Jumat, 05 Juli 2013

Suno: Dari Tukang Sol Sepatu Menjadi Produsen

SUNO
Lahir: Mojokerto, Jawa Timur, 8 Februari 1955
Istri: Lilik (48)
Anak:
- Rudiyanto (33)
- Irawati (29)
- Ahmad Yusuf (27)
- Sugianto (23)
Pendidikan: Tidak tamat SD
Pencapaian: Pemilik usaha sandal Expo di Desa Karang Kedawang, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto

Sejak masih jejaka, Suno (58), warga Desa Krang Kedawang, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sudah akrab dengan usaha persepatuan walau kala itu "sekadar" sebagai tukang sol sepatu. Kini, ia menjadi salah satu pelaku usaha kecil dan menengah dengan produksi sampai 70 kodi sandal per hari.

OLEH ABDUL LATHIF

Sebagai tukang sol sepatu, Suno yang memulaimembuka usaha sendiri pembuatan sandal dengan merek Expo, enam tahun silam, telah malang melintang dari satu tempat kerja pembuatan sepatu ke tempat pembuatan sepatu lain.
   "Awalnya saya bekerja menjadi tukang sol sepatu di Surabaya, tepatnya di Petemon, lalu pindah ke Rangkah, dan terakhir kerja di pabrik sepatu di Sukomanunggal," katanya.
   Suno adalah salah satu dari sekitar 1.300 pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) di wilayah krja Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Cabang Mojokerto yang menjadi nasabah sekaligus binaan bank ini.
   Sejak tahun 2010 Suno mendapat kucuran kredit Rp 30 juta untuk tambahan modal sekaligus pengembangan usahanya. Setahun berikutnya, Suno kembali mendapat kucuran kredit Rp 60 juta. Pada 2012, dia mendapat kredit lagi sebesar Rp 98 juta.
   "Sebelum kucuran kredit dari BTPN sampai tiga kali, modal awal untuk membuka usaha sandal ini saya pinjam dari koperasi sebesar Rp 10 juta," kata Suno.
   Setelah menjadi binaan BTPN dan mendapat pelatihan, khususnya menyangkut manajemen keuangan dalam pengelolaan usaha kecil, usaha sandal Suno berkembang cepat.

Rugi

   Suno bercerita, awal memulai usaha, dia sering menyerahkan pengerjaan pembuatan sandal kepada orang lain. "Istilahnya, saya men-sub-kan pesanan ini kepada perajin sandal lain," ujarnya.
   Namun, hasilnya justru tak menguntungkan, bahkan Suno menelan kerugian. "Saya sempat tak mengerjakan sendiri pesanan sandal itu. Hasilnya dalam dua bulan saya rugi sekitar Rp 3,5 juta."
   Pengalaman pahit itulah yang memaksa Suno mengerjakan sendiri produk sandal Expo miliknya. Seiring berjalannya waktu, usahanya tumbuhdan berkembang. Pesanan dari pedagang grosir di Pasar Turi, Surabaya, misalnya, terus meningkat.
   "Sekarang saya sudah bisa membayar orang. Di sini ada tujuh karyawan dari tukang sol, tukang kap, dan seorang sekretaris," kata Suno.
   Dibantu anaknya yang masih lajang, Sugianto, untuk memasarkan produknya, Suno bangga bisa memberikan lapangan pekerjaan kepada orang lain.
   "Rata-rata setiap hari usaha saya ini bisa memproduksi 30 sampai 50 kodi sandal. Kalau pesanan sedang ramai, dalam sehari bisa mencapai 70 kodi. Kalau sudah begini, saya juga menyerahkan pengerjaan pembuatan sandal kepada enam tukang sol, tukang kap, dan tukang katokan di rumah. Mereka mengerjakan pesanan itu di rumah masing-masing, saya mengontrol hasilnya," kata Suno.

Pedagang grosir

  Sekarang, usaha skala kecil yang digeluti Suno dengan produk sandal untuk dewasa dan anak-anak serta sandal perempuan ini tak hanya dipasarkan di Surabaya dan sekitarnya, tetapi juga sudha sampai ke Tulungagung, Jawa Timur, hingga Solo, Jawa Tengah.
   "Selain melayani pedagang bedak (eceran di pasar atau kaki lima), saya juga mendapat pesanan dari para pedagang grosir," kata Suno.
   Seminggu sekali ditemani Sugianto, salah satu anaknya, dengan mobil boks, Suno membawa ribuan pasang sandal menyusuri jalur tengah antara Jawa Timur dan Jawa Tengah.
   Sebagai mitra usaha kecil dan menengah, BTPN Mojokerto telah menyalurkan kredit usaha kecil dan menengah sejak tahun 2009 hingga 2012. Kredit yang disalurkan itu mencapai lebih dari Rp 110 miliar.
   "Ada 30 sampai 40 debitor UKM sepatu dan sandal yang menerima kucuran kredit kami, salah satunya yang berhasil, ya, usaha sandal milik Suno," kata Mashudi, Area Daya Spesialis BTPN Cabang Mojokerto.
   Suno mengakui, sebelum mendapat pelatihan manajemen keuangan dari BTPN, usahanya sekadar berjalan saja. Suno yang tak sempat menamatkan sekolah dasar (SD) itu sama sekali tak mempunyai pengetahuan soal pengelolaan keuangan usaha.
   "Dulu, manajemennya campur aduk tidak karuan, tetapi sekarang pembukuan usaha ini sudah mulai rapi," kata Suno.

Ketangguhan

   Usaha sandal yang digeluti Suno adalah potret ketangguhan lapisan wong cilik yang berhasil dalam mengembangkan usaha. Walau dalam skala kecil, dia bisa memberikan sumber penghasilan dan penghidupan bagi orang lain.
   "Saya masih punya impian untuk memiliki atau setidaknya membuka toko sandal dan sepatu di Pasar Klewer, Solo. Di toko itu tidak hanya menjual hasil produksi saya, tetapi juga hasil produksi perajin lain," tutur Suno tentang harapannya.
   "Keinginan saya ke depan menciptakan lebih banyak lagi lapangan kerja untuk orang-orang kecil dan susah," katanya.
   Soal keuntungan dari hasil usahanya itu, Suno mengaku masih sangat bergantung pada permintaan pasar, selain kelancaran pembayaran dari grosir ataupun pedagang bedak. "Setidaknya dalam setahun saya masih bisa menikmati keuntungan bersih sekitar Rp 20 juta untuk ditabung. Itu kalau semuanya berjalan lancar. Namun, sering pembayarannya molor, bahkan ada yang bayar 50 persen di muka, sisanya baru dibayar satu-dua bulan," tuturnya.
   Suno, sang juragan sandal yang lahir di tanah Majapahit itu, kini bisa bernapas lega walau setiap hari harus berpikir keras untuk menjaga agar usahanya tetap berdenyut dalam situasi politik dan ekonomi yang kurang memihak kepada wong cilik ini.

Dikutip dari KOMPAS, RABU, 5 JUNI 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar