DRH ANJAR BUDI SUSETYOWATI
Lahir : Way Kambas, Lampung, 27 Juli 1962
Pendidikan : Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, 1980
Suami : Abdullah yusuf
Anak :
- Bayu (23)
- Khairul (21)
- Mega (16)
- Ardi (9)
Pekerjaan :
- Dokter hewan di Pusat Latihan Gajah (PLG) Way Kambas, 1987-1990
- Kepala Tata Usaha Balai TN Way Kambas, 1990-2000
- Pejabat Dinas Perkebunan Lampung Timur, 2000-kini
- Sekretaris Tim Terpadu Penanggulangan Konflik Gajah dan Manusia
Kabupaten Lampung Timur
- Mendampingi petani di desa-desa penyangga Taman nasional Way Kambas
dalam menghadapi konflik dengan gajah sumatera
"Gajah merupakan bagian dari Bumi kita juga. Kita dapat hidup berdampingan dengan gajah". Bagi masyarakat Way Kambas, Lampung Timur, cuplikan kalimat itu memotivasi diri untuk hidup berdamai dengan gajah sumatera. Demikian halnya drh Anjar Budi menetapkan hati dan dedikasi untuk meluruskan perdamaian itu.
OLEH IRMA TAMBUNAN
Kepedulian itu tumbuh tak sekadar demi memenuhi tugas dan fungsi sebagai pejabat Dinas Perkebunan Lampung Timur. Namun, ada rangkaian peristiwa yang telah mengoyak sisi kemanusiaannya. Itu bermula dari 10 tahun lalu.
Seorang petani tewas diseruduk gajah saat menjaga sawahnya di penyangga Taman Nasional (TN) Way Kambas, Lampung Timur. Peristiwa itu memicu kemarahan warga yang sebelumnya telah kerap berkonflik dengan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus).
Masyarakat menatangi Balai TN Way kambas dan menuntut pertanggungjawaban instansi tersebut karena membiarkan gajah dari taman nasional masuk ke perkebunan warga. Mereka juga meminta balai menyantuni keluarga korban.
Akan tetapi, tak sepeser pun dana santunan mengalir untuk keluarga korban. Hal itu memicu kemarhan warga. Mereka hampir membakar sejumlah kendaraan dinas pejabat setempat.
Dalam keadaan panik, Anjar yang saat itu masih bertugas di balai, menemui mereka. Ia mengatakan memang belum ada anggaran santunan. Namun, Anjar berjanji memberikan bantuan untuk keluarga korban.
Janji tersebut dia tepati, dengan memberikan beasiswa pendidikan selama tiga tahun bagi anak bungsu korban. Adapun kakaknya bekerja sebagai staf honorer di Balai TN Way Kambas.
Empati Anjar kepada masyarakat desa penyangga bertumbuh sejak peristiwa itu. Ketika pemerintah akan memindahkannya bertugas di Balai TN Ujung Kulon, Anjar menolak. Ia memilih dipindah ke Dinas Perkebunan Lampung Timur, dengan alasan bisa lebih mendampingi masyarakat.
Bersama Anjar, program daerah hampir selalu melibatkan kepentingan masyarakat pada 22 desa di tepian taman nasional yang menggantungkan penghidupannya pada pertanian dan perkebunan. Seluruh program ini terlaksana setelah Anjar menggerakkan pembentukan tim terpadu penanggulangan konflik gajah dan manusia.
"Selama itu tak ada komunikasi yang terpadu untuk menyelesaikan masalah sehingga tidak pernah ada solusinya.Untuk itulah tim terpadu dibentuk," katanya.
Kemandirian petani
Tim mendekati masyarakat serta menggali berbagai persoalan dan kebuthan untuk menekan konflik mereka dengan gajah. Seluruh masukan direkapitulasi pada tahun 2005. Seiring dengan itu, pihaknya memfasilitasi pembentukan Forum Rembuk Petani yang menjadi bentuk kemandirian petani dalam menangani tiap persoalan di sekitar desa penyangga.
"Semangat forum waktu itu, yang terpenting kita bisa berkumpul dan mencurahkan keprihatinan masing-masing. Selanjutnya, itu menjadi wadah di mana petani dapat memiliki posisi tawar yang kuat sehingga berbagai aspirasi bisa menghasilkan realisasi," kata Anjar, mengenang.
Ibu empat anak ini rutin menemui petani minimal sebulan sekali, dan memperoleh masukan mengenai apa yang perlu dilakukan pemerintah kabupaten. Melalui tim terpadu, beragam bentuk bantuan mengalir,mulai dari bibit gratis ikan, kambing, padi, karet, hingga jagung.
Selain itu, ada pula bantuan listrik melalui 100 pembangkit listrik tenaga surya,bantuan pembangunan 60-an gubuk pantau beserta 220 belor (senter besar) untuk mempermudah deteksi keberadaan gajah.
Sejak tahun 2008 pihaknya merangkum hasil usulan petani dalam lima prioritas, yakni normalisasi sungai dan tanggul, pembangunan kanal sebagai penghadang gajah, membangun sarana dan prasarana penanggulangan gangguan satwa, penguatan usaha ekonomi produktif, dan pendampingan bagi masyarakat.
Selain bantuan fisik, pihaknya juga kerap mendatangkan ahli untuk melatih warga menghadapi hajag atau menyelamatkan diri dari gajah. Pihaknya bahkan secara khusus memberi bantuan uang lelah bagi warga yang meronda dan menghalau gajah yang masuk kebun dan sawah.
Pembentukan 66 anggota pengamanan swakarsa atas inisiatif masyarakat pun mendapat perhatian. Tiap anggota memperoleh honor Rp 100.000-Rp 150.000 per bulan.
Kepedulian
Dari sejumlah realisasi program yang telah berjalan, Anjar selalu berpegang pada satu pertanyaan "Jika pemerintah ingin masyarakat peduli pada TN Way Kambas, apa yang bisa pemerintah berikan kepada masyarakat?"
Ia memahami betul, ketika masyarkat dikondisikan untuk bergadang setiap malam menjaga kebun dari kedatangan gajah, mengapa tidak ada penjagaan pada gajah-gajah liar dari dalam taman nasional itu sendiri? Ketimpangan penjagaan inilah yang menjadi penyebab tidak berkurangnya konflik antara gajah dan masyarakat sekitar taman nasional.
Masyarakat sebenarnya menginginkan kehidupan yang senantiasa berdamai dengan gajah, tetapi mereka juga tidak ingin sawah dan kebunnya hancur karena masuknya gajah dari dalam taman nasional.
"Dengan demikian, pengamanan harus berlangsung dua lapis, yaitu dari batas dalam dan batas luar taman," ujarnya.
Hal yang menjadi persoalan saat ini adalah minimnya penjagaan dari dalam kawasan. Itu sebabnya, sering terjadi gajah keluar dari taman nasional ke jalan lintas. Tahun ini saja kasus tersebut sudah dua kali.
Rumah Anjar yang berada di sekitar 5 kilometer dari pintu gerbang TN Way Kambas sering menjadi base camp para petani. "Kami bertukar pikiran soal konflik di desa-desa penyangga. Kami merasa di rangkul," ujar Suyuti, Sekretaris Forum Rembuk Petani Penyangga TN Way Kambas.
Masih ada keinginan Anjar yang belum tercapai, yakni menyediakan mitra-mitra usaha bagi para petani di desa penyangga tersebut. Usaha kecil dan menengah telah berkembang di desa-desa setempat. Salah satunya, budi daya tanaman tembakau yang telah menghasilkan. Selain itu, budi daya tanaman sayur, palawija, dan budi daya ikan.
Mantan dokter hewan di Pusat Latihan Gajah Way Kambas ini berharap ada pihak-pihak yang siap menampung hasil budi daya petani dengan memberikan harga yang lebih menjanjikan.
Dikutip dari KOMPAS, SENIN 7 NOVEMBER 2011
Sejak tahun 2008 pihaknya merangkum hasil usulan petani dalam lima prioritas, yakni normalisasi sungai dan tanggul, pembangunan kanal sebagai penghadang gajah, membangun sarana dan prasarana penanggulangan gangguan satwa, penguatan usaha ekonomi produktif, dan pendampingan bagi masyarakat.
Selain bantuan fisik, pihaknya juga kerap mendatangkan ahli untuk melatih warga menghadapi hajag atau menyelamatkan diri dari gajah. Pihaknya bahkan secara khusus memberi bantuan uang lelah bagi warga yang meronda dan menghalau gajah yang masuk kebun dan sawah.
Pembentukan 66 anggota pengamanan swakarsa atas inisiatif masyarakat pun mendapat perhatian. Tiap anggota memperoleh honor Rp 100.000-Rp 150.000 per bulan.
Kepedulian
Dari sejumlah realisasi program yang telah berjalan, Anjar selalu berpegang pada satu pertanyaan "Jika pemerintah ingin masyarakat peduli pada TN Way Kambas, apa yang bisa pemerintah berikan kepada masyarakat?"
Ia memahami betul, ketika masyarkat dikondisikan untuk bergadang setiap malam menjaga kebun dari kedatangan gajah, mengapa tidak ada penjagaan pada gajah-gajah liar dari dalam taman nasional itu sendiri? Ketimpangan penjagaan inilah yang menjadi penyebab tidak berkurangnya konflik antara gajah dan masyarakat sekitar taman nasional.
Masyarakat sebenarnya menginginkan kehidupan yang senantiasa berdamai dengan gajah, tetapi mereka juga tidak ingin sawah dan kebunnya hancur karena masuknya gajah dari dalam taman nasional.
"Dengan demikian, pengamanan harus berlangsung dua lapis, yaitu dari batas dalam dan batas luar taman," ujarnya.
Hal yang menjadi persoalan saat ini adalah minimnya penjagaan dari dalam kawasan. Itu sebabnya, sering terjadi gajah keluar dari taman nasional ke jalan lintas. Tahun ini saja kasus tersebut sudah dua kali.
Rumah Anjar yang berada di sekitar 5 kilometer dari pintu gerbang TN Way Kambas sering menjadi base camp para petani. "Kami bertukar pikiran soal konflik di desa-desa penyangga. Kami merasa di rangkul," ujar Suyuti, Sekretaris Forum Rembuk Petani Penyangga TN Way Kambas.
Masih ada keinginan Anjar yang belum tercapai, yakni menyediakan mitra-mitra usaha bagi para petani di desa penyangga tersebut. Usaha kecil dan menengah telah berkembang di desa-desa setempat. Salah satunya, budi daya tanaman tembakau yang telah menghasilkan. Selain itu, budi daya tanaman sayur, palawija, dan budi daya ikan.
Mantan dokter hewan di Pusat Latihan Gajah Way Kambas ini berharap ada pihak-pihak yang siap menampung hasil budi daya petani dengan memberikan harga yang lebih menjanjikan.
Dikutip dari KOMPAS, SENIN 7 NOVEMBER 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar