Kamis, 18 Juli 2013

Mulyo Rahardjo: Tukang Jamu di Tengah Perubahan Zaman

MULYO RAHARDJO 
Lahir: Palembang, 10 januari 1967
Istri: Jeny Rahardjo
Anak:
- Jesslyn Angela Rahardjo
- Matthew JA Rahardjo
Pendidikan:
Radford University Business School, Virginia, AS, lulus 1991
Pengalaman kerja:
- Marketing Manager Distributor PT Deltomed Laboratories Wilayah Jabotabek, 
  1992-1997
- CEO PT Deltomed  Laboratories, 1997-kini
- Komisaris Extract Center Javaplant, 2001-kini
- Direktur Distribusi PT Mulia Putra Mandiri, 2010-kini

Mulyo Rahardjo (46) "jualan" jamu di tengah masyarakat modern yang ingin serba praktis dan sadar higienitas. Bekerja sama dengan petani empon-empon, ia "menjamu" konsumen dengan kekayaan herbal negeri ini.

OLEH MAWAR KUSUMA

Mulyo Rahardjo bergerak dari desa ke desa. Dari Nambangan, Wonogiri, ke Gedangan Salam, Karangpandan, di kaki Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah. Di Wonogiri, ia mengurus perusahaan farmasi nasional berbasis herbal PT Deltomed Laboratories.
   Di Karanganyar, ia mengelola Javaplant, perusahaan ekstraksi botanikal. Dua tempat itu saling mendukung. Dari sinilah produknya bablas ke berbagai pelosok Tanah Air.
   "Orientasi kami sejak awal lebih pada jamu modern karena ada tolok ukur dan standarnya. Jika ingin berkembang, kita harus sadar higienitas," kata Mulyo.
   Higienitas produk itu dimulai dari bahan baku semisal jahe dan temulawak, bahkan jauh sebelum jahe dipanen. Untuk menjaga higienitas itu, Mulyo rajin mengunjungi petani jamu yang umumnya tinggal di pedesaan, seperti Wonogiri, Karanganyar, Ponorogo, Trenggalek, dan Madura.
   Paidi (60), petani dari Desa Pucung, Kecamatan Kismantoro, Wonogiri, Jawa Tengah, adalah salah satu seorang pemasok  bahan baku jahe emprit dan temulawak. Semua petani binaan mendapat pendampingan cara penanaman bahan baku jamu, pemupukan, sampai pemberantasan hama penyakit dengan standar khusus parameter Eropa.
   Empon-empon atau tanaman herbal itu, antara lain, tidak boleh mengandung pestisida atau logam berat dan harus mengandung bahan aktif yang berkhasiat sebagai obat.
   Untuk mengoptimalkan penggunaan bahan aktif itulah, Mulyo mendirikan perusahaan ekstraksi Javaplant. Mulai dari pencucian bahan baku herbal hingga menjadi ekstrak, seluruhnya menggunakan teknologi modern dari Jerman bernama Quadra Extraction System.
   Apalagi, Indonesia memiliki kekayaan bahan baku terbanyak di dunia setelah Brasil. Sadar akan kekayaan herbal dan besarnya potensi jamu Indonesia, Mulyo berinvestasi membangun Javaplant dengan nilai investasi Rp 100 miliar untuk pembelian mesin pada 1998. Padahal ketika itu negeri ini sedang dilanda krisis moneter.
   Sebanyak 20 item bahan herbal mulai dari kayu manis, pegagan, pasak bumi, sampai sambiloto, diekstrak secara rutin untuk memenuhi standar Good Manufacturing Product yang berlaku di Eropa dan standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
   Sebanyak 70 persen pelanggan Javaplant berasal dari Amerika Serikat dan Jepang. Amerika Serikat menjadi pelanggan sejak tahun 2006. Konsumen dari Jepang bahkan mengecek pembuatan jamu dari penanaman hingga menjadi ekstrak.
   Seiring dengan makin tingginya kesadaran pelaku industri lokal tentang pentingnya kualitas ekstrak demi kandungan bahan aktif yang terukur, semakin banyak pengusaha lokal yang kemudian menjadi konsumen Javaplant.

Khasiat ampuh

   Krisis moneter rupanya membawa khasiat ampuh untuk usaha perjamuan Mulyo. Alkisah, ia telah menyiapkan iklan televisi untuk produk obat herbal pencegah masuk angin. Dipilihlah model iklan pelawak Basuki yang tahun 1997 terkenal lewat sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Perhitungan memilih Basuki sederhana, tetapi cerdas.
   Iklan yang diluncurkan pada 18 September 1997 dengan "jurus maut" wes-ewes-ewes itu meledak. Namun keburu terjadi kerusuhan Mei 1998. "Itu saat paling sulit. Saya maju mundur antara meneruskan usaha atau tidak," kata Mulyo.
   Ia pun memilih maju terus. Produknya  dikenal luas dan laku keras, sampai membuat bagian produksi kewalahan. Pada saat itulah, ia bertekad memodernkan produknya dengan mesin ekstraksi. Tahun 1998, Mulyo pergi ke Jerman mencari mesin ekstraksi yang kemudian dipasang di Karangpandan.

Keluarga jamu

   Kecintaan Mulyo pada jamu dibangun sejak ia kecil. Ia sering diajak orangtuanya berkeliling daerah, blusukan dari pasar ke pasar untuk melihat rakyat yang membutuhkan jamu untuk kesehatan.
   Mulyo memang anak keturunan "tukang jamu". Ayahnya, Purwanto Rahardjo, adalah pemilik PT Marguna Tarutala. Purwanto pada 1988 membeli perusahaan jamu PT Deltomed Laboratories Jamu Gunung Giri.
   Tahun 1992, Mulyo, lulusan Radford University Business School, Virginia, Amerika Serikat, ditugasi ayahnya untuk mengelola perusahaan yang belakangan disebut PT Deltmed Laboratories.
   Ia ingat, ketika pertama kali bergabung, perusahaan itu masih seperti industri rumahan. "Kami bekerja di satu ruang kecil dan menjadi seperti satu keluarga. Saya belajar dari senior-senior saya, seperti Pak Nyoto," kenang Mulyo menyebut nama Nyoto Wardoyo yang kini Presiden Direktur Deltomed.
   Ada satu nasihat ayahnya yang diingat Mulyo, "Buatlah produk yang dicari orang, jangan produk yang harus mencari pembeli."
   Mulyo dan tim kerjanya kemudian meninjau ulang produk-produk perusahaannya. Mereka memutuskan fokus pada empat produk saja, termasuk obat herbal untuk pencegah masuk angin.
   Dalam bekerja, Mulyo dan kawan-kawan percaya pada proses, kerja keras, dan menjaga hubungan baik antarmanusia. Di atas semua itu adalah niat melayani masyarakat sebaik mungkin.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 18 JULI 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar