Senin, 27 Desember 2010

Melly Kiong: Perkuat Pendidikan di Rumah

MELLY KIONG

Lahir : Singkawang, Kalimantan Barat, 17 Juli 1969
Suami : Tatang Wijaya (42)
Anak :
- Julian (13)
- Matthew (9)
Pendidikan : SMA Permai Jakarta
Pengalaman kerja :
- PT Polygon Mas, 1988-1994
- Polychemic Asia Pasifik, 1994-2009
Karya buku :
- Siapa Bilang Ibu Bekerja Tidak Bisa Mendidik Anak dengan Baik? (2008)
- Cra Kreatif Mendidik anak ala Melly Kiong (2009)

Melly Kiong merasa "tersesat" ketika berkecimpung semakin dalam di dunia pendidikan. Melly yang semula karyawan perusahaan swasta selama 21 tahun itu, tahun lalu memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Kini ia dikenal sebagai penulis buku-buku pengasuhan dan pendidikan anak di rumah, serta pembicara tentang strategi orang tua mendidik anak dengan cara sederhana untuk menstimulasi anak sejak dini.

OLEH ESTER LINCE NAPITUPULU
Ketika Melly melihat banyak orang tua memiliki persoalan sama dalam mengasuh anak, keputusan menjadi seseorang untuk berbagi pengalamansemakin mantap dalam diri ibu dua anak ini. Ia ingin mengajak para orangtua untuk kembali memperkuat pendidikan dalam keluarga dan terlibat mendukung sekolah tempat anak-anak mereka belajar.
Perjalanan Melly sebagai penulis buku dan pembicara tentang pengasuhan anak dalam keluarga berawal dari sekolah anak sulungnya, Julian, pada 2008. Guru di tempat anaknya yang saat itu berekolah di SD Tiara Kasih Jakarta menghukum Julian. Ketika mendengar cerita anaknya, ia tak marah kepada guru itu. Ia justru membuat surat berisi ucapan terima kasih kepada sang guru.
Dalam benak Melly, sang guru sudah memberikan pendidikan moral pada Julian untuk bertanggung jawab. "Guru itu tercengang ketika saya mengirimkan surat ucapan terima kasih. Dia bertanya apa masih ada orangtua murid yang seperti ini," ceritanya.
Guru itu lalu bercerita, menjadi guru sekarang ini serba salah. Jangankan menghukum anak, mau berbicara kepada anak didik saja mesti berhati-hati karena bisa dikira melakukan kekerasan dan dapat dilaporkan orangtua siswa ke polisi.
"Saya sedih mendengar cerita para guru itu. Saya bertanya dalam hati, apa yang bisa saya haraapkan dari seorang pendidik kalau mereka justru takut bertindak tegas meski tujuannya mendidik anak. Saya jadi ingin membantu guru," ujarnya.
Melly lalu menulis artikel mengenai peranan guru yang dikebiri orangtua murid. Tak lama kemudian, Kepala SD Tiara Kasih meminta dia membuat seminar yang bisa mengajak orangtua untuk bersama-sama mendidik anak-anak di sekolah itu.
Ia menuturkan, awalnya hampir semua sekolah yang dia datangi para orangtuanya tak peduli. "Saya mencoba mengajak orangtua ber empati pada anak. Di situlah, para orangtua tersadar betapa mereka telah menjadi orangtua yang egois, terlalu sibuk, enggak perhatian," ujarnya.
Ia membukakan pemahaman orangtua bahwa anak yang egois itu karena orangtua yang melahirkan mereka egois. Kesadaran seperti ini membuat banyak orangtua menangis, lalu berkomitmen memperbaiki cara mengasuh dan mendidik anak dengan kasih sayang.

Pengalaman pribadi

Bagi Melly, rumah seharusnya menjadi tempat paling aman dan nyaman buat anak. Jangan karena kesibukan orangtua, anak-anak terlantar. Dia teringat masa kecilnya yang sulit karena sang ayah meninggal dunia. Ibunya tak siap menghadapi perubahan hidup drastis dan tak sanggup menghidupi ketujuh anaknya. Jadilah Melly dan sebagian saudaranya hidup dengan sang bunda di Singkawang, Kalimantan Barat, sedangkan yang lain terpaksa hidup bersama keluarga lain di Jakarta.
Sang ibu yang harus membanting tulang tak punya banyak waktu untuk memperhatikan anak-anak. Melly kecil merasa terabaikan.
Kondisi itu justru memicu Melly membuktikan bahwa ibu yang bekerja bisa mendidik dan mengasuh anaknya, terutama untuk membentuk mereka menjadi sosok yang berkarakter dan bermental juang.
Pendidikan di rumah itu sangat berarti bagi anak. Apalagi pendidikan di sekolah umumnya mengutamakan pengembanagan kemampuan kognitif. Peran orangtua di rumah bisa memperkuat pendidikan karakter atau moral yang membekali anak-anak dalam kehidupannya.
Cara-cara sederhana yang dia terapkan kepada anaknya sering dijadikan contoh kenalannya. Melly lalu mencoba menulis buku soal pengasuhan anak pada 2008.

Mental Juang

Melly merasa punya misi baru dalam hidupnya setelah menerbitkan buku pertama. Dia ingin memberikan pendidikan moral bagi sebanyakmungkin anak, dan membuat mereka bermental juang lewat pengasuhan yang benar dalam keluarga. Ia berkaca pada hidupnya sendiri yang hanya tamat SMA. Namun, dia dihargai di tempat kerja sehingga memiliki posisi bagus karena bermental juang untuk mencapai yang terbaik.
Ketika Melly harus berhubungan dengan para pelamar kerja, ia miris melihat kenyataan sulitnya menemukan orang-orang yang tangguh dan mau berjuang dari bawah.
Kenyataan itu semakin memantapkan hati Melly. Dia harus mengajak orangtua untuk memperkokoh kembali pendidikan di rumah.
Setelah berhenti bekerja, ia mendirikan Rumah Moral. Lembaga yang dia bentuk ini tak menjadi pemberi dana tanpa misi pendidikan. Misalnya, ketika ada sekolah yang banyak muridnya kesulitan transportasi, ia berpikir untuk memberi bantuan sepeda. Demikian juga saat sekolah lain butuh ring basket, ia mengajarkan para siswa mencari cara mengumpulkan uang.
Ia masih punya impian untuk membangun center of hope bagi anak-anak down syndrome (DS). Dana yang dibutuhkan sekitar Rp. 6 Miliar. Maka, dia libatkan anak-anak DS dalam program membuat 2 juta pin sebagai upaya untuk menggalang dana.

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 28 DESEMBER 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar