Rabu, 13 Februari 2013

Ketut Wiranantaja: Kipas-kipas Inovatif dari Sesetan

KETUT WIRANANTAJA 

Lahir: Denpasar, Bali, 31 Januari 1954
Istri: Ni Nyoman Widiati (56)
Anak:
- Wayan Wiraperdhana (31)
- Made Jananuraga (29)
- Nyoman Putra Wijaya (22)
Pendidikan:
- SD Negeri 3 Sesetan, Kota Denpasar
- SMP Widhyapura, Sesetan, Kota Denpasar
- SMEA Negeri Denpasar
- Akademi Pariwisata Perhotelan Denpasar
Penghargaan:
- Joymark Design Tokyo Japan 1990
- Sidhakarya dari Depnaker 1995
- Gold Award "Indonesia Good Design" 2012

Ketut Wiranantaja (59), pria kelahiran Denpasar, Bali, akhirnya menemukan arti hidupnya dalam industri kerajinan Kipas Wiracana yang dibangun sejak tahun 1995. Kerajinan kipas yang tahun 1980-an hanya diukir secara tradisional oleh ayahnya dan sejumlah tetangga, kini menjadi modern.

OLEH AYU SULISTYOWATI

Semua itu terjadi setelah Wira, panggilannya, membuat mesin pengukir kipas. Omzet puluhan juta rupiah per bulan, nama yang mendunia, dan penghargaan Gold Award "Indonesia Good Design" 2012 pun nyata lewat tangan kreatifnya.
   "Satu hal yang menjadi cita-cita dan ingin saya wujudkan adalah menjadikan kipas, budaya, bagi perempuan Indonesia. Bagaimana kipas selalu ada di setiap tas perempuan," kata Wira di galeri Kipas Wiracana miliknya.
   Ia tak akan berhenti berinovasi dan berkreasi dengan kipas. Ia juga bertekad harus ada sesuatu yang khas pada produk kipasnya.
   Berawal dari kegelisahan dia melihat ayahnya dan para tetangga di Sesetan, Kota Denpasar, bersusah payah membuat kipas cendana dengan alat ukir sederhana. Padahal, pesanan bisa lebih dari puluhan kipas.
   Ketika itu, Wira baru kembali dari bekerja di kapal pesiar sekitar tahun 1992. Lulusan Akademi Pariwisata Perhotelan Denpasar itu pun berhenti sebagai pekerja di kapal pesiar. Ia beralih menjadi pebisnis.
   Saat itu bisnisnya relatif maju. Namun, ia merasa tak berguna meski uang berlimpah. Kerajinan kipas cendana milik ayahnya pun tak serius dia garap. Wira terlena dengan bisnisnya sendiri. Memasuki tahun 1995, matanya tertuju pada salah satu peralatan kantor, yaitu alat pelubang kertas.
  "Saya bilang kepada istri, Tuhan menunjukkan sesuatu melalui alat pelubang kertas ini. Saya harus bisa membuat kipas cendana lestari dan diproduksi massal," tuturnya.
   Eksperimen pun dia lakukan. Tiga tahun kemudian, satu mesin dibuatnya. Kipas-kipas cendana bisa dibuat massal dengan cepat, tanpa orang harus satu-satu mengukirnya. Baginya, produk massal tak berarti menghilangkan tradisi. Bentuk ukiran kipas tetap dipertahankan. Kerajinan kipas yang sudah dikenal itu tak boleh punah.

Menjadi oleh-oleh

   Kipas cendana pernah populer sekitar tahun 1980. Wisatawan yang datang tak lupa membawa oleh-oleh kipas Bali, terutama kipas cendana asli Denpasar. Waktu itu, kipas juga identik sebagai suvenir pernikahan.
   Sayang, bahan baku kayu cendana semakin langka. Oelh karena itu, Wira berpikir, ia tak boleh terkungkung hanya dengan bahan baku kayu cendana. Ia tak berhenti belajar secara otodidak.
   Ia pun tak segan merogoh tabungannya untuk pergi ke Spanyol, Jepang, dan sejumlah negara di Eropa. Wira mencari dan mempelajari sejarah kipas serta fungsi kipas di setiap negara itu.
   Menurut dia, kipas khas Denpasar harus tetap berjaya dengan bahan baku apapun. Kayu mahoni dan lainnya pun bisa. Ia lalu berinovasi dan memodifikasi kipas-kipas itu. Pengetahuan yang dia dapatkan dari bepergian pun tercurah dalam kreasinya setiap hari.
   "Saya berusaha berkarya setiap hari, apalagi teknologi sudah memanjakan kita. Jadi, di mana pun saya berada, di situ saya mendapatkan inspirasi, saya langsung merekamnya," kata Wira.
   Meskipun kipas produksi Wira telah menggunakan perangkat modern, dia tetap yakin sentuhan tangan perajin tak bisa dihilangkan. Alasan dia, justru sentuhan itulah yang menjadi kekuatan kipas produksinya.
   Ia membuat aneka kipas, mulai gaya tradisional dengan seluruh lembaran kipas diukir hingga menggunakan laser. Modifikasi kipas yang lain memakai kain tenun endek dan kain lain sesuai selera pemesan. Wajah pun bisa dilukis menggunakan laser pada batang-batang kipas.
   "Kain yang dipotong pun menggunakan sinar laser agar serat kain tetap rapi," ujarnya.
   Kerapian dan ketelitian menjadi pekerjaan final yang penting pada kipas produksi Wira. Dia juga tak membatasi jumlah kipas yang harus dipesan pelanggan.
   "Orang memesan satu kipas pun, saya layani. Itulah bisnis yang benar, dan itulah rezeki untuk kelanggengan kerajinan ini. Saya tak perlu gengsi," tegasnya.

Kerajinan

   Ia tetap menyebut dirinya perajin kipas. Alasannya, kipas dari Denpasar ini lahir dari kerajinan tangan dan sampai kapan pun tetap memerlukan sentuhan tangan. Bedanya, Wira adalah perajin yang modern dan profesional.
   Setiap menyanggupi pesanan, ia berusaha menjaga kualitas dan kepercayaan pemesan. Wira bisa dikatakan melayani 24 jam konsultasi pelanggan. "Karena tak semua negara memiliki waktu siang dan malam yang sama."
   Ribuan kipas dari tempatnya setiap bulan terkirim ke beberapa negara. Jepang dan beberapa negara di Eropa menjadi pemesan rutin.
   Dia juga terus-menerus membuat batang kipasnya berbeda. Batang kipas itu bisa dibuat dari bahan tulang, gading, serta kerang, polos atau di ukir.
   Tahun lalu, selama sekitar enam bulan ia berpikir keras untuk meraih Gold Award "Indonesia Good Design" 2012. Ia berhasil mendapatkannya pada Desember 2012.
   "saya bersyukur dengan penghargaan ini. Penghargaan ini menambah semangat putra daerah untuk berkreasi mengangkat potensi lokal agar tak kalah bersaing," ujarnya bersemangat. Pada kompetisi itu, ia mengandalkan ukiran Ganesha di atas tulang dan lukisan Ganesha pada kain sutra.
   Selama ini istrinya, Ni Nyoman Widiati, mendukung semangat Wira membangkitkan kerajinan kipas Sesetan, warisan turun-temurun itu. Tiga anak lelakinya pun membantu setelah mereka menyelesaikan pendidikannya di luar negeri.
 Ia tak menyembunyikan rasa bangga, anak-anaknya mau membangun bisnis kerajinan kipas ini. Hasil jerih payahnya dari kerajinan kipas terbukti mampu menyekolahkan anak-anaknya ke luar negeri dan mencukupi hidup keluarganya.
   Hingga kini, Wira tetap menerapkan disiplin dalam pekerjaan mengelola kerajinan kipas, bersama anak dan istrinya. Apalagi karyawannya kini sekitar 175 orang, dari hanya belasan orang pada tahun 1995.
   Ia terus belajar dan berkreasi. Bagi Wira, sesuatu tak bisa besar jika tak dimulai dari hal yang kecil. Kipas-kipas kreasinya tak bakal mendunia jika ia hanya mengandalkan pasar lokal.
   "Saya tak takut persaingan dengan produk China. Pasar kipas ini peluang pasarnya sedunia. Jadi, mengapa kita harus takut dengan produk China? Mari bersaing, konsumen itu mampu memilih yang berkualitas," kata Wira meyakinkan.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 14 FEBRUARI 2013

3 komentar:

  1. Liputan yg membangkitkan kreatifitas, saya mencari kipas bambu dgn harga grosir. bisa minta kontak pak wira. Agung Harijanto - kediri. hp. 0852 357 21313. ,,Trimakasih

    BalasHapus
  2. Saya ingin memesan kipas kayu. Bagaimana caranya menghubungi Pak Wira ?

    BalasHapus
  3. Saya ingin memesan kipas kayu. Bagaimana caranya menghubungi Pak Wira ?

    BalasHapus