Senin, 06 Juni 2011

Sanny dan Komik Sains "Kuark"


BIODATA

Nama : Sanny Djohan
lahir : Medan, 14 Oktober 1960
Pendidikan : Bidang Bisnis Manajemen, California State, Sacramento, AS, 1980
Pengalaman Kerja :
- Direktur PT Monokem Surya, 1990-2003
- PT Kuark International, 2003-kini
Organisasi :
- Sekretaris Rotary Club Kebayoran
- Wakil Ketua Yayasan Putra-Putri Kampus Indonesia
- Bidang Pendidikan pada American Alumni for Education
Anak :
- Kester Pard (21)
- Melvyn Pard (19)

Mendekatkan sains kepada siswa SD agar suatu saat bangsa ini memiliki ilmuwan-ilmuwan yang mumpuni menjadi mimpi yang terus berupaya diwujudkan Sanny Djohan. Kecintaan pada sains bagi siswa SD itu dtumbuhkan dengan menghadirkan komik Kuark yang membuat pelajaran sains jadi menyenangkan buat anak-anak, orangtua, dan guru.

OLEH ESTER LINCE NAPITUPULU

Demi membuat citra pelajaran sains tak menyeramkan dan hanya cocok buat anak-anak pandai, sejak tahun 2003 Sanny menghadirkan pembelajaran sains lewat majalah berbentuk komik dengan dialog interaktif. Dalam majalah sains bulanan yang dibagi tiga level, untuk kelas I-II, kelas III-IV, dan kelas V-VI, itu tersedia banyak percobaan sains yang dikemas dalam permainan sehingga anak-anak usia SD tanpa sadar paham konsep-konsep sains.
Upaya untuk meluaskan kecintaan pada sains juga dilakukan lewat penyelenggaraan Olimpiade Sains Kuark (OSK) sejak tahun 2007. Meskipun dinamakan olimpiade, penyelenggaraannya tetap menyenangkan dan terbuka buat semua anak.
Jika awalnya OSK diikuti 11.000 siswa, tahun ini bertambah hingga hampir 60.000 siswa dari seluruh Indonesia. Keikutsertaan yang terbuka untuk semua anak membuat para siswa SD yang tak jago sains pun tidak ragu merasakan pengalaman berlomba layaknya sebuah olimpiade.
"Saya ingin semakin banyak anak SD yang ikut OSK. Siswa SD kita ini sekitar 25 jutaan. Jadi, yang ikut itu belum seberapa. Harus bisa menjangkau lebih banyak siswa. Butuh kerja keras, tetapi ini tantangan buat saya dan teman-teman Kuark," katanya.
Sanny tak jera meskipun harus pontang-panting mencari sponsor untuk penyelenggaraan OSK yang finalnya di Jakarta. Bahkan, dia juga mesti mencarikan tumpangan gratis untuk finalis OSK yang ingin ikut, tetapi tak punya uang.
"Saya ajak teman-teman membantu peerta yang tak mampu. Saya bersyukur, ada saja teman yang tergerak membantu anak pintar, tapi tak beruntung itu. Pengalaman ini membuat saya makin tertantang," ujarnya.

Mencari masukan

Keterlibatan Sanny dalam dunia pendidikan bermula dari rasa kesal dan kecewa pada kepala sekolah dan guru di sebuah sekolah swasta, tempat anak-anaknya belajar. Tak ada komunikasi yang baik antara sekolah, guru, dan orangtua. Pengalaman yang dia rasakan itu berbeda saat dia menjadi siswa sejak remaja di Singapura dan AS.
Tak puas dengan sistem pendidikan nasional, Sanny memindahkan kedua anaknya ke sekolah internasional. Ia merasa senang karena di sekolah ini terjalin kerja sama antara orangtua dan guru. Ini membantu siswa agar berhasil di sekolah.
ANak-anaknya merasakan suasana belajar yang menyenangkan setiap hari. Belajar, termasuk sains, tak menjadi beban. Guru juga berdedikasi membantu siswa berkembang.
"Pengalaman itu membuat saya gemas dengan sistem pendidikan di sini. Mau jadi apa anak-anak Indonesia jika pendidikannya tidak bagus? Anehnya, teman-teman justru mendorong saya berkecimpung di pendidikan," ujar Sanny yang kuliah di bidang bisnis dan manajemen.
Dia lalu mencari masukan dari mereka yang paham dengan kebutuhan perbaikan pendidikan. Ketika berdiskusi dengan ahli manajemen anugerah Pekerti, ia malah diminta bertemu Prof Yohanes Surya.
"Saya bingung, apa yang bisa saya bantu di pendidikan Indonesia. Selama ini saya tak peduli karena tidak paham seluk-beluk pendidikan," kata Sanny yang kembali ke Indonesia seusai menamatkan sarjana untuk membantu bisnis keluarga.
Ketika bertemu Yohanes Surya yang giat mengirimkan anak-anak cerdas Indonesia ke ajang olimpiade sains internasional, Sanny seakan mendapat pencerahan.
"Pak Yo bilang, jika saya mau bantu, lebih baik membenahi pendidikan sains di tingkat SD. Soalnya, siswa SMA yang dia bimbing untuk ikut olimpiade masih bermasalah dalam memahami konsep sains," ceritanya.
Sanny pun berpikir untuk membuat sains menyenangkan bagi siswa SD. Dia lalu membuat majalah sains untuk memberi pengetahuan baru bagi anak-anak. Ia bertemu dengan orang-orang yang mendukung idenya. Dia menggandeng Gelar Soetopo sebagai pengarah kreatif untuk membuat agar majalah sains Kuark diterima siswa SD.

Terkejut

Majalah sains Kuark edisi pertama terjual dengan harga Rp 9.000 per eksemplar. "Saya ingat pesan Pak Yo, harga majalah itu harus murah. Pokoknya, ingat kalau rakyat kecil juga harus bisa mengecap pendidikan," tutur Sanny.
Untuk memperkenalkan Kuark, ia bekerja sama dengan beberapa sekolah. sanny kaget karena belum apa-apa pihak sekolah sudah minta komisi sebesar 40 persen dari harga jual.
"Saya tercengang. Masak buku untuk pendidikan harus dimintai komisi begitu besar? Saya sempat tak percaya dengan kenyataan itu. Saya down. Apa niat saya ini benar atau tidak? Sebab, orang-orang pendidikan saja yang dipikirkan sudah bisnis," ujarnya.
Sanny makin terkejut dengan praktik pungutan liar dalam dunia pendidikan. Ketika menyelenggarakan lomba IPA untuk membantu kesiapan Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat SD di sebuah provinsi, ia menemukan apa yang ada pada sebagian orang-orang pendidikan. "Mesti ada setoran," katanya kesal.
Mencari sponsor atau donatur bagi penyelenggaraan kegiatan edukatif juga bukan perkara mudah. Untuk penyelenggaraan OSK perdana, ia mengandalkan kerelaan hati teman dan kenalan untuk menyumbang dana atau hadiah.
Sanny sempat kapok, apalagi dengan adanya komentar miring dari sebagian orang. "Saya ini keturunan. Terus terang orang Chinese jarang melirik dunia pendidikan. Saya pernah ditanya ngapain capai-capai mikir pendidikan, memangnya saya dapat berapa? Saya tak peduli. Yang penting saya bahagia melakukan semua ini," katanya.
Adanya lomba sains akan membuat anak terasah untuk bertanding. "Kalau anak terbiasa bertanding, dia akan ulet, tekadnya kuat, dan semangat belajarnya tinggi."
Namun, Sanny tak mau terlalu birokratis. "Saya enggak kuat ngasih 'uang jalan' untuk aparat, dari kelurahan, kecamatan, sampai provinsi," ujarnya.
Jika melihat perjalanan Kuark dan OSK, Sanny kini merasakan buahnya. Banyak anak, orangtua, dan guru yang berterima kasih dibantu menyukai sains.
"Saya lihat anak-anak kita senang. Anak yang enggak pintar pun tak takut ikut OSK. Mereka bersemangat. Jika anak-anak maju, bangsa kita juga akan maju," katanya.
Kesempatan berkunjung ke berbagai sekolah dan bertemu banyak orang pintar yang ingin membenahi pendidikan membuat Sanny semakin yakin untuk mengenalkan cara belajar sains yang menyenangkan.
"Mesti ada yang dibenahi dalam cara guru mengajar dan menjalankan tugas. Saya dan tim Kuark mau membantu, melatih guru untuk mengajarkan sains yang menyenangkan buat anak-anak. Majalah Kuark itu hanya salah satu ide yang bisa dipakai guru," katanya.
Sanny dan timnya akan menyiapkan penerbitan Kuark untuk siswa SMP. "Siswa SD yang suka baca Kuark jadi kehilangan ketika mereka masuk SMP," ujar Sanny.

Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 17 JULI 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar