Senin, 19 April 2010

M Yuli dan Kaus Bordir Batik Kauman

Beberapa tahun terakhir Kota Solo menggeliat. Berbagai perhelatan budaya tingkat internasional diselenggarakan untuk memancing kedatangan lebih banyak wisatawan. Muhammad Yuli melihat ada peluang dari geliat ini. Ia lantas menciptakan suvenir khas Solo dengan mengawinkan kaus kasual dan jarik batik tradisional.
MUCHAMMAD YULI
Lahir : Solo, 26 Juli 1973
Istri : Titik Rahayuningsih (37)
Anak : 1. Amalia Azahra (10)
2. Ahmad Irvan (3,5)
Pendidikan : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (1997)
Penghargaan : Juara II Lomba Kriya, Kelompok Sadar Wisata Kota Solo (2009)
oleh ANTONY LEE
Batik kaus kini menjadi suvenir khas bagi wisatawan yang berkunjung ke Solo. Jika orang menyebut batik kaus, maka sebagian besar toko batik di kawasan Kauman, Kota Solo, Jawa Tengah bakal menyebut "Rym"
Nama itu menunjuk sebuah ruang pajang di Jalan Wijaya Kusuma. Lokasinya sedikit masuk gang yang hanya bisa dilintasi satu mobil. Di ruang pajang mungil berukuran 3x4 meter itu, Muchammad Yuli menelurkan kreasi suvenir khas Kota Solo.
Di ruang itu tergantung beberapa contoh kaus berbatik dengan balutan bordir rapat. Kaus berbahan dasar putih atau hitam bergambar bordir dengan berbagai tema yang sangat lokal Solo. Pada sebagian motif itu terselip potongan batik. Sebagian bertema tokoh pewayangan seperti Punakawan, Arjuna dan Bima, yang dibordir seperti sedang menggunakan kain motif batik.
Adapula bordir motif andong atau becak yang diberi batik. Selain itu, juga ada tema musik tradisional Solo yang menggambarkan empat orang memainkan gamelan dengan menggunakan celana batik serta alat-alat musik yang berbalut batik pula. "Kekuatan kami terletak pada desain dan teknik pembuatannya yang berbeda," tutur Yuli, awal Maret lalu.
Awalnya Yuli membuat gambar kasar secara manual, kemudian ia menuangkannya dalam program desain menggunakan komputer. Bahan baku itu kemudian dibawanya ketukang bordir. Namun ada teknik khusus yang digunakannya.
Yuli meletakan potongan besar kain jarik batik dibagian bawah kaus untuk dibordir bersama. Setelah itu baru kaus dipotong agar motif batik yang berada di bagian bawah kaus terlihat. Teknik ini membuat batik terlihat sangat menyatu dengan bahan dasar kaus, seperti batik yang ditorehkan langsung di atas selembar kain katun lembut.
Tujuh kali gagal
Yuli menuturkan, upaya menggali teknik itu bukan hal mudah. Dia mengaku sampai tujuh kali mencoba dan gagal. Pernah ia mencoba teknik menempelkan potongan batik keatas kaus, tetapi hasilnya tak maksimal karena tidak bisa menghasilkan bentuk yang butuh presisi dan detail.
Diapun terus mencoba berbagai cara. Akhirnya upaya pantang menyerah dan mau terus mencoba itu terbayar. Kini, kaus itu sudah merambah sejumlah daerah di luar Solo, seperti Jakarta, bahkan hingga Sumatera dan Kalimantan.
Sebagian besar dibawa oleh wisatawan yang datang ke Solo sebagai oleh-oleh. Namun, ada pula yang menilai karya ini unik, sehingga mereka menjualnya lagi di lain daerah. Bahkan , ada seorang kenalannya yang membawa sejumlah kaus itu saat bersama tim "Solo batik Carnival" berpartisipasi dalam Chingay Parade diSingapura, Februari lalu.
Omzet usaha Yuli kini mencapai puluhan juta Rupiah perbulan dengan rata-rata produksi 600 kaus. Di ruang pajang, Yuli menjual Rp.65.000,- per lembar kaus, sedangkan jika sudah dipasarkan di gerai batik lainnya, harga yang ditawarkan sekitar Rp.80.000,- Ia juga sudah mampu membayar tiga pegawai tetap, belum termasuk pekerja dari luar yang bertugas menjahit dan membordir kaus.
Saat memulai usaha ini tahun 2006, modal awal yang dikeluarkan Yuli sekitar Rp.6 juta batik. Modal itu diperoleh dari hasil patungan dengan dua rekannya, Khamidah Nugrahawati (40) dan Rini Ambarwati (38). Yuli yang tak memiliki modal memadai menawarkan kerjasama kepada kedua tetangganya. Kebetulan mereka tertarik sehingga masing-masing menanamkan modal Rp.2 juta.
Mereka kemudian berbagi tugas dalam mengambangkan usaha patungan ini. Yuli menangani bagian desain kreatif, Khamidah menangani administrasi usaha, dan Rini menangani pemasaran. "Awalnya kami hanya membuat kaus bersablon sebelum menemukan kreasi kaus bordir batik tahun 2008,"kenang Yuli.
Yuli mengatakan, dia memilih kaus sebagai media kreasi suvenir khas Solo karena dia menilai pasar untuk produksi ini masih sangat terbuka. Orang tua, anak-anak, remaja, dewasa, laki-laki dan perempuan sebagian besar gemar mengenakan kaus. Berbeda halnya dengan produk kerajinan hiasan yang tidak fungsional.
Cibiran
Saat memulai usaha ini, Yuli sempat mendapat cibiran dan cemooh dari beberapa kenalan yang menilai upayanya tak akan berhasil. namun yuli memilih menutup telinganya rapat-rapat dari komentar negatif itu dan terus melangkah.
Setelah usaha ini mulai maju dan peminatnya banyak, muncul hambatan baru dalam bentuk penjiplakan desain. Beberapa kali ia menemukan desain Rym yang dijiplak dengan teknik yang masih kasar. Namun bagi Yuli, hal ini justru menjadi cambuk untuk tetap bertahan.
Salah satu upaya yang dilakukan ialah memacu diri untuk menghasilkan desain-desain baru. Ia mengajak kedua rekannya berkumpul tiap pekan untuk berbagi ide desain. Maka tidak heran apabila dalam dua tahun terakhir sudah ada 50 desain kaus yang dimunculkan.
"Kami juga sedang memikirkan cara atau kreasi lain karena kami yakin di pasaran produk kreasi ini ada usianya. Kami memikirkan tiga hingga lima tahun mendatang harus membuat apa meski intinya tetap memadukan kaus dan batik," ungkap Yuli. Mereka terus melakukan berbagai inovasi dengan kreasi-kreasi baru.
Jiwa wirausaha Yuli sudah muncul sejak masih kuliah tahun 1993-1997 di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Demi mencari tambahan uang saku, ia membuat usaha sablon kartu nama atau undangan. Setelah lulus, ia memilih tidak menggunakan ijasah sarjana hukumnya, tetapi memulai usaha kecil-kecilan, sebelum memulai usaha batik kaus.
Yuli menyatakan, dia lebih senang menciptakan lapangan pekerjaan ketimbang bekerja untuk orang lain. Dari usaha itu, dia sudah mendapat penghasilan cukup untuk membiayai keluarga. namun, ia masih menaruh harapan agar bisa mengembangkan usaha ini lebih luas lagi hingga bisa memproduksi kaus ini mulai dari hulu hingga hilir. Selama ini ia masih memilih menggunakan jasa penjahit dan tukang bordir lepas demi efisiensi biaya produksi.
Dengan begitu, ia akan mampu membuka lapangan pekerjaan untuk lebih banyak orang.
Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 20 APRIL 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar