Kamis, 08 Desember 2011

Ucu Suherlan : Demi Keutuhan Adat Kampung Naga

UCU SUHERLAN

Lahir : Tasikmalaya, 15 Mei 1966
Istri : Rini Lasmaniwati (32)
Anak : Irsan Riswanto (15), Rusdan Herdiana (12), Elma (9)
Pendidikan :
- SMA PGRI Salawu (1983-1986)
- Lembaga Kursus ICB Tasikmalaya (1986-1987)
- Lembaga Kursus Mahardika (1987-1988)
- Jurusan Keguruan Bahasa Inggris Universitas Siliwangi (2009-sekarang)

Salah satu daerah tujuan wisata terkenal di Jawa Barat adalah Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya. Setiap hari, apalagi akhir pekan, kawasan itu ramai dikunjungi para wisatawan lokal ataupun mancanegara yang ingin mengetahui keunikan dan kearifan Kampung Naga.

OLEH CORNELIUS HELMY

Padahal, sekitar 30-40 tahun lalu-tahun 1970-1980- tak sembarang orang bisa mengunjungi Kampung Adat Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
     Warga Kampung Naga secara terbatas memberikan izin kunjungan kepada orang asing masuk ke wilayah adat. Mereka melakukan hal tersebut dengan tujuan menjaga kemurnian kearifan lokal dan adat istiadat yang telah diwariskan leluhur Kampung Naga.
     Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, warga Kampung Naga kemudian memaklumi bahwa ketertarikan warga tidak bisa dibatasi. Terletak di pinggir jalan Tasikmalaya-Garut, Kampung Adat Naga dengan segala kekhasannya menjadi magnet bagi wisatawan lokal dan luar negeri. Ada yang ingin sekadar berwisata, tetapi ada juga yang terang-terangan ingin belajar tentang konsep hidup ala Kampung Naga.
     Ucu Suherlan (44) masih ingat pesan ayahnya, mendiang Jajat Sutija yang pernah menjadi kuncen Kampung Naga. Almarhum Jajat aaat itu mengatakan, minat masyarakat, terutama orang asing, sulit dibendung. Karena itu, untuk memudahkan komunikasi dan penyampaian informasi yang benar, Jajat bersiap menghadapi hal itu.
     Salah satu yang harus disiapkan adalah kemampuan berbahasa Inggris untuk melancarkan komunikasi antara warga setempat dan pendatang. Bahasa Inggris diyakini sebagai bahasa universal yang digunakan banyak suku bangsa di dunia.
     "Adat tidak melarang warganya untuk belajar atau sekolah. Bahkan, warga disarankan untuk terus belajar selagi itu bisa diupayakan dengan jalan yang benar. Bapak berharap saya bisa menjadi jembatan agar wisatawan asing paham dengan pola kehidupan masyarakat Kampung Naga," kata Ucu.
     Kemampuan warga berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan turis mancanegara dipastikan akan berdampak positif bagi perkembangan wisata warga Kampung Naga.

Tulis surat

    Ucu yang saat itu duduk di bangku kelas II SMP mulai memikirkan bagaimana belajar bahasa Inggris dengan benar. Tahu bahwa materi pelajaran bahasa Inggris di sekolah tidak terlalu membantu, ia mencari alternatif lain. Salah satunya belajar lewat program belajar bahasa Inggris radio asing, seperti ABC dan BBC. Ia juga menulis surat berbahasa Inggris pertamanya kepada ABC untuk memohon 12 buku panduan belajar. Permohonannya dikabulkan meski Ucu mengatakan tata bahasanya masih tidak sempurna.
     "Lulus SMA, saya melanjutkan ke lembaga kursus bahasa di Garut dan Jakarta mengambil jurusan pariwisata. Saya biayai sendiri dari uang memandu wisatawan yang singgah ke Kampung Naga yang sudah dijalani sejak SMP," katanya.
     Sempat seminggu menjadi pemandu wisata di Jakarta, ia teringat pesan ayahnya. Ia memilih pulang dan menemukan kenyataan banyak wisatawan asing datang mengunjungi Kampung Naga. Keteguhan masyarakat adat Kampung Naga  menjaga hutan, sumber air, dan hidup dalam kesederhanaan menjadi salah satu daya tariknya.
     "Saat itu tidak ada pemandu wisatawan asli Kampung Naga yang bisa berbahasa Inggris. Semuanya hanya lulusan SD dan tidak pernah mendapat pelajaran bahasa Inggris. Mereka sempat kesulitan ketika harus menerangkan perihal adat istiadat kampung mereka," katanya.

Mahir

     Ucu tidak hanya berhenti dengan mengaku prihatin atas keadaan tersebut. Dia pun mengajak pemandu wisatawan asli Kampung Naga untuk belajar bahasa Inggris. Peminat untuk bergabung dan belajar bahasa Inggris ternyata sangat banyak. Pertemuan pertama diikuti 23 warga yang berprofesi sebagai pemandu wisata. Belakangan, ia juga menajdi "guru" bagi 30 anak-anak Kampung Naga.
     Untuk memudahkan pengajaran, Ucu fokus pada materi percakapan seputar pengenalan diri dan kawasan sekitar Kampung Naga, seperti rumah adat atau sawah organik. Pelajaran diberikan berpindah-pindah. Rumah pribadi Ucu, rumah warga lainnya, hingga Bale Ageung Kampung Naga.
     Sesekali materi pelajaran langsung diberikan di lapangan, seperti sawah atau hutan. Setiap akhir bulan, setiap murid diuji untuk berdialog dan memaparkan kemampuannya bercerita dalam bahasa Inggris di depan murid lainnya.
     Buah dari keseriusan mempelajari bahasa Inggris kini sudah terasa. Dari 21 pemandu wisata asli Kampung Naga, delapan orang sudah mahir berbahasa Inggris, sedangkan 12 pemandu lainnya masih harus terus belajar.
     akan tetapi, lanjut Ucu, kegiatan belajar terpusat di kelas terpaksa dihentikan tahun 2009. Untuk sementara, ia memperdalam teknik pengajaran bahasa Inggris di bangku perguruan tinggi. Sejak tiga tahun yang lalu, ia terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Keguruan Bahasa Inggris, Universitas Siliwangi, Tasikmalaya. Tujuannya, memiliki metode pengajaran yang tepat dan mudah bagi masyarakat Kampung Naga.
     "Saya terpaksa menghentikan pengajaran karena tidak ada lagi yang bisa mengajar, sementara saya harus kuliah dan tetap menjadi pemandu wisata. Namun, hingga kini masih ada yang bertanya tentang bahasa Inggris dan saya selalu siap berbagi ilmu," katanya.

Tidak memberatkan

     Selepas lulus, Ucu berjanji untuk menghidupkan kembali kursus bahasa Inggris dengan metode yang lebih baik. Ia yakin bahasa Inggris tidak hanya akan berguna ketika memandu tamu, tetapi dikembangkan ke berbagai sektor lain, terutama peningkatan ekonomi.
     Kini beberapa warga bisa memasarkan barang kerajinan dan anyaman berbahan bambu khas Kampung Naga yang ternyata diminati konsumen dari Belanda. Penguasaan bahasa Inggris juga akan memudahkan warga untuk mencerna berbagai peristiwa yang terjadi tanpa harus melenceng dari aturan adat Kampung Naga.
     "Kami percaya bahwa ilmu tidak akan merepotkan ketika dibawa kemana-mana. Selain itu, kami juga yakin, semakin banyak ilmu yang kami dapatkan, akan semakin terang jiwa dan perilaku seorang manusia. Penguasaan bahasa asing menjadi salah satu ilmu yang bisa membuat kami menjadi lebih maju," katanya.

Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 9 DESEMBER 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar