Minggu, 17 Oktober 2010

Kuswana, Membangun Kemandirian Petani

Dipacunya produksi padi mellui pemakaian pupuk, obat-obatan, dan "input" kimia lain menjebak petani pada ketergantungan selama bertahun-tahun. Dengan pendekatan pertanian organik, Kuswana (48) membantu mengurangi ketergantungan itu.

KUSWANA

Lahir : Bandung, 16 Februari 1962
Istri : Dede Solihat (37)
Anak :
- Rian Mardiana (17)
- Sifa Nazriah (12)
- Ginanjar Prameswara (7)
Pendidikan :
- SD Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung, 1971
- SMP I Cikalong Wetan, 1977
- Sekolah Pertanian Menengah Atas Padalarang, 1981
- Jurusan Hama Penyakit Tanaman Institut Pertanian Bogor, 1990
- Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Bandung Raya, 1995
- Jurusan Hama Penyakit Tanaman Universitas Respati Indonesia, 2008
Pekerjaan :
- Pengamat Organiseme Pengganggu Tanaman Dinas Pertanian Purwakarta
Organisasi :
- Ketua Paguyuban Petani Organik Purwakarta

OLEH MUKHAMMAD KURNIAWAN

"Pupuk dan obat-obatan kimia racun bagi tanah. Penggunaan secara terus menerus, dari musim ke musim, menurunkan mutu tanah sekaligus menggerogoti kantong petani," ujar Kuswana. Guna memperbaiki kandungan hara tanah dan unsur lainnya, petani harus membeli pupuk dan obatan-obatanan, terutama pada awal musim tanam.
Proses seperti itu berlangsung bertahun-tahun. tanah pun berangsur lapuk. Kuswana menyebutnya "tanah yang sakit" karena miskin hara, mikro organisme pengurai, dan daya dukung lingkungan. Pemakaian obat dan pestisidaa kimia juga membuat ekosistem kian tak seimbang. Keong, kepik, laba-laba, serangga, capung, dan ular, yang sebenarnya musuh alami bagi hewan lain, ikut terbunuh.
Berangkat dari keprihatinan itu, Kuswana membidani lahirnya paguyuban petani pada Juli 2005. Sejumlah petani bergabung untuk secara spesifik mengaplikasi pola pertanian organik. Pola itu dinilai tepat untuk mengatasi menurunnya mutu lahan pertanian, mengurangi ketergantungan pada produk kimia, menghemat ongkos produksi, serta mengantisipasi cuaca yang kian sulit ditebak.
Kuswana menuntun petani mengganti pupuk kimia dengan pupuk kandang, mengembangkan mikrobakteri pengurai untuk mempercepat pembusukan organik, membuat pestisida nabati dari bahan-bahan yang tersedia di alam, serta mengembangbiakkan musuh alami hama.
Pada tahun-tahun awal, luas lahan anggota paguyuban yang digarap secara organik mencapai 24 hektar. Jumlah itu meningkat hingga lebih dari 120 hektar saat ini.
Jumlah petani yang tergabung pada paguyuban yang bermarkas di Kecamatan Pesawahan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, itu juga bertambah dari 40 orang pada tahun 2005 kini menjadi lebih dari 200 petani.
Peningkatan itu tidak lepas dari keberhasilan anggota menekan ongkos produksi hingga 60 persen lebih dari rata-rata Rp. 3 juta perhektar. Hal itu juga mendongkrak produksi dari 1,5 - 2 ton gabah kering panen per hektar pada awal aplikasi organik menjadi 6-7 ton.

Serba organik

Segala permasalahan di sawah harus diupayakan dengan pendekatan organik. Kuswana meyakinkan bahwa prinsip itu bukan isapan jempol. Saat padi milik anggota terserang penyakit hawar daun atau biasa disebut kresek (bacterial leaf blight), misalnya, dia memperkenalkan coryne, bakteri antagonis bagi Xanthomonas campestris pv oryzae yang memici penyakit kresek. Sifatnya yang patogen mampu menekan serangan dan mengurangi risiko kerusakkan tanaman.
Bersama pengurus paguyuban yang lain, seperti Endang Muharam, Endang Yarmedi dan Hasan, Kuswana menjembatani kebutuhan informasi petani.
Kuswana dan PPO Purwakarta juga mengembangkan Trychogramma spp, agen hayati parasitoid bagi hama penggerek batang, serta trychoderma sp bagi jamur tumbuhan.
Selain bakteri dan mikroorganisme menguntungkan, Kuswana juga mendorong paguyuban untuk terus mencari formula pestisida nabati baru yang lebih ampuh. Beragam bahan dari alam, seperti lengkuas, serai, bengkuang, daun saga, berenuk, rimpang pangkay, daun mimba, ubi gadung, daun sirsak, buah maja, hingga air seni kambing, telah biasa mereka pakai sebagai pestisida nabati. Fungsi pupuk urea, SP 36, NPK, dan jenis lainnya digantikan dengan jerami, pohon pisang, serbuk gergaji, sekam, dan beragam kotoran hewan.
Kuswana juga mengajak petani mengembangkan sendiri mikroorganisme pengurai. Kini sejumlah petani telah mahir. Jika berlebih, mereka dengan senang hati membagikannya kepada petani lain yang butuh. Di kalangan petani organik Purwakarta, produk buatan sendiri itu biasa disebut "moretan", singkatan dari mikroorganisme rekan petani.

Menguntungkan

Dengan beragam upaya itu, petani menjadi lebih mandiri. Mereka tak perlu membeli pupuk, pestisida, dan dapat menghemat modal lebih dari 50 persen atau kurang dari Rp.2 juta per hektar. Pada musim tanam kelima dan seterusnya dengan pola organik, petani bahkan dapat menekan ongkos produksi hingga kurang dari Rp. 1 juta per hektar seiring dengan membaiknya kualitas tanah.
Kepada petani baru, Kuswana senantiasa mempromosikan keuntungan menerapkan pola organik. Saat harga beras non organik di pasar-pasar tradisional Purwakarta Rp.4.900-Rp.5.800 per kilogram, petani anggota paguyuban dapat menjual beras hasil panennya dengan harga Rp.7.000-Rp.10.000 per kilogram.
Kini sejumlah petani organik anggota paguyuban telah memiliki pelanggan. Para pelanggan itu antara lain pegawai negeri di pemerintahan daerah, karyawan swasta, juga pedagang dan kenalan di Jakarta atau Bandung.
Tiga tahun terakhir, demplot dan sawah milik paguyuban sering dikunjungi petani dan petugas pertanian dari luar Purwakarta untuk studi banding. Paguyuban pun berkembang. Kelompok Tani Mukti, salah satu anggota paguyuban, misalnya, dipercaya memproduksi pupuk kandang untuk mendukung program go organik yang dicanangkan pemerintah pada tahun ini.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 18 OKTOBER 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar