VIKTOR EMANUEL RAYON
Lahir: Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, 2 September 1947
Pendidikan: SMP Betun, Belu
Istri: Anselina Nona (60)
Anak: Yeni (35), Toni (33), Yanti (31), Roni (29), Doni (26), Veni (24)
Pekerjaan:
- Koordinator Lingkungan Hidup Sikka
- Ketua Kelompok Tani Sabar Subur, Dusun Mageloo
Penghargaan:
- Juara I Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam, Sikka, 2002
- Petugas Lapangan Penghijauan Terbaik Sikka, 1999/2000
- Peraih Kalpataru Nasional, 2005
- Perintis Lingkungan Hidup Provinsi, 2006
- Peraih Kalpataru Nasional, 2007, 2008, 2010
- Pemeran film dokumenter lingkungan hidup terbaik, 2009
Bagi Viktor Emanuel Rayon, tsunami yang melanda Maumere, Flores, tahun 1992, memberi perubahan besar dalam kehidupannya. Ia prihatin dengan kondisi pesisir. Berkat kerja kerasnya selama ini, sekitar 150 hektar kawasan di sepanjang pesisir utara Sikka, termasuk sebagian pesisir Ende, kini tertutup hutan bakau.
OLEH KORNELIS KEWA AMA
Pria yang biasa disapa Akong itu setiap hari mulai pukul 07.30 hingga pukul 11.30 memimpin kelompok tani Sabar Subur atau bersama istri dan anaknya menyemai dan menanam bakau di tepi pantai. Terkadang ia mengajak mereka menggantikan pohon yang rusak atau gagal tumbuh. Pengetahuannya tentang bakau atau mangrove membuat dia menjadi tempat orang bertanya.
Berkat pengetahuan yang luas dan keterampilannya dalam budidaya bakau, Rayon kerap diundang hampir ke semua provinsi di Indonesia terkait dengan penanaman bakau. Ia juga memberi pelatihan pembibitan anakan bakau sampai lomba cerdas cermat tentang bakau.
Pengundang pun tidak kecewa karena hasil karya Rayon umumnya nyata. Oleh karena itulah, meski telah berusia 65 tahun dan pernah terserang stroke serta penyakit jantung, ia tetap berkiprah di bidang budidaya bakau.
"Saya baru dari Jakarta, menanam baku di Jakarta Utara, September lalu. Saya menanam bakau dengan ilmu yang sederhana saja. Saya tanam (bakau) dengan kedalaman sampai 40 sentimeter agar akar bakau berada dalam pasir dengan udara yang dingin. Ini membuat bakau bisa hidup," kata Rayon di rumahnya, Dusun Mageloo, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka.
Pengetahuan Rayon tentang bakau membuat dia menjadi juara pertama pada lomba cerdas cermat yang diadakan PT Kaltim Pasifik Amoniak di Bontang, Kalimantan Timur, tahun 2010. Ia menyisihkan puluhan peserta lomba. Saat peserta lain menyebutkan hanya ada empat jenis bakau, dia menjelaskan tentang 15 jenis bakau dengan ciri, sifat, dan manfaat masing-masing. Semua itu ia pelajari secara otodidak.
Hancur
Ketertarikan Rayon pada bakau muncul pascatsunami di Flores akhir 1992. Waktu itu pesisir Sikka hancur diterjang gelombang laut. Namun, salah satu titik di Pantai Fakta, sekitar 15 kilometer arah utara Maumere, aman. Beberapa rumah penduduk di kawasan itu tidak mengalami kerusakan, bahkan tak kemasukan air laut saat kawasan tersebut diterjang tsunami.
"Saya tertegun melihat kejadian itu. Ternyata di bibir pantai itu ada hutan bakau yang cukup rimbun. Saya berkesimpulan ternyata bakau dapat menghadang gelombang tsunami. Sejak itu saya berdiskusi dengan istri dan anak-anak, kemudian kami membuat rencana sederhana. Tekad kami cuma satu, yakni menanam bakau di sepanjang pesisir ini," katanya.
Rayon bersama anggota keluarga lalu berjalan kaki sejauh sekitar 2 kilometer. Mereka mengambil lima karung biji dan anakan bakau di Pantai Fakta. Biji bakau disemaikan, setelah tumbuh dimasukan ke dalam polybag, kemudian mereka tanam di sepanjang pantai. Dalam lima bulan, sebagian kawasan Teluk Ndete sudah ditumbuhi tanaman bakau.
Bakau yang ditanam dengan kedalaman 40-50 cm itu pasti tumbuh. Pengalaman awal ini membuat rayon terus belajar tentang sifat dan jenis bakau, baik dengan membaca buku, ikut seminar, berbicara dengan turis asing, maupun berdasarkan pengalaman lapangan.
Akhir 1993, sebanyak 1.000 anakan bakau sudah dia tanam dan tumbuh subur di sepanjang pantai Teluk Ndete, lokasi yang saat tsunami termasuk porak poranda. Kini, hutan bakau itu mencapai ketinggian 4-6 meter dan menjadi tempat tinggal burung laut, kepiting, dan kerang.
Beberapa dusun yang berhadapan langsung dengan Teluk Ndete pun dipastikan aman dari abrasi pantai dan gelombang laut. Namun sayang, saat itu warga setempat belum tertarik mengikuti jejak Rayon.
Waktu itu, apa yang dilakukan Rayon tersebut dianggap suatu pekerjaan sia-sia karena tidak mendatangkan uang secara langsung. Bahkan, Rayon harus merelakan waktu, uang, dan tenaganya. Polybag, misalnya, harus dia beli sendiri dengan harga Rp 25.000 per kg.
Permukiman penduduk
Selama 19 tahun Rayon dan keluarga tanpa lelah berjuang menanam bakau secara swadaya. Lebih dari 150 hektar kawsan pesisir ditanaminya mulai teluk Ndete, Sikka, lalu menyusur pantai utara dan berbelok ke pantai selatan Ende, Kabupaten Ende. Penanaman itu terfokus pada titik-titik tertentu, yakni permukiman penduduk.
"Pulau Ende di Kabupaten Ende juga saya tanami, tetapi tidak semuanya. Saya serahkan kelanjutan (penanaman bakau) kepada Ibu Tute dan masyarakat sekitar pulau itu. Saya hanya memberi bimbingan awal," kata Rayon.
Ia tak hanya menanam dan membiarkan hutan bakau seakan tumbuh liar begitu saja. Lokasi pesisir yang telah ditanami selalu diberinya papan nama dan tanda larangan agar orang tidak menebang atau merusak tanaman bakau.
Warga Dusun Mageloo, Sikka, NTT, ini mengisahkan, saat tsunami 1992 puluhan penduduk di sepanjang pesisir Sikka sampai perbatasan Kabupaten Ende tewas tersapu tsunami. Selain itu, warga juga harus menanggung kerusakan rumah dan tempat ibadah.
"Waktu itu kantor-kantor pemerintah, jaringan listrik, tanaman pertanian, dan hewan piaraan juga terkena dampak tsunami," cerita Rayon.
Peristiwa tsunami 1992 itu didokumentasikan sebuah stasiun televisi swasta pada 2009. Dalam film dokumenter itu, Rayon bersama istri dan anaknya menjadi pemeran utama.
Berkat kepeduliannya terhadap lingkungan, rumah Rayon yang terbuat dari bambu, berukuran sekitar 6 meter x 8 meter, dan berlantai semen itu sering didatangi turis asing. Bahkan, rumah di Dusun Mageloo, sekitar 33 kilometer dari Maumere itu juga dikunjungi para ahli bakau dan aktivis lingkungan dari dalam dan luar negeri.
Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 9 NOVEMBER 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar