KESIH
Lahir : Sumedang, Jawa Barat, 3 Oktober 1976
Suami : Asep Wasman
Anak : Fathin Muhammad (13), Haribanu Adam (8)
Pendidikan : D-3 Kebidanan Politeknik Kesehatan Bandung, 2004
Penghargaan :
- Bidan Teladan Kabupaten Bandung,2009
- Bidan Teladan Provinsi Jawa Barat, 2009
- Srikandi Award untuk Kategori Pemberdayaan Ekonomi 2011
- Penghargaan dari Bupati Bandung, 2011
Kesih adalah bidan desa yang bertugas di Desa Mekarjaya, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sejak 2006. Desa di kaki Gunung Malabar ini sempat membuatnya nyaris patah arang karena termasuk desa pelosok dengan kondisi infrastruktur buruk, sementara 91 persen warganya adalah buruh tani dan pekerja serabutan.
OLEH DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
"Saya sempat berpikir untuk bertugas setahun saja, sekadar menjalankan persyaratan," cerita Kesih, bidan lulusan D-3 Politeknik Kesehatan Bandung.
Faktanya, Kesih justru membulatkan tekad untuk mengabdi di desa berpenduduk 1.650 keluarga ini. Satu persatu kelompok masyarakat bisa didekatinya untuk meyakinkan mereka bahwa di desa tersebut sudah ada bidan yang menyediakan layanan kesehatan.
Ini terutama bagi para ibu yang mendapatkan layanan kesehatan dari kehamilan hingga persalinan. Kader PKK yang semula berjumlah 25 orang pun bertambah menjadi 69 orang.
Pengabdian Kesih berlanjut di Desa Mekarjaya hingga sebuah insiden mengubahnya.
Suatu hari dia menangani kasus apnea atau masalah pernapasan pada bayi berusia tiga minggu. Dia pun tanggap dengan memanggil ambulan untuk merujuk bayi itu ke rumah sakit guna mendapatkan perawatan secepatnya. Bukannya ikut bergegas, orang tua si bayi malah mematung di depan pintu, padahal ambulans sudah menanti di halaman rumah.
Kesih sadar, masalah ekonomi pasti mengganjal benak orangtua si bayi. Ia lalu menjelaskan berbagai skema jaring sosial yang bisa mereka gunakan agar biaya pengobatan itu gratis, seperti Jaminan Kesehatan Daerah dan Jaminan Kesehatan Masyarakat.
"Kalau kami ikut mengantar ke rumah sakit, siapa yang menanggung biaya makan dan ongkos jalan bolak-balik ke rumah sakit," tutur Kesih menirukan reaksi orangtua si bayi.
Dia sempat kaget dengan sikap orangtua si bayi itu, tetapi bisa memaklumi mengingat tingkat ekonomi warga setempat yang umumnya tidak mampu. Kejadian itu membuat dia belajar bahwa jaring sosial memang menjamin biaya pengobatan orang yang sakit, tetapi kerap melupakan para pendamping si sakit, padahal kehadiran mereka juga dibutuhkan.
Koperasi Bunda Lestari
Pengalaman tersebut menimbulkan ide di benak Kesih untuk menggerakkan potensi masyarakat melalui sebuah koperasi. Koperasi dianggapnya bisa menjadi solusi karena mampu menggerakkan kekuatan ekonomi meski anggotanya bukan berasal dari kalangan yang mampu.
Sejak 2009, dia merintis koperasi beranggotakan kader PKK dan para ibu. Salah satu alasan Kesih mendirikan koperasi adalah mendukung operasional kader PKK yang berlatar belakang buruh tani dan ibu rumah tangga. Perannya yang penting sebagai pembantu bidan desa setempat seolah kontras dengan tugasnya di koperasi yang dikerjakannya tanpa mendapat honor.
Koperasi tersebut lalu menghimpun dana sosial yang semula digalang pada tingkat RW. Menggunakan kaleng bekas susu kental manis yang di pasang di depan rumah, setiap minggu warga mengisinya dengan beras, lalu dikumpulkan di koperasi. Setelah terkumpul, beras tersebut dijual dan dijadikan dana sosial bagi ibu hamil.
Meski jumlahnya berfluktuasi, saldo bulan terakhir menampilkan angka Rp 5 juta lebih, dana untuk digunakan ibu hamil.
"Dalam dua tahun terakhir ini, tidak ada lagi kisah warga yang kesulitan uang untuk mengantar ibu hamil atau memeriksakan anak," ujar Kesih.
Keberadaan jaring sosial bagi ibu hamil, misalnya Jaminan Persalinan (Jampersal), kerap salah dimaknai oleh ibu hamil. Umumnya mereka mengira tidak lagi harus menabung karena biaya persalinan sudah ditanggung pemerintah. Padahal, di luar itu, masih banyak kebutuhan yang juga harus disiapkan orangtua, seperti biaya pendamping hingga kebutuhan lain, semisal popok ataupun susu.
Selain sumbangan pokok dan wajib layaknya koperasi, Kesih juga berpikir agar ada perputaran uang yang bisa menghidupkan perekonomian Desa Mekarjaya. Pikirannya sederhana. Jika masyarakat sejahtera, tentulah derajat kesehatan juga ikut terdongkrak.
Kesih kemudian menggunakan dana yang terkumpul dari iuran para anggota koperasi untuk pemberdayaan ekonomi warga. Bukan serentak untuk satu wilayah, melainkan spesifik di tiap-tiap RW.
Misalnya, RW 1 menggarap pembibitan tanaman kayu produksi bekerja sama dengan perusahaan yang menanamkan modal di wilayah itu atau RW 8 yang memanfaatkan lahan carik desa untuk dijadikan kolam ikan lele. Ada pula RW 7 yang warganya menggarap keripik pisang atau RW 10 yang serius dengan opak, sejenis makanan khas.
Langkah tersebut dirasakan Kesih lebih efektif. Pasalnya, para pekerja yang mayoritas perempuan tersebut bisa mendapatkan penghasilan tambahan hanya dengan meluangkan waktu 1-2 jam sehari. Setiap minggu, mereka bisa mendapatkan uang sekitar Rp 25.000 per orang.
Mitra usaha pembibitan itulah yang kemudian membantu pengurusan akta notaris koperasi yang dirintis Kesih hingga kemudian memiliki nama "Koperasi Bunda Lestari". Kesih berharap, status hukum itu memudahkannya menjaring lebih banyak anggota koperasi dan kesempatan bermitra dengan pihak lain. Dengan demikian, semakin banyak warga yang mencicipi manfaatnya.
Srikandi
Keberhasilan Kesih memberdayakan warga Desa Mekarjaya pun membuahkan pengakuan tingkat nasional baginya lewat penganugerahan Srikandi Award. Penghargaan itu diberikan kepada bidan yang dianggap memberikan inspirasi karena punya inovasi dalam menjalankan tugas pokoknya.
Kesih berhasil menyisihkan para bidan dari sejumlah daerah untuk kategori pemberdayaan masyarakat, seperti bidan dari Sumatera Selatan dan Jawa Timur. Salah satu hadiah yang disyukurinya adalah bisa menunaikan ibadah haji.
Di samping itu, Kesih pun menganggap penghargaan tersebut sebagai lecutan semangat agar dia bekerja lebih keras lagi. Penghargaan itu membuat Kesih semakin yakin untuk meneruskan upaya memberdayakan ekonomi warga Desa Mekarjaya.
"Kesih bisa menjadi panutan bagi bidan desa lain di Kecamatan Arjasari," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Puskesmas Banjaran Iis Aisjah.
Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 30 DESEMBER 2011.