantar benih pesanan Endang karena jumlahnya yang hanya 10.000 ekor.
Satu pengalaman berharga bagi Endang ialah ketika dia bingung menjual udang hasil panennya. Dengan keterbatasan informasi pasar, ia membawa udang galah miliknya ke restoran makanan laut di Pangandaran, Ciamis. Disana udang galah itu dibeli dengan harga rendah karena berbagai alasan. Sementara Endang tidakmungkin membawa pulang udangnya.
"Waktu itu saya sakit hati. Sudah bobotnya susut banyak, pembeli di sana memberi harga rendah. Itu pelajaran barharga bagi saya," ujar Endang.
Keputusannya membudidayakan udang galah pernah dicemooh warga sekitar. Mereka menganggap usaha udang galah tidak bakal untung. Tetapi setelah melihat hasilnya yang menguntungkan, banyak diantara mereka yang kemudian belajar cara budidaya udang galah pada Endang. Diapun dengan hati lapang menerima mereka.
Semua pengalaman itu sangat berharga. Kini Endang telah berani menempatkan diri sebagai pembudidaya yang punya posisi tawar dihadapan pembeli. Ia akan menahan udang jika harga dari pembeli terlalu rendah. Apalagi, dia yakin pasar udang galah masih terbuka luas. Karena itu, Endang senang jika ada petani yang mengikuti dirinya membudidayakan udang galah dan ikut merasakan keuntungannya.
dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 29 APRIL 2010

6 komentar:

  1. saya sangat tertarik untuk memulai usaha tambak udang seperti yang dilakukan pak endang firdaus.mohon kirimkan nmr telp/hp pak endang firdaus ke email ini :angga_tonyoik@yahoo.com.sangat ditunggu.terima kasih

    BalasHapus
  2. boleh saya minta no tlp. pak endang? kirim melalui email saya estirahmanah@gmail.com. tugas untuk keperluan kuliah . terimakasih

    BalasHapus
  3. boleh saya juga minta nmer pa endang?

    BalasHapus
  4. Assalamualaikum Pak Endang,

    terinspirasi dengan keuletannya boleh bisa dapat no Hp pak endang kirim melalui email saya: barry.ahmd@gmail.com. terima kasih.

    BalasHapus
  5. Boleh minta no pa endang kirim ke email
    muhamad_sopa@yahoo.com

    BalasHapus
  6. boleh minta no pak endang.? untuk kebutuhan penelitian dikampus.

    tolong kirim ke email wakgolam@gmail.com

    makasih

    BalasHapus