"Produk ini adalah karya terbaik dari mereka yang berkebutuhan khusus sebagai bukti bahwa hidup mereka sangat berarti...." Tulisan itu terbaca pada produk dari para tunarungu yang dihimpun Ratnawati Sutedjo dalam yayasan Precious One.
RATNAWATI SUTEDJO
Lahir : Semarang, jawa Tengah, 9 Pebruari 1974
Pendidikan : Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida), Jakarta
Aktivitas : Pengelola Precious One, The Silent Art, dan Dancing with Heart
OLEH FRANS SARTONO
Suatu siang di ruang kerja Precious One, jalan Gunung Sahari XI, Jakarta Pusat, sejumlah orang sibuk bekerja. Mereka membuat barang kerajinan. Ada yang menjahit, memasang payet, dan merangkai aksesori.
Karya mereka berupa tas, tempat tisu, dompet, sarung bantal, tutup galon air, boneka jari, dan aneka hiasan dinding. Semua pekerja tersebut adalah orang-orang berkebutuhan khusus, para tunarungu.
Yunita (26), seorang tunarungu yang bekerja di Precious One, tengah hamil lima bulan. Ia telah bergabung dengan Precious-One selama lebih dari dua tahun. Ia datang ke tempat kerja dari rumahnya di kawasan Salemba, Jakarta Pusat, diantar dengan sepeda motor oleh suami yang sedang terkena pemutusan hubungan kerja.
"Saya senang bisa bekerja di sini. Saya bisa mencari uang untuk masa depan," kata Yunita, dengan intonasi datar. "Kami di sini banyak teman dan bisa saling membantu," ujar Yunita, lulusan Sekolah Luar Biasa Tunarungu Santi Rama, Jakarta.
Ulfa (27), tunarungu lainnya di Precious-One, juga bisa membantu ekonomi keluarga. Begitulah Yunita, Ulfa, juga mereka yang berkebutuhan khusus mendapat tempat untuk beraktualisasi diri dalam bentuk kerja di bawah Precious-One atau P-One yang berada di bawah yayasan sosial Karya Insan Sejahtera.
P-One meltih dan menciptakan lapangan kerja bagi para tunarungu untuk bisa menghasilkan karya. Mereka juga memberi kesempatan kepada para pemilik bidang usaha lain guna memberi kesempatan bagi orang-orang berkebutuhan khusus untuk bekerja.
"Dengan bekerja, mereka bisa menemukan rasa berharga dalam hidup," kata Ratnawati Sutedjo, pengelola P-One, yang dengan sabar dan setia mendampingi orang-orang berkebutuhan khusus. "Mereka dilahirkan sebagai pribadi yang berharga. Kami menerima mereka untuk memunculkan rasa bahwa mereka berarti lewat bekerja," kata perempuan kelahiran Semarang Jawa Tengah itu. Ada sekitar 30 orang yang bergabung dengan P-One. Hasil karya mereka dipajang di tempat kerja yang sekaligus menjadi ruang pajang. Direncanakan P-One akan pindah ke bilangan Sunter Garden, jakarta Utara, menjelang akhir tahun ini.
Sebagian hasil karya daari mereka yang berkebutuhan khusus itu juga dijual di sejumlah toko di Jakarta. Ada beberapa perusahaan yang sering memesan hiasan dinding bertuliskan semacam slogan perusahaan. Sejumlah sekolah juga memesan alat peraga.
Beri kesempatan
Gagasan memberi ruang kerja bagi orang-orang berkebutuhan khusus muncul ketika Ratna tengah tak berdaya fisiknya pada tahun 2000. Saat itu ia sakit, dan selama dua bulan harus istirahat total. Ratna yang sebelumnya sibuk sebagai seorang sekretaris itu tiba-tiba harus berdiam diri tanpa aktivitas. Dalam ketakberdayaan fisik itu dia merenung.
"Saat itu saya merasa hidup saya tidak berarti. Saya yang punya anggota tubuh lengkap, tetapi tidak bisa apa-apa. Bagaimana dengan orang-orang yang cacat, mereka dengan kebutuhan khusus?"
Dari perenungan itu Ratna berjanji dalam hati, jika diberi kesembuhan, dia akan bekerja bagi orang-orang berkebutuhan khusus. Setelah pulih dari sakit, ia mulai belajar bahasa isyarat dari Ny Baron Sastradinata selama dua tahun.
"Saya sedih sekali. Tuhan menghadirkan dia, tetapi masyarakat menolak dan tidak memberinya kesempatan. Itu yang mendorong saya untuk melakukan sesuatu,"
Suatu ketika dia melihat contoh kain jok di sebuah toko. Ratna yang hobby membuat kerjinan tangan itu membayangkan contoh kain jok itu bisa dibuat aneka barang kerajinan. Pemilik toko memberikan satu dus contoh kain jok itu secara cuma-cuma kepada Ratna. Dalam hati Ratna mengatakan, kain itu harus menjadi sesuatu.
Pada saat yang hampir bersamaan, ia mengenal seorang perempuan tunarungu berusia 20-an tahun yang belum mendapat pekerjaan. "Saya ajak dia. Kamu mau enggak ikut, saya ajari bikin sesuatu," kata Ratna dengan bahasa isyarat.
Ratna lalu mengajarinya membuat dompet sampai jepit rambut. Rupanya orang berkebutuhan khusus itu cepat belajar. Hasilnya pun layak jual. "Murid" pertama Ratna itu lalu mengajak teman-teman senasib. Dari yang semula hanya seorang tunarungu, kini Ratna menghimpun 30 tunarungu dalam P-One.
Jangan berkeluh kesah
"Precious-One itu lahir dari sini. Precious itu berharga. One itu seorang, satu pribadi. Siapapun kita, dalam keadaan apapun kita, semua berharga di mata Tuhan," kata Ratna, tentang awal berdirinya Precious-One pada tahun 2004.
Kini P-One telah berkembang dengan tambahan dua divisi, yaitu The Silent Art dan Dancing with Heart. Lewat wadah The Silent Art, orang membatik, orang berkebutuhan khusus akan dilatih membatik
RATNAWATI SUTEDJO
Lahir : Semarang, jawa Tengah, 9 Pebruari 1974
Pendidikan : Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida), Jakarta
Aktivitas : Pengelola Precious One, The Silent Art, dan Dancing with Heart
OLEH FRANS SARTONO
Suatu siang di ruang kerja Precious One, jalan Gunung Sahari XI, Jakarta Pusat, sejumlah orang sibuk bekerja. Mereka membuat barang kerajinan. Ada yang menjahit, memasang payet, dan merangkai aksesori.
Karya mereka berupa tas, tempat tisu, dompet, sarung bantal, tutup galon air, boneka jari, dan aneka hiasan dinding. Semua pekerja tersebut adalah orang-orang berkebutuhan khusus, para tunarungu.
Yunita (26), seorang tunarungu yang bekerja di Precious One, tengah hamil lima bulan. Ia telah bergabung dengan Precious-One selama lebih dari dua tahun. Ia datang ke tempat kerja dari rumahnya di kawasan Salemba, Jakarta Pusat, diantar dengan sepeda motor oleh suami yang sedang terkena pemutusan hubungan kerja.
"Saya senang bisa bekerja di sini. Saya bisa mencari uang untuk masa depan," kata Yunita, dengan intonasi datar. "Kami di sini banyak teman dan bisa saling membantu," ujar Yunita, lulusan Sekolah Luar Biasa Tunarungu Santi Rama, Jakarta.
Ulfa (27), tunarungu lainnya di Precious-One, juga bisa membantu ekonomi keluarga. Begitulah Yunita, Ulfa, juga mereka yang berkebutuhan khusus mendapat tempat untuk beraktualisasi diri dalam bentuk kerja di bawah Precious-One atau P-One yang berada di bawah yayasan sosial Karya Insan Sejahtera.
P-One meltih dan menciptakan lapangan kerja bagi para tunarungu untuk bisa menghasilkan karya. Mereka juga memberi kesempatan kepada para pemilik bidang usaha lain guna memberi kesempatan bagi orang-orang berkebutuhan khusus untuk bekerja.
"Dengan bekerja, mereka bisa menemukan rasa berharga dalam hidup," kata Ratnawati Sutedjo, pengelola P-One, yang dengan sabar dan setia mendampingi orang-orang berkebutuhan khusus. "Mereka dilahirkan sebagai pribadi yang berharga. Kami menerima mereka untuk memunculkan rasa bahwa mereka berarti lewat bekerja," kata perempuan kelahiran Semarang Jawa Tengah itu. Ada sekitar 30 orang yang bergabung dengan P-One. Hasil karya mereka dipajang di tempat kerja yang sekaligus menjadi ruang pajang. Direncanakan P-One akan pindah ke bilangan Sunter Garden, jakarta Utara, menjelang akhir tahun ini.
Sebagian hasil karya daari mereka yang berkebutuhan khusus itu juga dijual di sejumlah toko di Jakarta. Ada beberapa perusahaan yang sering memesan hiasan dinding bertuliskan semacam slogan perusahaan. Sejumlah sekolah juga memesan alat peraga.
Beri kesempatan
Gagasan memberi ruang kerja bagi orang-orang berkebutuhan khusus muncul ketika Ratna tengah tak berdaya fisiknya pada tahun 2000. Saat itu ia sakit, dan selama dua bulan harus istirahat total. Ratna yang sebelumnya sibuk sebagai seorang sekretaris itu tiba-tiba harus berdiam diri tanpa aktivitas. Dalam ketakberdayaan fisik itu dia merenung.
"Saat itu saya merasa hidup saya tidak berarti. Saya yang punya anggota tubuh lengkap, tetapi tidak bisa apa-apa. Bagaimana dengan orang-orang yang cacat, mereka dengan kebutuhan khusus?"
Dari perenungan itu Ratna berjanji dalam hati, jika diberi kesembuhan, dia akan bekerja bagi orang-orang berkebutuhan khusus. Setelah pulih dari sakit, ia mulai belajar bahasa isyarat dari Ny Baron Sastradinata selama dua tahun.
"Saya sedih sekali. Tuhan menghadirkan dia, tetapi masyarakat menolak dan tidak memberinya kesempatan. Itu yang mendorong saya untuk melakukan sesuatu,"
Suatu ketika dia melihat contoh kain jok di sebuah toko. Ratna yang hobby membuat kerjinan tangan itu membayangkan contoh kain jok itu bisa dibuat aneka barang kerajinan. Pemilik toko memberikan satu dus contoh kain jok itu secara cuma-cuma kepada Ratna. Dalam hati Ratna mengatakan, kain itu harus menjadi sesuatu.
Pada saat yang hampir bersamaan, ia mengenal seorang perempuan tunarungu berusia 20-an tahun yang belum mendapat pekerjaan. "Saya ajak dia. Kamu mau enggak ikut, saya ajari bikin sesuatu," kata Ratna dengan bahasa isyarat.
Ratna lalu mengajarinya membuat dompet sampai jepit rambut. Rupanya orang berkebutuhan khusus itu cepat belajar. Hasilnya pun layak jual. "Murid" pertama Ratna itu lalu mengajak teman-teman senasib. Dari yang semula hanya seorang tunarungu, kini Ratna menghimpun 30 tunarungu dalam P-One.
Jangan berkeluh kesah
"Precious-One itu lahir dari sini. Precious itu berharga. One itu seorang, satu pribadi. Siapapun kita, dalam keadaan apapun kita, semua berharga di mata Tuhan," kata Ratna, tentang awal berdirinya Precious-One pada tahun 2004.
Kini P-One telah berkembang dengan tambahan dua divisi, yaitu The Silent Art dan Dancing with Heart. Lewat wadah The Silent Art, orang membatik, orang berkebutuhan khusus akan dilatih membatik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar