Minggu, 02 Oktober 2011

Jean Luijten:Untuk Api dan Air Kalimantan Barat

JEAN LUIJTEN

Lahir : Belanda, 1 Agustus 1946
Pekerjaan : Kepala Stasiun Pemadam Kebakaran Maastricht, Belanda

Tahun 2011 ini, Jean Luijten kembali ke Sintang, Kalimantan Barat. Kali ini, dia berusaha mengampanyekan perlunya air bersih yang murah bagi masyarakat. Sebelumnya, tahun 2003, Luijten datang ke Sintang sebagai instruktur pelatihan pemadam kebakaran.

OLEH AGUSTINUS HANDOKO

Ketika itu, kebakaran berkali-kali terjadi di permukiman penduduk dan lahan di kawasan Sintang. Luijten tergerak datang dari Belanda ke Sintang untuk menjadi instruktur pelatihan pemadam kebakaran.
     "Suatu ketika, Pastur Jacques Maessen yang menjadi misionaris di Sintang mengontak saya dan berceerita kalau masyarakat di SIntang menghadapi masalah serius dalam penanganan kebakaran. Lalu saya putuskan berkunjung ke Sintang sambil berharap bisa melakukan sesuatu," katanya.
     Luijten, Kepala Stasiun Pemadam Kebakaran Maastricht, Belanda, itu mendapati kombinasi berbagai masalah yang menyebabkan kebakaran sering tak bisa diatasi.
"Hal paling mendasar waktu itu, instansi pemadam kebakaran di Sintang tak memiliki instruktur pemadam kebakaran yang bisa melatih petugas dan relawan. jadi, wajar kalau kebakaran menjadi persoalan di Sintang karena ditangani berdasarkan insting, bukan keahlian," katanya.
     Luijten memutuskan tinggal di Sintang guna menyelenggarakan pelatihan."Menangani kebakaran itu hitungannya detik. Kita terlambat beberapa detik saja, dampaknya bisa parah. Pemadam kebakaran harus tahu bagaimana api bermula. Setiap kasus (kebakaran) berbeda dan memerlukan penanganan yang berbeda pula. Tugas itu juga harus dikerjakan bersama-sama, kompak, dan terarah,' ujarnya.
     Pelatihan yang dilakukannya di Sintang ternyata menarik perhatian para relawan pemadam kebakaran. Dia secara sukarela kemudian mengadakan demonstrasi dan pelatihan pemadaman kebakaran bagi para relawan.
     Luijten yang awalnya hanya ingin memberikan pelatihan selama satu sampai dua bulan malah memperpanjang masa tinggalnya hingga setahun di Sintang. Ini berkaitan dengan tingginya minat para relawan dan petugas pemadam kebakaran di Sintang dan sekitarnya.
     "Ada banyak orang yang datang dari Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Melawi. Saya senang, ternyata mereka sangat antusias mengikuti pelatihan ini," ujar Luijten yang sudah melatih ratusan relawan pemadam kebakaran di tiga kabupaten tersebut.

Sumbangan peralatan

     Pada pelatihan itu dia mendemonstrasikan kemampuannya mendeteksi sumber api, menganalisa kecenderungan arah kebakaran, dan upaya menjinakkannya. Kemampuan dasar sebagai petugas pemadam kebakaran itu menjadi bekal yang berguna bagi para relawan dan petugas pemadam kebakaran di Sintang, Sekadau, dan Melawi.
     Setelah kemampuan sumber daya manusianya dibenahi, Luijten kemudian fokus pada peralatan. "Perlatan pemadam kebakaran di sana 9Sintang) sangat memprihatinkan, banyak yang sudah rusak dan tak lengkap," katanya.
     Tahun 2004, ia kembali ke Belanda. Dia melobi para kolega di Rotterdam, Amsterdam, dan Arnhem. Ia meminta mereka menyumbangkan sebagian peralatan pemadam kebakaran dan berbagai keperluan penyelamatan.
     "Ternyata sumbangan para kolega dan perusahaan swasta itu mencapai tiga kontainer. Sumbangan mereka terbagi atas peralatan untuk memadamkan kebakaran dan perlengkapan standar bagi petugas pemadam kebakaran. Misalnya, masker khusus, baju dan sepatu antipanas, kompresor, dan selang. Saya senang larena Pemerintah Belanda juga membantu dalam pengurusan dokumen," katanya.
     setlah membawa peralatan itu pada 2006, Luijten masih bolak-balik Arnhem-Sintang hingga 2009. Ia memberikan pelatihan dan penguatan kemampuan relawan pemadam kebakaran selama berada di Sintang.
     Dia juga memprakarsai pembangunan knator dan stasiun pemadam kebakaran di sana. Tak hanya sebagai kantor penyimpan peralatan pemadam kebakaran, stasiun yang dibangun itu juga menajdi tempat persediaan 30.000 liter air yang siap diangkut kapan saja apabila terjadi kebakaran.
     "Ketika kebakaran, apalagi pada musim kemarau, semua orang panik dan bingung karena membutuhkan waktu untuk mengambil air, sementara api semakin besar. Dengan air yang siap pakai itu, tahap pertama untuk mencegah meluasnya kebakaran sudah teratasi. Petugas hanya butuh waktu singkat dari pos ke lokasi kebakaran, tanpa harus mencari air dulu, katanya.
     Bagi dia, menjadi petugas pemadam kebakaran adalah profesi dan jalan hidup. Ia merasa menjadi manusia yang berguna  setiap kali terlibat upaya pemadaman kebakaran.Keinginannya menjadi petugas pemadam kebakaran sudah muncul sejak masa sekolah.
     Maka, selepas sekolah menengah teknik, Luijten melanjutkan pendidikan ke akademi pemadam kebakaran Arnhem selama dua tahun, dan setelah itu bergabung menjadi petugas pemadam kebakaran.

Air bersih

     Selama berada di Sintang, ia juga mendapati air bersih menjadi masalah bagi warga, selain api. "Saya melihat orang mandi, mencuci, dan menggunakan sungai sebagai toilet. Saat pertama kali datang tahun 2003, saya terkena diare beberapa hari. kata dokter, ini akibat air yang kotor," ceritanya.
     Di Sintang, dan umumnya Kalimantan Barat, Luijten sulit menemukan air bersih siap minum yang bisa diperoleh secara cuma-cuma.
Di Kalimantan Barat, air bersih siap minum sangat mahal. Air kemasan, air galong, dan air isi ulang relatif mahal. Setelah pemadaman kebakaran di Sintang bisa mandiri, saya kembali ke Belanda untuk berdiskusi dengan teman-teman mengenai masalah air bersih," katanya.
     Menurut Luijten, mereka sudah bergerak di bidang penyediaan air bersih saat terjadi tsunami di Aceh tahun 2004. Dari teman-teman  inilah Luijten kemudian bergabung dengan Water4life (water for life), lembaga nirlaba yang bergerak di bidang air bersih.
     Maka, saat kembali ke Sintang tahun 2011 ini, Luijten mengampanyekan perlunya  air bersih yang murah bagi masyarakat. Ia menggandeng Perusahaan Daerah Air minum (PDAM) Kota Pontianak untuk membuat proyek percontohan penyediaan air siap minum.
     "Teknologi nanofilter yang dipakai telah mendapat sertifikasi di Belanda, juga di Aceh saat tsunami. Kami akan mengurus sertifikasi kelayakan kesehatan ini untuk Kalimantan Barat. Air yang disaring menggunakan filter itu tidak perlu dimasak. Ini bisa mengurangi pengeluaran untuk bahan bakar," ujarnya.
     Setelah dihitung, biaya penyediaan air siap minum dengan bahan baku dari air PDAM itu Rp 214 per liter. Ini jauh lebih murah dibandingkan air botol kemasan, atau air galon isi ulang.
     "Walaupun tidak kami bagikan secara gratis, filter ini bisa diproduksi di Indonesia karena kami tidak mematenkan produk tersebut," ujar Luijten.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN 3 OKTOBER 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar