Minggu, 04 November 2012

Husna Faad Maonde: Kukuh Melestarikan Kayu Kuku

HUSNA FAAD MAONDE

Lahir: Mawasangka, Buton, Sulawesi Tenggara, 31 Desember 1960 
Suami: Prof Dr H Faad Maonde MS
Anak: Toto Gunarto Faad
Pendidikan:
- S-1 Jurusan Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar, 1985
- S-2 Program Studi Agronomi, Unioversitas Haluoleo (Unhalu), Kendari, 2010
Pekerjaan:
- Dekan Fakultas Pertanian Unhalu, 2000-2004
- Wakil Ketua I Asosiasi Mikoriza Indonesia, 2007-2011
- Ketua Asosiasi Mikoriza Indonesia cabang Sulawesi Tenggara, 2003-2014

Pemahaman teori dan bicara saja tidak cukup bagi seorang ilmuwan untuk mewujudkan perbaikan atas berbagai masalah di sekelilingnya. Kadang diperlukan langkah nyata yang penuh peluh dan perjuangan di lapangan. Husna Faad Maonde (51) melakukan semua itu demi kelestarian kayu kuku yang dicintainya.

OLEH MOHAMAD FINAL DAENG

Di salah satu habitatnya, di Sulawesi Tenggara, kayu kuku (Pericopsis mooniana THW) merupakan jenis pohon yang terancam punah. Tanaman tropis ini sejak lama menjadi buruan manusia karena nilai ekonominya yang tinggi.
   Soal kekuatan dan keawetan, kayu kuku tak kalah bersaing dengan kayu jati. Kayu kuku biasa dimanfaatkan untuk bahan bangunan, jembatan, geladak kapal, kusen, lantai rumah, hingga bantalan rel kereta api.
   Sebagai akademisi dan dosen pada Jurusan Kehutanan Universitas Haluleo (Unhalu), Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Husna merasa terpanggil untuk menyelamatkan kayu kuku dari ancaman kepunahan. Upaya penelitian, pengembangan, serta aksi penanaman ribuan bibit kayu kuku di sejumlah tempat di Sultra terus-menerus dilakukannya sejak tahun 1995.
   Lembaga International Union for Conservation of Nature (IUCN) menempatkan kayu kuku atau disebut juga nandu wood sebagai spesies flora yang statusnya rawan punah. Habitatnya selain di Indonesia, juga di Malaysia, Papua Niugini, Filipina, dan Sri Lanka.
   Di Sultra, pohon kayu kuku tumbuh subur di hutan dataran rendah, terutama pada tanah podsolik dan aluvial. Salah satu habitat alamiah terbesarnya adalah di Cagar Alam Lamedai, kabupaten Kolaka, Sultra.

Cinta

   Ketertarikan Husna pada kayu kuku bermula tahun 1990. Ketika itu, dia tengah mengikuti program magang pelatihan staf dosen di Institut Pertanian Bogor (IPB). Secara kebetulan ia membaca artikel tentang kayu kuku pada salah satu jurnal ilmiah.
   Dari jurnal ilmiah itulah Husna mengetahui jika kayu kuku juga hidup di Sultra dan terancam punah akibat eksploitasi berlebihan. "Dari membaca tentang kayu kuku, saya mulai tertarik dan mengangkatnya untuk materi presentasi di kelas," cerita Husna saat ditemui di kampus Unhalu, awal Oktober.
   Kisah "cinta" Husna dan kayu kuku terus berlanjut. Saat pulang ke Kendari, Rektor Unhalu saat itu, Soleh Salahuddin, mendorong dia meneliti lebih jauh soal kayu kuku. Husna lalu menyusun proposal penelitian dan mengirimkannya ke Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
   Gayung bersambut dan penelitian dilakukan dengan fokus pembibitan dan perbaikan proses pertumbuhan kayu kuku. Salah satu masalah utama kayu kuku adalah pertumbuhannya yang lambat.
   "Kalau (kayu kuku) tumbuh secara normal, bibit memerlukan waktu selama satu tahun sebelum bisa ditanam di lapangan," katanya.
   Husna pun mencoba mengatasi hal tersebut dengan bantuan rhizobium (bakteri) dan mikoriza (jamur) saat pembibitan benih kayu kuku. Hal itu terbukti berhasil memangkas proses pertumbuhan bibit dalam polybag hingga menjadi tiga bulan saja.
   "Hasil awal sebanyak 100 bibit kayu kuku ditanam di sekitar gedung Rektorat Unhalu tahun 1995," katanya.
   Kini, bibit pertama yang dikembangkan Husna telah tumbuh menjadi pohon-pohon besar nan kokoh, menambah kerindangan kampus, dan bisa dinikmati banyak orang.
   Ia terus mengembangkan dan memperbanyak bibit, serta memberikannya kepada siapa pun yang mau menanam. Di lahan pembibitan Fakultas Pertanian Unhalu terdapat 3.000 bibit kayu yang siap tanam hasil kerja Husna dan para mahasiswa.

Hasrat hidupnya

   Berbagai kegiatan penanaman kayu kuku, baik dengan biaya sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain juga terus dilakukannya. Ia merasa beruntung karena banyak pihak yang mau peduli dan mendukung upaya melestarikan kayu kuku.
   Beberapa lokasi yang telah ditanami, selain kampus Unhalu, adalah Kantor Gubernur Sultra, markas Polda Sultra, Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, jalan poros Kota Baubau, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Buton, hingga pondok pesantren di Kabupaten Konawe Selatan.
   Kapan pun ada kesempatan untuk menanam kayu kuku, Husna tak pernah melewatkannya. Pelestarian kayu kuku menjadi hasrat hidupnya. "Walaupun hanya satu-dua bibit, saya akan terus tanam. Saat anak saya berulang tahun, saya suruh menanam kayu kuku juga," ujarnya.
   Untuk memperbanyak kajian tentang kayu kuku, Husna terus mendorong lahirnya penelitian-penelitian berkaitan dengan kayu kuku. Sampai tahun 2011, telah dihasilkan 23 judul karya ilmiah terkait kayu kuku, baik yang dia lakukan sendiri maupun oleh mahasiswa yang dibimbingnya di Program Sarjana Jurusan Kehutanan Unhalu.
   Saat mengambil gelar S-2, Husna mengangkat tesis yang meneliti pertumbuhan bibit kayu kuku melalui aplikasi fungsi mikoriza arbuskula dan ampas sagu pada media tanam bekas tambang nikel.
   Kini, ia tengah mengejar gelar doktor di IPB. "Rencananya, untuk disertasi nanti saya akan melibatkan penelitian soal kayu kuku," kata Husna yang mengambil spesialisasi studi silvikultur hutan tropika.
   Sebuah buku berjudul Hutan Indonesia, Nasibmu Kini juga dihasilkan Husna bersama seorang rekan dosen di Unhalu, Faisal Danu Tuheru. Pada salah satu bagian buku terbitan tahun 2007 itu, seluk beluk dan upaya konservasi kayu kuku dikupas.
  Di sela-sela aktivitasnya menempuh pendidikan S-3, Husna tetap menyempatkan diri menggarap naskah untuk buku berikutnya, Ekologi, Silvikultur, dan Konservasi Kayu Kuku.
   Satu harapan Husna yang masih tersimpan, yakni munculnya kesadaran pemerintah untuk menyelamatkan kayu kuku, baik di dalam maupun di luar habitatnya. Sumber daya pemerintah yang besar akan membuat upaya penyelamatan kayu kuku bisa lebih masif.
   Langkah ini dinilainya perlu agar generasi berikutnya bisa terus menikmati kekayaan hayati alam Nusantara. "Tetapi sampai sekarang belum ada program khusus yang dilakukan pemerintah untuk penyelamatan kayu kuku," ujar Husna prihatin.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 5 NOVEMBER 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar