Senin, 26 Juli 2010

Sunarto, Memberdayakan Petani

Keprihatinan terhadap nasib petani yang selalu tak berdaya oleh cengkeraman tengkulak dan permainan harga pedagang membawa Sunarto Atmo Taryono, pegusaha sukses di Jakarta, kembali ke kampung, tepatnya ke Desa Ender, Pangenan, Cirebon, Jawa Barat.

SUNARTO ATMO TARYONO

Lahir : Cirebon, 23 Februari 1968
Istri : Hj Nani
Anak :
- Sunarsih (17)
- M. Fauzan (13)
- Mawaddah Tri Cahyaningrum (9)
Pendidikan :
- SD di Solo, 1979
- SMP di Solo, 1982
- SMA di Jakarta, 1985

Oleh M FAJAR MARTA

Perusahaan perikanan miliknya di Pluit, Jakarta yang beromzet Rp.1,5 triliun per tahun, ditinggalkannya. "Saya ibarat kembali memulai usaha dari nol. namun, saya merasa bergairah dan tenteram karena ini sesuai dengan hati dan keinginan," tutur Sunarto.
Di Desa Ender, dia mendirikan Koperasi Nusantara Jaya dengan modal awal dari hasil tabungan selama bekerja di Jakarta. Dibantu enam karyawan, ia memulai kerja kerasnya dengan mengajak para petani di daerah sekitar untuk bergabung dan membangun koperasi.
Awalnya sulit karena petani umumnya telah lama bekerja sasma dengan tengkulak. Meski tercekik tengkulak, petani enggan berubah.
Sunarto menyadari bahwa citra koperasi tak selalu baik karena dituding hanya menguntungkan pengurusnya. Ia membuat konsep koperasi simpan pinjam dipadukan dengan bengkel tani yang menyediakan jasa konsultasi dan penyuluhan teknis produksi. Ia melengkapi koperasi dengan menyediakan sarana produksi pertanian, seperti pupuk, obat-obatan,dan peralatan.
Sunarto merekrut para ahli lulusan perguruan tinggi sebagai tenaga penyuluh. Para petani yang selama ini tak pernah mendapatkan penyuluhan teknis produksi dari pemerintah seolah melepas dahaga. Petani tak hanya mendapat informasi tentang apa yang yang diperlukan untuk mengobati penyakit tanaman, tetapi juga pendampingan, mulai dari menggarap lahan, menanam bibit, hingga panen.
Petani diajari cara berproduksi secara modern dengan sistem usaha tani berbiaya rendah, efektif, efisien, dan menguntungkan.
"Semua jasa konsultasi dan pendampingan itu gratis. Kami tidak mau membebani petani. Kami hanya ingin mendorong usaha pertanian masyarakat yang mandiri, efisien, produktif, berdaya saing, ramah lingkungan, dan lestari," ujar Sunarto.
Sistem produksi yang diperkenalkan bengkel tani Nusantara Jaya itu langsung membuahkan hasil. Tanaman padi, bawang, dan jenis lainnya yang ditanam petani jarang terkena penyakit. Tingkat produksinya lebih tinggi dibandingkan dengan panen sebelumnya.
"Para tenaga penyuluh kami selalu berkonsultasi dengan peneliti pertanian di perguruan tinggi. Mereka selalu update hasil riset pertanian terkini," tutur Sunarto.
Keberhasilan petani binaan Koperasi Nusantara Jaya pun menjadi pembicaraan di kalangan petani, bukan hanya di daerah sekitar, melainkan juga di daerah lain.
Dalam waktu singkat, para petani plasmabinaan Nusantara Jaya bertambah banyak. Hingga kini bergabung 900 petani dengan total luas lahan garapan sekitar 500 hektar. Para petani itu tersebar di sentra pertanian di Cirebon, Majalengka, Kuningan, dan Brebes.

Dukungan bank

Tonggak kemajuan Koperasi Nusantara Jaya makin memuncak pada April 2009, ketika koperasi itu mendapat dukungan PT Bank Bukopin Tbk. Bersama Bukopin, koperasi membentuk swamitra, jaringan lembaga keuangan mikro yang menjadi kepanjangan tangan Bukopin dalam menyalurkan kredit kecil dan mikro lewat koperasi.
Tak hanya mendapatkan pembiayaan murah untuk disalurkan kepada petani. Koperasi Nusantara Jaya juga mendapatkan dukungan memanfaatkan jaringan teknologi dan peningkatan sistem manajemen agar lebih profesional.
Modal awal dari Bukopin Rp.750 juta dapat dikembangkan Sunarto sehingga total pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp.2,75 miliar untuk sekitar 400 petani. Ia berencana mengajukan tambahan pinjaman ke Bukopin, agar nantinya makin banyak petani yang berkesempatan mendapatkan modal usaha.
Sunarto menciptakan mekanisme pembiayaan yang relatif unik, berbeda dengan banyak koperasi lain. Mekanisme pembiayaan dibuat sedemikian rupa untuk menjamin petani memanfaatkan pinjaman tersebut secara benar sehingga panennya berhasil. Dengan demikian, pengembalian pinjaman dari petani akan lancar.
Pembiayaan usaha tani diberikan dalam bentuk bibit, pupuk,dan obat-obat pertanian. Jenis barang yang ditetapkan untuk dibiayai disesuaikan dengan komoditas yang ditanam dan luas tanam. Kebijakan ini dimaksudkan agar penyaluran pembiayaan tepat dan sesuai sasaran. Bila pembiayaan diberikan dalam bentuk uang, bukan tak mungkin uang itu dipakai untuk keperluan yang bersifat konsumtif. Jika pembiayaan tepat sasaran, diharapkan resiko kredit macet diminimalkan.
Sunarto menjelaskan, paling lambat dua minggu sebelum musim tanam, petani mengajukan rencana tanam yang meliputi lokasi lahan, luas tanam, dan jenis komoditas. Rencana usaha tani yang diajukan petani lalu dipelajari tim analis koperasi untuk ditentukan kelayakan dan nilai pembiayaannya.
Setelah rencana usaha tani disetujui, petani mendapatkan skema pembiayaan yang meliputi jenis dan waktu pengambilan barang, disesuaikan dengan waktu aplikasi. Selanjutnya, koperasi membuat order barang yang dibutuhkan ke penyuplai mitra koperasi.
Jatuh tempo pembayaran pinjaman dua minggu setelah panen. Jeda waktu itu memberi kesempatan petani menjual hasil panennya. Angsuran pengembalian pembiayaan dilakukan berkala, sesuai siklus tanam. Margin pembiayaan ditetapkan 6-8 persen persiklus tanam.
Kiprah swamitra Nusantara Jaya, menurut Sunarto, membuat banyak petani lepas dari jeratan tengkulak. Jika sebelumnya petani harus membayar bunga pinjaman sampai 500 persen per tahun kepada tengkulak, melalui swamitra petani hanya dikenakan bunga pasar.
Kendati demikian, hati Sunarto masih gelisah memikirkan nasib petani. hal itu karena ia belum bisa sepenuhnya menolong petani terhindar dari permainan harga pedagang. Ia masih kerap melihat petani binaannya harus menjual hasil panennya dengan harga sangat jatuh. Ia ingin hasil petani dijual dengan harga layak sehingga hidup mereka sejahtera.
Oleh karena itu, dia berencana mengajukan pinjaman untuk membangun gudang penampungan hasil panen berkapasitas 1.000 ton. Dengan adanya gudang, petani bisa menyimpan hasil panen dan menunda penjualan jika harga di pasar tengah jatuh. Hasil panen baru dijual jika harga di pasar sedang bagus.
Setelah menjalankan usahanya lebih dari setahun, Sunarto makin mantap mengembangkan koperasi dan membina para petani. Langkahnya melepaskan usaha di Jakarta tidak salah. Usaha yang digelutinya kini lebih banyak memberi kebahagiaan karena bermanfaat bagi banyak orang.

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 27 JULI 2010

5 komentar:

  1. hebat pk narto , sy dukung trus.
    walau hanya do"a...........

    BalasHapus
  2. Sukses terus yaa pak. Saya salut baru kali ini baca artikel nya. Padahal aku tetangga nya hehehe

    BalasHapus
  3. Sukses terus yaa pak. Saya salut baru kali ini baca artikel nya. Padahal aku tetangga nya hehehe

    BalasHapus