Minggu, 03 Oktober 2010

Rizal Tandiawan, Dari Donor Darah sampai Penghijauan

Kesibukan mengelola berbagai perusahaan dengan karyawan lebih dari 1.000 orang tak menghalangi Rizal Tandiawan beraktivitas sosial. Dia tetap punya waktu untuk menggalakkan donor darah, menghijaukan lingkungan, dan mencegah banjir.

RIZAL TANDIAWAN

Lahir : Makassar, 7 Juli 1963
Istri : Liliana Margo (46)
Anak :
- Felix Tandiawan (22)
- Febby Tandiawan (21)
- Femy tandiawan (18)
Pendidikan :
- SD St Yoseph Makassar, 1971-1977
- SMP St Yoseph Makassar, 1977-1980
- SMA Katholik Cendrawasih Makassar, 1980-1983
Pekerjaan :
- Presiden Komisaris PT Sinar Galesong Grup, sejak 1991
- Ketua Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) Kota Makassar, 2008-kini
Penghargaan :
- Penghargaan dari Menteri Sosial atas jasa dan partisipasi dalam membantu kesejahteraan
sosial, 2004

OLEH ASWIN RIZAL HARAHAP

KepedulianRizal, Presiden Komisaris PT Sinar Galesong Pratama, terhadap sesama dan lingkungan hidup berawal dari hal sederhana. Dia terilhami kerapnya terjadi bencana alam, yang sulit diatasi jika berharap pada peran pemerintah semata.
Sebagai donor darah aktif sejak tahun 2001, ia kaget saat Kota Makassar, Sulawesi Selatan, kesulitan mendapatkan darah. Kala itu, tahun 2004, Departemen Kesehatan menetapkan Sulsel sebagai salah satu dari 12 provinsi yang mengalami kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah.
Ia berinisiatif mengadakan kegiatan donor darah massal yang diikuti sekitar 3.000 mahasiswa dari 10 perguruan tinggi di Makassar. Dari kegiatan ini, ia berharap bisa memperkaya basis data donor di Palang Merah Indonesia (PMI), demi menjamin ketersediaan darah.
"Kegiatan itu saja belum cukup. Jadi saya juga membentuk tim fogging (pengasapan)," tuturnya.
Rizal lantas merekrut dan membina 12 siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk mengoperasikan empat mobil boks dengan peralatan pengasapan. Bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Sulsel, tim itu aktif melaksanakan pengasapan gratis di kawasan rawan demam berdarah.
Pengasapan juga mencakup daerah lain. Setidaknya sekali dalam dua minggu, tim ini memenuhi permintaan pengasapan, seperti di Palu (Sulawesi Tengah) dan Kendari (Sulawesi Tenggara).
Tiga tahun kemudian kegiatan donor darah dan tim pengasapan relatif telah berjalan lancar. Namun, masalah lain muncul. kali ini Rizal "terusik" dengan isu pemanasan global. Padahal, salah satu usaha yang dikelolanya adalah bisnis otomotif.

Pembatas jalan

Untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan itu, dia memulainya dari diri sendiri. Di halaman rumahnya di kawasan Panakukang, Makassar, ditanminya berbagai pohon buah-buahan seperti nangka, mangga, dan durian. Rizal mendapatkan bantuan bibit gratis dari Oni Gappa, penggiat penghijauan.
Jadilah tak hanya pohon buah-buahan, tetapi disejumlah lahan miliknya pun ditanami sekitar 30.000 bibit pohon trembesi dan mahoni di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulsel.
Ia menyisihkan sekitar 5.000 meter persegi tanah miliknya khusus untuk pembibitan. Maka, jumlah bibit yang bisa ditanamnya pun bertambah hingga sekitar 10.000.
Ia memilih pohon trembesi dan mahoni antara lain karena pertumbuhan kedua jenis pohon itu relatif cepat. Dalam waktu enam bulan, tinggi pohon trembesi mencapai 1,5 meter-2 meter dan siap ditanam. Untuk pohon mahoni dengan tinggi yang sama, dibutuhkan waktu tiga bulan lebih lama.
"Dalam waktu tidak terlalu lama, semakin banyak pohon yang bisa segera ditanam untuk penghijauan," ujar Rizal yang memilih sendiri bibit pohon yang siap ditanam sekaligus menentukaan lokasi penanamannya.
Sekitar pertengahan 2007 Rizal mulai menanam ratusan pohon di tanah pembatas jalan protokol di Makassar, seperti Jalan AP Pettarani, Jalan Urip Sumoharjo, hingga Jalan Perintis Kemerdekaan. Setelah Makassar "menghijau" dia kemudian menawarkan dan menyumbangkan pohon kepada siapa pun yang membutuhkan. Untuk memudahkan penyaluran, ia bekerja sama dengan sejumlah instansi pemerintah di seluruh provinsi di Pulau Sulawesi.
"Siapa saja yang butuh (pohon) tinggal telpon, pohon akan kami antar tanpa pungutan. Kalau adaa yang mau mengambil sendiri ke tempat penyemaian pun, silahkan." tutur Rizal yang tahun 2004 mendapat penghargaan dari Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah atas jasa dan partisipasi dalam membantu upaya meningkatkan kesejahteraan sosial.
Bukan hanya jalan protokol, melainkan lahan di kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) pun sejak 2008 mendapat bibit pohon darinya. "Kami telah menanam sekitar 2.000 pohon di halaman kampus Unhas. Dengan pohon gratis dari Pak Rizal, program ini akan terus kami lakukan," ujar Halim, staf Biro Umum Unhas.

Resapan air

Belakangan ini tidak hanya pohon gratis yang diberikan Rizal untuk "menghijaukan" Makassar. Dia juga berusaha membuat sendiri alat pengebor tanah untuk pembuatan lubang resapan biopori.
Biopori merupakan upaya memperluas lahan resapan air, guna mengurangi banjir dan penyediaan air bawah tanah. "Tahun lalu kami bisa menyumbangkan 1.000 alat (pembuat biopori) kepada camat dan lurah di Sulsel," ujarnya.
Berbagai bentuk kepedulian lingkungan itu bisa dilakukan Rizal karena ia merasa mendapatkan dukungan dari lingkungan rumah ataupun tempat kerjanya, terutama para karyawan. "Saya bersyukur karena dikelilingi orang-orang yang juga mencintai lingkungan," katanya menunjuk para karyawan di kantornya, di jalan AP Pettarani, Makassar.
Rizal berharap pemerintah tidak berhenti untuk terus menyosialisasikan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
"Apa yang kami lakukan ini tak ada artinya tanpa bantuan pemerintah dan komitmen semua anggota masyarakat untuk memelihara lingkungan," lanjutnya.
Konsistensi dalam menjalankan suatu pekerjaan meski itu kegiatan sosial sekalipun, tak lepas dari masa mudanya. Kendati berasal dari keluarga berada, Rizal tak terbiasa mengandalkan kekayaan orang tuanya yang memiliki usaha tepung terigu.
"Anak pertama saya sampai harus tinggal beberapa hari di rumah sakit karena saya tak mampu membayar biaya persalinan," ceritanya tentang Felix yang lahir tahun 1988.
Sejumlah perusahaan miliknya kini, seperti usaha otomotif, properti, perhotelan, restoran, dan batu pualam, dia bangun dari "nol". Ketekunan berusaha itu membuat dia terbiasa mengerjakan tugas apa pun sebaik mungkin, termasuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan.
Untuk itu, salah satu obsesi Rizal adalah menjadikan Pulau Cangke di Kabupaten Pangkep, Sulsel, sebagai daerah konservasi penyu. Dia berharap pemerintah setempat pun mendukung keinginannya itu.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 4 OKTOBER 2010.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar