Selasa, 30 Oktober 2012

Andi Agussalim: Penggagas Kamus Digital Lontara


ANDI AGUSSALIM ALIAS ALIM

Lahir: Palopo, 17 Maret 1987
Ayah: Nasirudin Bin A
Ibu: Siti Hadrah L
Anak ke-4 dari empat bersaudara
Pekerjaan: Dosen kontrak di Jurusan Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin (Unhas), 2012
Pendidikan:
- SD Inpres Perumnas Antang II
- SMPN 8 Makassar, 2000-2002
- SMAN 12 Makassar, 2002-2004
- S-1 Jurusan Sastra Arab, Unhas, 2004-2009
- S-2 Pascasarjana Linguistik, Unhas, 2010-2012
Karya: Membuat aplikasi kamus digital bahasa daerah

Tatkala kebanyakan pemuda tak peduli dengan kelangsungan bahasa daerah, Andi Agussalim (25) justru sebaliknya. Ia menciptakan aplikasi baru berupa kamus digital Lontara, aksara tradisional masyarakat Bugis-Makassar. Karyanya itu mengantarkan ia menjadi pemakalah termuda dalam Kongres Internasional Bahasa-bahasa Daerah II di Makassar, Sulawesi Selatan, 1-4 Oktober lalu.

OLEH ASWIN RIZAL HARAHAP

Inisiatif membuat aplikasi kamus digital muncul dari keprihatinannya terhadap kelangsungan bahasa daerah. Bentuk digital sengaja dipilih agar lebih mudah digunakan para peneliti dan masyarakat awam yang ingin mendalami bahasa daerah, terutama Lontara. "Kemasan digital juga lebih praktis ketimbang kamus konvensional yang  mudah rusak termakan usia," ungkap Alim, sapaan akrabnya.
   Dalam aplikasi buatannya, Alim menyediakan penyimpanan kosakata dalam aksara Lontara dan Latin. Bentuk aksara Lontara menyerupai ketupat yang memiliki sulapa eppa (empat sisi). Dalam kepercayaan Bugis-Makassar kuno, hal itu melambangkan susunan alam semesta yang terdiri dari api, air, angin, dan tanah. Kebetulan bentuk huruf (font) Lontara telah dikembangkan Yusring Sanusi Baso, mantan dosen Alim di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin (Unhas).
   Kosakata yang telah tersimpan dilengkapi dengan berbagai fitur lain, seperti arti kata, kata dasar, kelas kata, afiksasi (awalan, imbuhan sisipan dan simbol), fonetik (cara pengucapan), keterangan, dan contoh kalimat dalam bahasa Bugis-Makassar serta Indonesia. Desain aplikasi pun dibuat sederhana, berupa kotak-kotak yang tinggal diisi sesuai dengan keterangan di sampingnya.
   Alim lalu menambahkan fitur "tambah kata" dan "cek kata" dalam aplikasi digital, yang membuatnya sangat berbeda dibandingkan dengan kamus konvensional. Fitur "tambah kata" bertujuan memberi keleluasaan bagi peneliti yang ingin menambah perbendaharaan kata dalam aksara Lontara. Aplikasi ini bahkan bisa digunakan untuk mengirim kumpulan kosakata dari satu peneliti ke peneliti yang lain melalui e-mail.
   "Database (basis data) kosakata dalam kamus digital bisa terus diperkaya seiring makin banyaknya orang yang terlibat," ujar magister linguistik Unhas itu. Hal ini turut memudahkan masyarakat awam yang ingin mempelajari penggunaan aksara Lontara dan bahasa Bugis-Makassar.

Temuan baru

   Cita-cita membuat aplikasi kamus digital telah dipupuk Alim sejak mengambil Jurusan Sastra Arab di Fakultas Ilmu Budaya, Unhas. Setamat kuliah pada tahun 2009, ia melanjutkan pascasarjana di bidang linguistik untuk memperkaya pengetahuannya tentang bahasa.
   Ilmu leksikografi membuat Alim semakin memahami seluk-beluk menyusun kamus. Ditambah kegemarannya mengutak-atik komputer saat duduk di bangku SMA, ia pun memilih pembuatan aplikasi kamus digital sebagai bahan tesisnya yang berjudul "Perancangan dan Efektivitas Penggunaan Aplikasi Kamus Digital Bahasa Daerah di Sulsel".
   Sejumlah guru besar linguistik Unhas, seperti Hakim Yassi, Lukman, Gusnawaty, dan Ery Iswary kagum, dengan pilihan Alim itu. "Mereka menilai kolaborasi penggunaan komputer dengan tata bahasa daerah merupakan sesuatu yang unik," ujar lelaki yang baru menyelesaikan program pascasarjana pada Agustus lalu itu.
   Penemuan yang relatif baru di dunia linguistik itu membuat Alim terpilih menjadi salah satu pemakalah dalam Kongres Internasional Bahasa-bahasa Daerah II, belum lama ini. Pengalaman ini menjadi lonjakan besar bagi putra pasangan Nasaruddin dan Sitti Hadrah tersebut mengingat kongres dihadiri 350 peserta dari enam negara, yakni Indonesia, Brunei, Malaysia, Jepang, Kanada, dan Amerika Serikat (AS).
   Salah seorang peserta adalah Dr Barbara Friberg, peneliti bahasa dari Summer Institute of Linguistics, AS, yang membuat font aksara Lontara saat mengajar di Unhas dan Universitas Negeri Makassar, beberapa tahun lalu. "Dia (Barbara Friberg) sangat senang karena saya mengembangkan bahasa Bugis-Makassar dengan terobosan baru," kata bungsu dari empat bersaudara tersebut.
   Para peserta umumnya menyambut antusias aplikasi kamus digital buatan Alim. Banyak di antara mereka yang ingin mencoba aplikasi itu untuk diterapkan pada bahasa daerah masing-masing. Namun, Alim baru akan menyebarluaskan aplikasi itu setelah urusan hak kekayaan intelektual di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia selesai.
   Ia juga berencana menyempurnakan fitur aplikasi yang dinamainya Mammiri (sejuk) Lontara itu sebelum dimanfaatkan masyarakat. Salah satu fitur yang akan ditambahkan adalah terjemahan dalam bahasa Inggris untuk memudahkan peneliti asing mendalami aksara Lontara.
   Jika kelak di sebarluaskan, Alim tak berniat mencari keuntungan dari hasil penemuannya. Ia justru berharap aplikasi kamus digital nanti dimanfaatkan setiap pemerintah daerah dan sekolah untuk melestarikan bahasa daerah yang mulai punah satu demi satu. Bentuk aplikasi digital dianggap cocok untuk mengatasi ancaman kepunahan bahasa karena mudah disimpan dan disebarluaskan melalui internet.
   Komitmen pemerintah juga sangat dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan 700 bahasa daerah yang kini terancam punah. Sentuhan teknologi diharapkan turut merangsang minat remaja terhadap bahasa daerah.
   Dari pengalaman, Alim menyadari, pembuatan aplikasi kamus digital tak sekadar membutuhkan pengetahuan luas, tetapi juga keuletan. Ia pun mengajak serta Asrul Ismail, sahabatnya saat bersekolah di SMA Negeri 12 Makassar, Asrul yang tahu banyak  soal komputer beberapa kali membantu pembuatan kode program dalam fitur aplikasi.
   Pernah suatu kali aplikasinya mandek karena terhambat pembuatan salah satu kode program yang sangat sulit, Alim lalu mudik ke kediaman orangtuanya di Palopo. Wejangan dari Nasruddin dan Sitti, yang sehari-hari menjadi penceramah agama, menguatkan kembali mental Alim.
   Aplikasi kamus digital ini menjadi modal berharga bagi masyarakat, terutama peneliti, guru, dan generasi muda yang ingin mengenal lebih jauh tentang aksara Lontara. Selama ini, pengembangan tradisi tulis pada kebudayaan Bugis-Makassar masih terpusat pada segelintir warga masyarakat yang sudah tua.

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 30 OKTOBER 2012

1 komentar:

  1. Wow, ternyata ada penggagas kamaus daerah makassar..

    Sebelumnya sudah ada, cuma mungkin belum terpublish dan belum selengkap diatas :
    https://www.facebook.com/groups/43186341452/

    Terus ada versi mobile (Android) kamus sekaligus menampilkan aksara lontaranya :
    https://www.facebook.com/pages/Kamus-Makassar/304611866259029

    But, everithing its ok.. Semuanya sama2 menggagas kamus digital makassar. Jaya terus Makassar. Ewako ^^

    BalasHapus