Rabu, 22 Juni 2011

Kaisin Sapin, Menjaga Situs Batujaya


KAISIN SAPIN

Lahir : Bekasi, Jawa Barat, 23 Juni 1937
Istri : Janer (70)
Anak :
- Mudih (42)
- Nursam (39)
- Neneng (33)
Pendidikan : Sekolah rakyat di Pagaden, Subang, Jawa Barat

Meski pernah 14 tahun menjadi kepala dusun, tujuh kali menjadi ketua kelompok Panitia Pemungutan Suara, dan belasan tahun menjadi Ketua Kelompok Tani Segar Tani, Kaisin Sapin lebih dikenal sebagai juru pelihara Situs Batujaya. Tenaga dan waktunya turut dicurahkan pada warisan sejarah itu.

OLEH MUKHAMAD KURNIAWAN

Keterlibatan Kaisin dimulai pada 1985 saat Jurusan Arkeologi Universitas Indonesia memulai penelitian di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sejumlah peneliti menyewa rumahnya untuk tempat menginap. Berjarak ratusan meter dari lokasi penelitian, posisi rumahnya dinilai strategis.
Segaran dan sekitarnya menjadi sasaran penelitian karena terdapat banyak lemah duhur atau tanah tinggi, yang diduga reruntuhan candi dan menyimpan peninggalan bersejarah. gundukan tanah, yang oleh warga setempat disebut unur, berada di tengah hamparan sawah, kebun, juga pekarangan rumah di kawasan itu.
Menurut Kaisin, dua-tiga tim peneliti datang dan menginap di Batujaya selama minimal 20 hari dalam setahun. Selain dosen dan mahasiswa arkeologi, mereka yang datang, antara lain, peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Jawa Barat, serta Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Serang.
Dari urusan menginap, dia menjadi lebih kenal dan akrab dengan para arkeolog, peneliti, dan mahasiswa yang datang ke Batujaya. Kaisin lalu dilibatkan dalam sejumlah proyek penelitian, mulai dari tenaga lokal sebagai penunjuk lapangan, menjadi juru tulis dan juru gambar, hingga penanggung jawab lapangan.
Keterlibatan intensif dalam sejumlah penelitian dan interaksi dengan pakar arkeolog memperkaya pengetahuan Kaisin. Karena itu, meski hanya lulus sekolah rakyat (sekolah dasar), dia selalu dilibatkan dalam proyek penelitian arkeologi, pemugaran candi, dan penataan kawasan oleh lembaga terkait.

Heboh candi

Tahun 1996 menjadi masa paling melelahkan sekaligus berkesan bagi Kaisin. kabar penemuan candi segera menyebar luas dan membuat kawasan tersebut mendadak ramai dikunjungi orang. Warga setempat memperkirakan puluhan ribu pengunjung mendatangi Desa Segaran dalam kurun kurang dari dua bulan.
Umur candi-candi di kompleks itu diyakini lebih tua daripada candi-candi lain di Pulau Jawa. Penemuan tersebut menghebohkan karena mematahkan anggapan selama ini bahwa Jawa Barat tak punya candi.
"Banyak orang penasaran untuk membuktikannya. Mereka langsung ke sini," ujarnya.
Pengunjung datang siang dan malam. Tak sedikit di antaranya menginap di lokasi atau rumah penduduk. Warga setempat pun memanfaatkannya untuk menambah penghasilan dengan berjualan makanan dan minuman, membuka jasa parkir, kamar kecil, serta penginapan.
Akan tetapi, banyaknya pengunjung tidak berarti sselalu menguntungkan warga. Menurut Kaisin, keberadaan benda-benda yang berserak di sekitar lokasi penemuan candi terancam karena tak sedikit pengunjung membawa pulang benda apa pun yang mereka temukan, seperti pecahan bata dan ornamen candi berbahan stuko.
"Ada pengunjung yang memaksa membawa pulang benda-benda di sekitar candi meski sudah diperingatkan beberapa kali. Tak sedikit yang sembunyi-sembunyi memasukkannya ke kantong. Ada yang berhasil kami minta, tetapi banyak yang lolos," cerita Kaisin. Selain mengambil benda, sebagian pengunjung iseng naik ke atas candi, menginjak struktur bata untuk sekadar berfoto sehingga merobohkan susunan bata. Akibat khawatir pengunjung kian mengganggu proyek penelitian dan pemugaran candi, petugas pun didatangkan untuk mengamankan lokasi pemugaran.
Belakangan, sebagian pengunjung mengembalikan benda-benda yang mereka bawa pulang. Menurut Kaisin, jumlah barang yang dikembalikan itu mencapai puluhan unit dan terkumpul dalam beberapa kardus. Selain tergugah kesadarannya, sebagian pengunjung bercerita, mereka menggigil kedinginan atau sakit-sakitan setiba di rumah.

Menurun

Ketokohan sekaligus posisi Kaisin sebagai Kepala Dusun Sumurjaya dan Ketua Kelompok Tani Segar Tani ketika itu secara tak langsung memudahkannya menjaga benda peninggalan di Batujaya. Dalam pertemuan warga atau kelompok tani, dia sering menyisipkan pesan tentang pentingnya menjaga segala bentuk peninggalan bersejarah di kampungnya.
Petani dan warga tidak menggali tanah untuk memburu benda-benda peninggalan yang kemungkinan tersimpan di bawahnya, seperti gelang dan kalung emas, serta bekal kubur lain, sebagaimana ditemukan di dekat fosil manusia disekitar kompleks percandian. Sebaliknya mereka justru mengumpulkan dan menyerahkan temuannya untuk keperluan penelitian dan konservasi.
Kiprah Kaisin teramat berharga dalam memelihara candi dan benda-benda purbakala. Selain melarang pengunjung naik ke atas candi dan merusak atau membawa benda-benda peninggalan, dia juga rutin membersihkan sampah dan menguras air yang menggenangi candi. Semua itu dia lakukan sebelum diangkat menjadi Juru Pelihara Kompleks Percandian Batujaya oleh BP3 Serang pada 1998.
Usaha Kaisin menjaga Situs Batujaya menurun kepada anak, cucu, dan menantunya. Tiga anaknya, yakni Mudih, Nursam, dan Neneng; dua cucunya, Eha Amiati dan Fendi; serta menantunya, naisam, terlibat dalam sejumlah produk penelitian dan pemugaran candi. Mereka kemudian juga diangkat menjadi juru pelihara oleh BP3 Serang. "Kini ada 10 juru peliharadikompleks percandian Batujaya. Namun, dengan luas kompleks yang diperkirakan mencapai 25 kilometer persegi, jumlah itu masih kurang," kata Kaisin.
Selain kompleks percandian, mereka juga bertugas menjaga dan memelihara benda-benda purbakala yang telah diidentifikasi. Sebagian di antaranya berbentuk arca; gerabah kuno, seperti buli-buli, cawan, dan kendi; serta beberapa komponen candi.
Semua benda itu kini disimpan di gedung Penyelamatan Benda Cagar Budaya Situs Batujaya, yang jaraknya ratusan meter dari Candi Jiwa. Sebagian benda kuno lainnya masih disimpan dalam kotak-kotak kontainer di gudang penyimpan, yang dibangun di samping rumah Kaisin.
Umat Budha di Jawa Barat pada perayaan Trisuci Waisak di kompleks Candi Jiwa dan Blandongan, Mei 2010, memberikan penghargaan kepada Kaisin. Dia dinilai berjasa menjaga Situs Batujaya.
Kini, dalam sisa tenaga di usianya yang telah senja, Kaisin masih terus bekerja. Seperti lebih dari 20 tahun keterlibatannya, Kaisin senantiasa ramah menerima pengunjung. Dia juga selalu siap memandu para tamu.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 23 JUNI 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar