Selasa, 19 Maret 2013

Lili: Memopulerkan Pisang Mas Kirana

LILI 
Lahir: Sumedang, Jawa Barat, 6 Juni 1962
Pendidikan: S-2 Agribisnis Universitas Islam Kadiri, 2007
Pekerjaan: Penyuluh pertanian Kabupaten Lumajang, Jawa Timur
Istri: Endang Sulistyowati
Anak: Nina Amelia, Arika Desilia, Hani Yuia
Penghargaan:
- Penyuluh Pertanian Berprestasi dari Kementerian Pertanian, 2007
- Penyuluh Teladan III kategori penyuluh pertanian yang bertugas di
  kabupaten, dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2012
- Pembina Kelompok Tani Berprestasi dari Dinas Pertanian Jawa Timur, 2006

Pisang mas kirana adalah pisang unggulan Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Awalnya, jenis pisang ini tidak mendapat tempat di hati umumnya warga Lumajang. Namun, karena Lili terus-menerus memopulerkannya, kini pisang mas kirana menjadi idola.

OLEH DAHLIA IRAWATI

Pisang mas kirana memiliki nilai jual tinggi dan merambah berbagai pasar swalayan di kota-kota besar di Indonesia. Bahkan, pisang ini juga menjadi sajian di Istana Negara. Pisang mas kirana berbentuk panjang bulat (gilig) sekitar 9 sentimeter dengan warna kulit kuning. Pisang ini sebenarnya sudah lama tumbuh di Lumajang, tetapi tidak bernilai jual.
   Awalnya, harga pisang mas kirana hanya Rp 5.000-Rp 7.000 per tandan. Namun, kini harga pisang suguhan di istana kepresidenan itu bisa mencapai Rp 75.000 per tandan. Melejitnya harga pisang mas kirana, salah satunya, dipelopori Lili, penyuluh pertanian di Kecamatan Senduro, Lumajang, sentra pisang mas kirana.
   Lili risau saat petani di Senduro memandang sebelah mata terhadap pisang mas kirana. Pisang ini hanya menjadi tanaman pengisi kebun atau halaman rumah. Padahal, potensi pisang ini amat bagus. Selain rasa manis dan bentuk mungil, pisang ini juga banyak ditanam di kebun warga. Sayang, jika pisang ini tak dijadikan sumber penghasilan.
   Itu sebabnya, pada 2001 Lili bersama teman berusaha memasarkan pisang mas kirana ke pasar. Saat itu, dia membawa tujuh tandan pisang dan memberanikan diri menembus perusahaan agrobisnis di Surabaya. Usaha itu berhasil. Meski hanya dihargai Rp 1.600 per kilogram, permintaan mulai mengalir.
   Pasar merespons keberadaan pisang mas kirana. Lili pun mendapat pesanan 20 tandan pisang dari perusahaan itu. Setahap demi setahap pesanan naik, hingga pada 2002 pesanan pisang mas kirana mencapai 150 tandan. Pisang dia dapatkan dari sejumlah petani yang berminat memasarkan pisang mas kirana.

Nilai jual

   Awalnya, pisang hanya dibungkus dengan spons dan dibawa kepada pembeli. Namun, dia melihat pasar menyambut baik, Lili pun mengajak petani menangani sendiri pengolahan dan pengemasan pisang mas kirana. Ini untuk menaikkan nilai jual pisang tersebut.
   Pada 2002 dibentuklah tiga kelompok tani yang bergerak di bidang agrobisnis khusus pisang mas kirana. Sejak saat itu, tiga kelompok tani tersebut yang menangani pascapanen pisang mas kirana, mulai pengolahan pisang seusai dipanen hingga pengemasan dan siap dipasarkan.
   Seiring semakin banyaknya permintaan dari perusahaan agrobisnis, Lili juga menyosialisasikan nilai ekonomi pisang mas kirana. Warga Senduro pun menyambut baik. Mereka mulai memberikan perhatian pada pohon pisang mas kirana. Setidaknya ada 11 kelompok tani pisang mas kirana yang kini menjadi binaan Lili.
   Dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Lumajang, intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pisang mas kirana mulai dilakukan. Terbentuklah tiga kecamatan sentra pisang  mas kirana, yaitu Senduro, Pasrujambe, dan Gucialit. Ketiganya merupakan wilayah dengan kontur perbukitan dan pegunungan yang dinilai cocok untuk pertumbuhan pisang mas kirana.
   DiKecamatan Senduro, sebagai sentra utama pisang mas kirana, kini jumlah lahan yang ditanami pisang mas kirana mencapai 425 hektar. Padahal, sebelumnya lahan untuk tanaman pisang mas kirana hanya sekitar 15-20 hektar. 
   Pisang mas kirana semakin dikenal luas. Dari tiga kecamatan itu, produksi pisang mas kirana mencapai 200 ton per bulan. Jika awalnya hanya Rp 1.600 per kg, kini harga pisang mas kirana melejit hingga Rp 5.200 per kg.
   Untuk menguatkan daya tawar petani pisang, Lili mengajak kelompok-kelompok tani berhimpun membuat asosiasi. Dengan berkelompok, petani pisang di Senduro pun dengan mudah mengakses permodalan bank. Ada bank yang menjadi sponsor pengembangan pisang mas kirana di Senduro.
   Beberapa kali pisang mas kirana mencoba menembus pasar luar negeri, seperti Singapura dan taiwan. Namun, persyaratan pasar luar negeri rupanya sulit ditembus petani Senduro yang saat itu masih belajar mengenal pasar.
   "Sebenarnya orientasi ekspor bukan yang utama. Namun, ini menjadi penyemangat agar petani bisa menghasilkan produk unggul yang bisa diterima pasar luar negeri," ujarnya.
   Bagi Lili, pintu untuk memenuhi pasar buah dalam negeri saja masih terbuka lebar. "Konsumsi buah bangsa Indonesia masih 32 kilogram per kapita per tahun. Padahal, yang disyaratkan FAO, konsumsi buah seharusnya 60 kilogram per kapita per tahun. Artinya, pasar dalam negeri masih terbuka, tinggal bagaimana kita mengisinya," ujar Lili yang hingga kini masih menjadi salah satu jalur pemasaran warga Lumajang untuk memasarkan pisang mas kirana.
   pasar pisang mas kirana menembus sejumlah kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan sampai ke Bali. Pembeli umumnya adalah supermarket. Pisang mas kirana lalu diberi label produk tertentu dan dipajang sebagai produk premium.
   "Saya ingin produk dalam negeri menjadi raja di negeri sendiri. Jangan sampai negara kita hanya dibanjiri produk asing yang kualitas sebenarnya di bawah produk dalam negeri. Itu semua bisa terwujud kalu petani kita kuat," ujar Lili.

Kelembagaan

   Melalui pisang mas kirana, Lili mengajarkan pentingnya penguatan kelembagaan petani. Dengan berlembaga, selain mudah mengakses permodalan, petani pun mampu menembus pasar-pasar besar. Mereka juga lebih mudah mendapat pelatihan peningkatan kualitas produk dari sejumlah institusi.
   Dalam hal pisang mas kirana, Lili merasa berhasil menerapkan tiga tugas yang diemban. Pertama, meningkatkan pengetahuan petani, kedua, meningkatkan keterampilan petani, terutama dalam pengemasan produk. Ketiga, mengubah sikap petani dari apatis menjadi partisipatif.
   Kepedulian Lili kepada petani antara lain karena dia anak seorang petani. Lili paham betul bagaimana menderitanya petani yang sejak awal mesti bekerja keras, tetapi harus kecewa saat panen karena mendapati kenyataan harga jatuh atau bahkan gagal panen.
   "Saya ingin melihat petani berjaya di negeri sendiri. Di luar negeri, petani itu dihormati. Sementara di sini petani masih termarjinalkan. Betapa indahnya kalau suatu saat petani kita benar-benar dihargai di negerinya sendiri," ujar Lili.


Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 18 MARET 2013
 

3 komentar:

  1. ibu lili tg terhormat, di mana saya bisa mendapatkan bibit pohon pisang mas kirana itu. saya ada lahan sekitar 2000 m. saya berencana menanam pohon pisang tersebut, terima kasih

    BalasHapus
  2. Salam kenal dari Jogja pak Lili.
    Saya kemarin dapat permintaan pisang ambon putih dari kuala lumpur pak Lili. Kalau di Lumajang dapat memasoknya, dengan senang hati saya membantu.
    Terimakasih

    BalasHapus
  3. pak wicak tinggal dimna ? sy juga di jogja. ada bbiit lkirana pak ? nuwun

    BalasHapus