Selasa, 23 Oktober 2012

Nining Media:Totalitas Mempertahankan Lagu Sunda


NINING MEDIA

Lahir: Bandung, 6 Juni 1965
Suami: Tommy Nurdiaman (47)
Anak:
- Robi Walesa (27)
- Rami Akbar (25)
- Zaky Muhammad Arsi (4)
Penghargaan:
- HDX-BASF Award 1987/1988 untuk album "Klangkang"
- Jawa Barat Music Award 2005 dari Sekolah Tinggi Musik Bandung

Setahun lalu penyanyi tradisional dan pop Sunda, Nining Media (47), berniat mundur total dari dunia seni. Minimnya penghargaan atas 28 tahun pengabdiannya membuat dia patah asa. "Saya benar-benar jenuh dan bosan, tidak ada lagi semangat bertahan di jalur ini," kata Nining menegaskan.

OLEH CORNELIUS HELMY

Tantangan terbesar Nining adalah pembajakan album-album rekamannya. Masalah tersebut tidak pernah selesai sejak dia pertama kali memasuki dunia panggung tahun 1986 hingga saat ini.
   Nining mencontohkan saat ia menelurkan album Peurih tahun 2011. Baru saja album itu selesai direkam Nining pada sore hari, keesokan harinya rekaman berisi 12 lagu terbarunya tersebut sudah dijajakan pedagang kaset dan VCD bajakan di Bandung.
   "Dalam bahasa Sunda, peurih artinya perasaan sakit yang mendalam. Pembajak tidak tahu usaha dan jerih payah kami saat membuat album tersebut, peurih pisan," kata Nining.
   Namun, teman-teman Nining sesama seniman menahan dia agar tak mundur dari dunia seni. Mayoritas temannya mengatakan, jika Nining mundur, perkembangan tembang Sunda tradisi atau pop mungkin akan mandek.
   Apalagi sebelumnya seni Sunda sudah kehilangan maestro tembang Cianjuran, Euis Komariah, pada Agustus 2011. Meski banyak artis muda bermunculan, belum ada yang bisa menyanyi sekaliber Nining.
   "Suara manja Teh Nining yang khas sampai saat ini belum ada tandingannya di Jawa Barat," ujar penata lagu pop Sunda, Dedy Odoy.
   Semangat dan harapan teman-teman itulah yang membuat hati Nining luluh. Hingga akhirnya dia melakukan langkah besar dengan menggelar konser tunggal pertamanya di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Minggu (21/10). Konser ini diklaim yang pertama kali dilakukan seniman tembang dan penyanyi pop Sunda di hadapan 3.000-4.000 pengunjung.
   "Tiketnya gratis dan sudah habis sejak seminggu yang lalu. Ini menjadi pertunjukan terbesar bagi saya," ujar Nining.

Berawal dari bonang

   Nining Meida bukan lahir dari keluarga seniman. Ia pertama kali mengenal seni Sunda dari grup kesenian pimpinan Ugan Soemarna di Kabupaten Bandung.
   Sejak berumur empat tahun, ia sudah mahir memainkan bonang dan ikut pentas bersama beberapa grup seni tradisional pimpinan Tetty Afienty. Semakin akrab dengan dunia seni, perlahan ia belajar dari beberapa sinden yang mahir menyanyikan tembang Sunda, khususnya Cianjuran.
   Bakat Nining ternyata memang ada pada tembang Sunda. Berbagai perlombaan vokal lagu Sunda dan pop dia ikuti sejak masih SD hingga SMA. Dia nyaris selalu menjadi juara satu dalam setiap ajang kompetisi tersebut.
   Prestasi Nining membuat para pemandu bakat terpikat. Hingga suatu saat pada 1984, seorang produser mengajak dia masuk dapur rekaman untuk menyanyikan single "Kokoronotomo" versi bahasa Sunda. Ketika itu lagu asal Jepang tersebut tengah populer di Indonesia.
   Suara Nining yang manja dan mendesah juga menarik perhatian maestro karawitan dan pencipta lagu Sunda, Nano S (almarhum). Waktu itu Nano menganggap Nining adalah penyanyi yang tepat untuk membawakan lagu ciptaannya berjudul "Kalangkang" pada 1986. Nining lalu diarahkan menyanyi duet bersama Adang Cengos.
   "Kalangkang" yang liriknya berkisah tentang rasa rindu yang mendalam kemudian membawa Nining melaju ke pentas yang lebih luas. Dia lalu menjadi penyanyi pujaan masyarakat Jawa Barat. Lagu-lagu yang dilantunkan Nining pun ditunggu penggemarnya. Dia tidak ingat lagi berapa banyak album dan lagu yang pernah dibawakannya. Perkiraan kasar dia sekitar 100 album solo dan kompilasi.
  "Kalangkang" kabarnya terus diperbanyak sampai dua juta kopi. "Meski tidak menikmati seluruh royaltinya karena kontrak kerja zaman dulu belum jelas dan tak transparan, saya bersyukur dengan pencapaian itu," ujar Nining.

Tempat berbagi

   Nominal dua juta kopi tersebut bukan isapan jempol. Sekitar 26 tahun setelah "Kalangkang", Nining masih disanjung penggemarnya. Ia pernah dikagetkan perlombaan tarik suara di Kalimantan timur yang membawakan lagu wajib miliknya. Hal serupa dilakukan penggemar Nining di sejumlah daerah di Sumatera. Umumnya penggemarnya adalah orang Jawa Barat di perantauan.
   Di luar negeri Nining juga dikenal. Penggemarnya ada di Jerman, Amerika Serikat, Taiwan, Jepang, Malaysia, hingga Arab Saudi. Komunikasi dia jalin dengan penggemarnya lewat media sosial hingga radio streaming. Ia menilai, fanatisme penggemar di luar negeri tidak kalah tinggi. Mereka tahu gayanya di panggung, ciri suara, hingga lagu terbaru milik Nining.
   Tak jarang Nining juga menjadi tempat berbagi penggemarnya. Beberapa pengemar di Arab Saudi, misalnya, kerap berkeluh kesah tentang kondisi mereka di perantauan. Lewat radio Baraya Sunda yang disiarkan streaming melalui internet setiap hari pukul 19.00-21.00 WIB, ia tahu banyak tentang perlakuan buruk majikan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI). Mayoritas penggemarnya di Arab Saudi memang TKI perempuan dan laki-laki.
   "Saya selalu bilang agar mereka sabar menjalaninya. Namun, jika ada kesempatan, pulang saja ke Indonesia. Lebih baik mereka bekerja di kampung halaman ketimbang mendapat perlakuan buruk di negeri orang," katanya.

Melatih

   Dalam konser tunggal yang digelar, Nining melantunkan 26 lagu. Meski bertajuk konser tunggal, dia enggan untuk tampil sendiri. Ia mengajak serta para seniman berbasis kesenian Sunda lainnya. Dari alunan hip-hop, dangdut, hingga musik berbasis bambu semacam karinding dan angklung kontemporer pun tampil di sini.
   "Konser ini bukan milik Nining, melainkan masyarakat Jawa Barat. Penontonnya dari jenderal sampai bandar jengkol," ucapnya sambil tertawa.
  Semangat yang ditularkan teman-teman membuat Nining tak lagi berniat mengundurkan diri dari dunia lagu Sunda. Meski kiprahnya selama ini minim pengakuan dari pemerintah daerah, ia tetap bersemangat melatih para yunior, seperti Nita Tila, Rya Fitria, dan Neneng Fitri, guna meneruskan "tongkat estafet" lagu Sunda. Studio Pronima, miliknya, masih digunakan seniman Sunda yang membutuhkan.
   Meski tetap di jalur lagu Sunda, keinginan Nining lainnya, menjadi ustazah, tak dia lupakan. "Ayah saya, Encep Abdullah, pernah mengatakan, dia akan bangga kalau suatu saat nanti saya menjadi ustazah selain penyanyi."
   "Saya pernah coba memimpin pengajian, tetapi baru mau dimulai jemaahnya pada bilang 'Kalangkang', Kalangkang', 'Kalangkang'," cerita Nining tersenyum memamerkan lesung pipinya.

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 23 OKTOBER 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar