Minggu, 11 Desember 2011

Sumarlan : Lentera Peternak Lele

SUMARLAN

Lahir : Magetan, Jawa Timur, 8 Januari 1954
Istri : Suyatni (55)
Anak :
- Marti Septia Yudi
- Yani Landung Pambudi
Pekerjaan :
- Pensiunan karyawan BRI 
- Peternak lele
- Pengusaha Industri rumahan Telogo Sarangan
Pendidikan :
- Sekolah Rakyat di Selosari, Magetan, 1960
- SMP Negeri I Magetan, 1967
- SMEA Madiun, 1972
Penghargaan : Juara II Tingkat Nasional Lomba Inovasi Pengembangan Produk Hasil Perikanan kategori umum/usaha mikro kecil menengah dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011

Bertahun-tahun para peternak ikan lele ("Ictalurus Punctatus") kesulitan memasarkan sebagian ikannya. Pedagang hanya mau mengambil ikan berukuran sedang dengan dalih lebih disukai pasar dan konsumen. Namun, dengan ide kreatifnya, Sumarlan berusaha mengubah kesulitan itu menjadi peluang usaha yang menggiurkan dan prospektif.

OLEH RUNIK SRI ASTUTI

Jarum jam menunjukkan pukul sembilan pagi lewat sedikit ketika Sumarlan menjaring beberapa ikan lele berukuran sebesar lengan orang dewasa, pertengahan November lalu. Ikan-ikan yang dipeliharanya di kolam, di samping tempat tinggalnya di Desa Candirejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, itu di masukkan ke dalam ember plastik dan dibawanya ke dapur.
     Sesampainya di dapur, ikan-ikan itu dia bersihkan dan dipotong-potong. Ada daging ikan yang diiris tipis-tipis, ada pula yang yang diiris tebal. Sumarlan kemudian memisahkan potongan-potongan ikan itu sesuai dengan kebutuhan. Bahkan, duri dan kulit ikan juga dipisahkan.
     Masing-masing bagian dari ikan lele tersebut kemudian diolahnya menjadi beragam produk makanan siap saji. Pengolahan dilakukan mulai dari prosesnya sederhana hingga melibatkan teknologi modern. Daging lele, misalnya, diolah menjadi bothok presto, garang asem presto, dan pepes.
     Daging lele diolahnya menjadi abon dan keripik. Produksi abon juga bisa dihasilkan Sumarlan dari tulang ikan lele. Adapun kulit lele yang berwarna hitam diolah menjadi keripik yang renyah dan gurih.
     Di tangan Sumarlan, ikan lele benar-benar dimanfaatkan secara maksimal sehingga nyaris tak ada bagian dari ikan lele yang tersisa.

Otodidak

     Sumarlan bercerita, kepiawaiannya mengolah varian masakan ikan lele tidak didapatnya dari bangku sekolah formal. Kemahiran itu didapatkan melalui proses panjang melakukan uji coba bersama sang istri, Suyatni.
     Setelah menemukan rumusan yang tepat secara otodidak, Sumarlan kemudian mengomunikasikan "resep masakan" tersebut kepada para pekerja harian yang membantunya.
     Sadar dengan teknologi modern, dia pun memanfaatkan peralatan penunjang, seperti oven, mesin penghalus, mesin pengering, dan alat pengemas produk. Hasilnya, produk ciptaannya tidak hanya memiliki cita rasa yang disukai konsumen tetapi juga mendapat sentuhan pengemasan yang menarik dan terkesan bersih.
     Setiap hari puluhan  hingga ratusan kilogram ikan lele diolah di dapur industri rumahan Sumarlan . Ikan-ikan itu tak hanya dijaring dari kolam miliknya, tetapi juga dari kolam-kolam milik peternak di seluruh Kabupaten Magetan.
     Usaha rumahan Sumarlan ini secara tidak langsung telah membuka peluang pasar baru bagi para peternak lele, di luar pasar konsumsi lele hidup yang selama ini serapannya relatif terbatas.
     sebagai gambaran, satu kolam rata-rata mampu menghasilkan 1-2 ton ikan lele hidup dalam satu kali masa panen, yakni setiap tiga bulan. sementara kemampuan pasar menyerap ikan lele hidup hanya sekitar 80 persen dari kapasitas produk peternak.
     Pada musim panen melimpah, kemampuan serap pasar ikan lele hidup bahkan tinggal 50 persen. Jika setiap peternak menyisakan 100 kilogram (kg) ikan setiap kali panen, dari 1.000 peternak terkumpul 100.000 kg atau 100 ton ikan lele.
     Ia sempat merasakan sendiri ketika ikan di kolamnya sisa sekitar 100 kg. Segala upaya dia tempuh supaya ikannya tidak dibuang sia-sia, mulai dari konsultasi dengan dinas peternakan hingga berselancar di dunia maya. Klimaksnya dia menelurkan ide kreatif yang tidak hanya mampu menyerap ikan-ikan lele itu, tetapi juga memberikan nilai tambah.

Kampanye

     Ide awalnya sangat sederhana, yakni bagaimana ikan lele tersebut laku dijual. Ia bersyukur ketika produk-produknya bisa diterima pasar. Sumarlan tidak pernah menyangka, produk olahan ikan lele yang dihasilkannya mampu memperbesar peluang masyarakat untuk menikmati ikan lele sehingga tidak terbatas hanya digoreng, dibakar, atau dimasak kuah.
     Setali tiga uang, produk Sumarlan sekaligus membantu menyukseskan kampanye gemar makan ikan dalam rangka peningkatan gizi masyarakat. Apalagi kandungan gizi ikan lele tidak bisa dipandang remeh. Selain kaya protein, lele juga memiliki kandungan asam amino dan fosfor yang bermanfaat bagi tubuh manusia.
     Produk olahan ikan lele Sumarlan yang diberi label "Telogo Sarangan" bukan hanya jago kandang. Produk tersebut tak hanya laku di Kabupaten Magetan, tetapi juga merambah kota-kota besar, seperti Surabaya dan Tangerang.
     Peluang pasar produk ikan lele semakin luas dan menjanjikan. Pembeli dapat mencicipinya dengan harga mulai dari Rp 2.500 hingga Rp 12.000 per bungkus.
     Sumarlan mengisahkan, usaha peternakan lelenya dirintis ketika ia mendekati masa pensiun. Sebagai orang yang terbiasa menyibukkan diri bekerja rutin, dia khawatir tidak bisa menjalani hari-hari di masa senjanya tanpa aktivitas meskipun mantan karyawan bank ini sudah dikaruniai cucu yang juga menyita perhatiannya.
     Usaha budidaya ikan air tawar dipilih Sumarlan karena lokasi rumahnya dekat dengan Kali Jejeruk yang mengalirkan air dari Dam Jejeruk. Air itu dengan mudah dan berbiaya murah bisa dipompa ke dalam kolam. Total ada sembilan kolam yang ditargetkannya panen setiap 10 hari sekali.
     Kolam-kolam itu memliki sistem seperti akuarium yang menerapkan penggantian air secara teratur dan memperhatikan sirkulasi air seingga menghasilkan ikan-ikan yang sehat, bersih, dan aman dikonsumsi. Teknik budidayanya pun terbilang modern dengan memperhatikan perilaku ikan, penyakit, dan hama sehingga hasil panennya hampir menyentuh 100 persen dari benih yang ditebar.
     Rasanya tidak berlebihan jika kerja keras Sumarlan mengantarkannya meraih Juara II Tingkat Nasional Lomba Inovasi Pengembangan Produk Hasil Perikanan kategori umum/usaha mikro kecil menengah dari Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011.
     Itulah pelajaran berharga bagi Sumarlan, pria yang tidak menganggap purnatugas sebagai kematian dari kreativitas. Sebaliknya, masa pensiun adalah  peluang emas untuk mengasah kreasi yang terganjal karena rutinitas harian pada masa bertugas.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 12 DESEMBER 2011
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar