Senin, 06 Juni 2011

Li Na, Sejarah Baru Tenis China


LI NA

Lahir : Wuhan, Hubei, China, 26 Februari 1982
Pendidikan : Huangzhong University of Science and Technology
Prestasi tenis :
- Tunggal putri : 5 WTA dan 9 ITF
- Ganda putri : 2 WTA dan 16 ITF
- Ranking tertinggi : 4 WTA per 6 Juni 2011

Li Na bukan petenis tercantik, rambutnya tidak pirang. Bahasa Inggrisnya pas-pasan. Intinya, dia bukan petenis yang menjual di mata sponsor. Kalimat itu muncul dalam salah satu blog pemerhati tenis di American Online (Aoinews) saat Li tampil di turnamen besar. Apalagi Li tak suka bermain di lapangan tanah liat. Sponsor makin ragu dan tak yakin Li mampu bersinar.

OLEH IDA SETYORINI

Meski demikian, Li punya senyum yang mampu merebut hati penggemar tenis. Kepribadiannya teguh sekaligus hangat. Li adalah pengukir sejarah baru olahraga China. Dia menjadi petenis China sekaligus Asia pertama yang mengangkat trofi turnamen grand slam Perancis Terbuka.
"Saya siap berlaga di lapangan tenis mana pun. Saya siap meraih grand slam lainnya," ujar penyuka warna hitam itu. Tiga hari setelah dia juara, Rolex menayangkan iklan terbarunya, Li Na mengangkat trofi Suzanne Lenglen seperti dimuat satu halaman penuh di harian International Herald Tribune edisi Senin (6/6).
Kehadiran Li di final Perancis Terbuka memunculkan bahasa baru bagi penonton di lapangan utama Roland Garros, Philippe Chatrier. Saat itu Li tengah memantul-mantlkan bola dan penonton berteriak,"Jia you!" yang artinya lets go! kata-kata itu menambah teriakan yang biasa bergema selama bertahun-tahun, "Come on, Allez," dan "Vamos."
Li dua kali menapakkan kaki pada final grand slam. Di final grand slam pertamanya, Australia Terbuka Januari lalu, Li berhadapan dengan Kim Clijsters (Belgia). "Saya tak punya pengalaman dan gugup," katanya perihal kekalahan dari Clijsters.
Meski kalah, ia menarik perhatian media. Dalam perjalanannya menuju partai puncak, Li, yang unggulan ke-9 menyingkirkan unggulan ke-8, Victoria Azarenka (Belarusia), di babak ke empat dan petenis nomor satu dunia, Caroline Wozniacki (Denmark) di semi final. Li mengukuhkan diri sebagai petenis China pertama yang mencapai final grand slam.

Pelatih baru

Penampilan Li di final grand slam keduanya jauh lebih baik. Ia mempunyai pelatih baru, mantan petenis profesional Michael Mortensen (Denmark). Pelatih lamanya, Thomas Hogstead, meninggalkan Li akhir tahun lalu.
Mortensen melatih Li agar mampu bermain baik di lapangan tanah liat selama beberapa minggu menjelang laga di Roland Garros. Tak banyak perubahan, Mortensen menyesuaikan pukulan Li menjadi senjata pamungkas. Ia meminta Li menjaga pukulan agar tetap rendah dan menemukan momen yang pas saat memukul bola. Untuk tampil bagus di lapangan tanah liat, petenis harus memukul saat bola memantul pada titik tertinggi. "Hanya perubahan kecil," kata Mortensen.
Perubahan kecil itu membuat Li sukses menyingkirkan Victoria Azarenka di perempat final dan Maria Sharapova di semi final. Li memakai senjata pukukan kuat, mendatar, dan servis akurat.
Perubahan kecil itu mengubah sejarah Li. Sebelumnya Li tak pernah merengkuh gelar juara di lapangan tanah liat. Dia hanya mencapai semi final di turnamen Madrid, Spanyol dan Roma, Italia, dalam pemanasan menuju Perancis Terbuka.
Sebagai petenis, Li tak punya pukulan istimewa. Namun, dia mampu memukul bola dengan keras, memaksa lawan bertahan di baseline, dan tak membiarkan lawan nyaman di lapangan.
Pertemuan Li dan Mortensen serba kebetulan. Pelatih sekaligus ayah Caroline Wozniacki, Piotr Wozniacki berteman dengan Alex Stober, pelatih fisik Li. Dialah yang merekomendasikan Mortensen, kapten tim Piala Davis Denmark.
"Li petenis yang sudah jadi dan berusia 29 tahun. Ia sering kehilangan konsentrasi dan kurang fokus. Itu yang saya benahi," kata Mortensen.

Dari bulu tangkis

Perkenalan Li dengan tenis bermula dari bulu tangkis. Saat Li berumur 6 tahun, ia menekuni bulu tangkis seperti ayahnya, Li Sheng Peng, yang tak terjun ke bulu tangkis profesional karena Revolusi Kebudayaan di China. Sang ayah meninggal dunia kala Li berusia 14 tahun.
"Dulu saya gemuk sehingga ayah-ibu menyuruh saya berolahraga," kata Li mengenang.
Namun, pelatihnya menilai Li lebih bagus bermain tenis. Si pelatih meminta orangtua Li mengizinkannya beralih ke tenis saat ia berusia 8 tahun. Pada usia 9 tahun, Li beralih ke tenis.
"Ketika saya mulai latihan tenis, olahraga itu tak populer di China. Bahkan tidak ada di televisi," ujar Li yang bergabung di tim tenis nasional tahun 1997 dan menjadi petenis profesional sejak 1999.
Akhir 2002 Li meninggalkan tenis dan fokus menyelesaikan kuliah di Huangzhong University of Science and Technology. Dia menuntaskan studinya di bidang jurnalisme tahun 2009. Selama kuliah, rekan-rekannya di kampus tak ada yang tahu Li seorang petenis.
"Saya tak pernah bicara soal tenis atau sebagai petenis. Tenis bukan olahraga populer. Kalau saya membahas tenis, mereka tak tertarik," kata Li.
Antara 2002 hingga 2009 Li kembali ke tenis karena orangtuanya terus-menerus memintanya menekuni tenis. Ia juga berpikir karier tenis lebih menjanjikan ketimbang sebagai jurnalis. tahun 2004 Li kembali ke tim nasional dan menikah dengan Jiang Shan, pelatihnya pada 2006.
"Orangtua terus mendorong sampai saya jenuh mendengarnya. Saya tak suka dipaksa. Namun, saya cinta tenis, jadi saya kembali. Kalau berhenti main tenis, saya bakal kehilangan segalanya," ujar Li.
Hingga 2004 Li bertarung di sirkuit Federasi Tenis Internasional (ITF) dan turnamen Asosiasi Tenis Wanita (WTA). Total dia mengoleksi 19 gelar juara tunggal putri dan satu gelar WTA dari turnamen Tier IV di Guangzhou. Ia masuk 100 besar dunia dengan peringkat 80 WTA.
Mulai 2005 Li meninggalkan arena ITF dan sepenuhnya berlaga di WTA. Sepanjang karier, Li menghadapi masalah klasik profesional, yakni sakit dan cedera yang membuatnya menjauh dari lapangan. Ia berkali-kali cedera hingga absen lama dari arena. Peringkatnya terlempar dari 100 besar menjadi 140 kala berlaga di Australia Terbuka 2008.
Setelah final Australia Terbuka 2010, Li gagal di empat turnamen berikutnya. Ia memecat suaminya sebagai pelatih. "Saya berusaha tak mengatakan saya memecat kamu," kata Li yang tetap mencintai suaminya. Dia menyadari, tenis dan cinta bukan paduan yang mudah diramu.
"Sulit melatih istri. Bekerja dan pernikahan adalah dua hal yang berbeda," kata Jiang yang menjadi lawan latih tanding Li dan mengurus segala keperluan istrinya.
"Setiap hari saya siap melakukan apa saja untuknya. Tak peduli sebagai pelatih, lawan latih tanding, atau pemungut bola. Apa pun agar dia fokus dengan kariernya," ujar Jiang.
Li gembira dengan kehadiran Mortensen yang mengurangi beban sang suami. "Dia tak punya waktu mengurus dirinya sendiri. Segalanya untuk saya. Kelak jika pensiun, saya akan menjadi istri yang mengurus suami. Itu balasan saya atas jasanya," ujar Li yang kini berperingkat 4 WTA.
(RTR/AFP/AP)

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 7 JUNI 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar