Minggu, 08 Mei 2011

Sudibyo Karsono dan Hidroponik Serius


SUDIBYO KARSONO


Lahir : Jakarta, 15 Mei 1933
Pendidikan : SMA B Semarang, 1954
Istri : Suciati (72)
Anak : Tetty Tresnawatie, Oni Suryani Candrawati, Trisakti Diana D, Rika Widayanti, Ragil Imam W
Riwayat Pekerjaan : Pernah mengajar di sekolah radio dan kursus elektronik di Bandung (1954-1962). Setelah itu ia ke Jakarta, menekuni radio dan pemancarnya. Ia pernah bekerja di perusahaan piringan hitam Irama. Setelah pensiun, ia bergabung dengan Parung Farm, mengembangkan hidroponik hingga kini.
Buku yang diterbitkan : "Hidroponik Skala Rumah Tangga" oleh Sudibyo Karsono, Sudarmodjo, Yos Sutiyoso

Sejak kecil, hobi Sudibyo Karsono, yang akrab dipanggil Pak Dibyo, memang elektronik. Hingga usia senja, dia tetap setia dengan utak-atik elektronik. Dia termasuk orang dibelakang layar berdirinya Radio Elshinta.

OLEH AMIR SODIKIN

Ketikamasuk masa pensiun, hobi utak-atik elektronik tetap mengikuti Dibyo dan selalu menggugahnya untuk membuat berbagai rekayasa yang aplikatif. Kali ini ia terapkan di bidang pertanian, tepatnya untuk tanaman hidroponik.
Dengan membuat sendiri sistemm penyiraman, Dibyo telah ikut berperan penting dalam mendirikan Parung Farm. Parung Farm adalah penghasil produk sayur-mayur hasil pertanian hidroponik yang kini merajai di berbagai swalayan wilayah Jabodetabek.
"Parung Farm berdiri tahun 2008. Tadinya ini eksperimen di lahan 100 meter persegi untuk menanam semua jenis tanaman skala kecil," katanya.
Tujuan awalnya untuk pelatihan, tetapi ternyata ada permintaan dari luar sekaligus utnuk membuktikan apakah hidroponik layak ditekuni atau tidak.
"Saya pengin tahu juga, hasilnya bisa dijual apa enggak," kata Dibyo. Maka, sejak itu Dibyo berssama saudaranya dan para pekerja Parung Farm serius menggarap hobi tersebut menjadi sesuatu yang menghasilkan.
Berlokasi di jalan Raya Parung-Bogor, Parung, Bogor, Jawa Barat, Parung Farm menjadi ajang pembuktian bahwa orang-orang kota bisa bercocok tanam di lahan terbatas dengan menggunakan hidroponik. Bahkan, bercocok tanam bisa menguntungkan asal memiliki teknik yang efektif.

Pengatur waktu

Sistem hidroponik di Parung Farm dikembangkan secara mandiri oleh para pekerjanya. Dibyo bertanggungjawab pada sistem pengairan yang kini sudah berjalan otomatis.
"Prinsipnya, saya senang tanaman tetapi malas menyiram, malas merawat. Maka, saya membuat semuanya otomatis, menggunakan timer," kata Dibyo. Jadi, urusan menyiram terjadwal otomatis dan tak bakal lupa.
"Dulu, mencari timer di pasaran yang siap diaplikasikan untuk tanaman dengan rentang waktu siram tiap lima menit tidak ada. Jadilah saya buat sendiri," kata Dibyo. Seperangkat alat hidroponik yang siap digunakan beserta timer rancangan Dibyo menjadi idola, terutama ibu-ibu rumah tangga.
"Waktu masih percobaan, saya taruh di halaman rumah saja sudah ditawar ibu-ibu," kata Dibyo. Kini peralatan yang sering disebut hidroponik kit, terdiri dari rangkaian pipa-pipa pralon, itu dijual dengan harga mulai dari Rp 600.000 hingga jutaan rupiah.
Dibyo sudah menghasilkan berbagai timer untuk sistem pengairan. "Saya juga membuat timer sentuh untuk pengamanan alat-alat pompa, timer pemukaan air agar air tak meluber, juga timer dengan sensor cahaya dan panas," katanya.
Butuh waktu lima tahun untuk menemukan bentuk kompak seperti saat ini. Hasil sayuran hidroponik dan timer buatan Dibyo menjadi komoditas yang dicari para pembeli, bahkan sampai luar Pulau Jawa.
"Pangsa pasarnya ternyata besar, tetapi kemampuan produksi kami kurang," katanya. Menurut Dibyo, siapa pun dan dimana pun, termasuk yang tak memiliki lahan, tetap bisa menggunakan hidroponik kit untuk bercocok tanam.
"Tak ada alasan lagi bagi orang kota untuk tidak menanam," kata Dibyo.

Penyiar radio

Kesetiaan pada dunia "utak-atik" sudak dilakoni Dibyo sejak dia masih anak-anak. Ketika muda, dia membuat pemancar radio. "Saya termasuk ikut mendirikan Elshinta, yang membuat pesawat pemancarnya saat masih di gelombang MW, tahun 1970 sampai 1980-an," cerita Dibyo.
Setelah dari Elshinta, saya membangun pemancar radio Suara Irama Indah. Ini radio FM generasi pertama di Indonesia," paparnya. Dibyo juga pernah menjadi penyiar bersama mantan Kepala Polri Hoegeng Iman Santoso.
Dari mana dia bisa mengenal Hoegeng? Ternyata kakaknya yang menjadi pendiri Radio Elshinta adalah teman dekat Hoegeng.
"Kakak saya, Mas Yos, Komodor Suyoso Karsono, itu yang tampil di TVRI dikenal sebagai Yos & The Hawaiian Seniors (sekitar tahun 1970-an). Pak Hoegeng ikut bermain di situ," kata Dibyo.
Begitu pensiun dari radio sebagai ahli pemancar dan merangkap penyiar, Dibyo kemudian berpindah ke tanaman. "Ketika pindah, saya berpikir, apa yang bisa saya kerjakan untuk tanaman di bidang elektronik ini," katanya.
Dari perjalanan hidup, ia menemukan satu perenungan, bahwa banyak temuan dan keputusan ditentukan oleh ketidaksengajaan. "Saya banyak menemukan prinsip-prinsip kerja atas dasar invention by accident," katanya.
Misalnya, sewaktu membuat timer tetapi gagal. Justru dari kesalahan itu, Dibyo bisa mengembangkannya menjadi timer sentuh untuk proteksi mesin agar tidak dicuri.

Berbagi ilmu

Siapa pun bisa membuat rangkaian hidroponik kit hingga sistem penyiraman otomatisnya jika mau. Bahkan, Pak Dibyo, bersama menantunya, Surya Arierama, siap mengajari. Seperti ketika dikunjungi Kompas, ia sedang mendampingi anak-anak praktik kerja lapangan yang belajar hidroponik.
Muntaqoh (16), Siti Qosiah (16), dan Susi Susmayanti (16) dengan tekun menyimak pelajaran demi pelajaran soal sistem hidroponik. Tak sekadar menanam, mereka juga belajar cara membuat berbagai model perangkat hidroponik.
Mereka adalah pelajar kelas XI Agrobisnis Produksi Pertanian Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Rangkas Bitung, Lebak, Banten. Mereka jauh-jauh datang ke Parung farm untuk belajar hidroponik. "Saya sudah bisa membuat berbagai model hidroponik, termasuk membuat timer-nya," kata Muntaqoh.
"Sekarang kami tahu cara menanam dengan menggunakan teknik aeroponik, mengenal substrat dengan media kerikil, arang sekam,
jelly, rockwool, juga DFT atau deep flow technique," kata Siti.
"Membuat DFT tingkat tiga dalam waktu tiga hari sudah jadi," kata Susi bersemangat
Semua teknik dan temuan itu tidak dirahasiakan karena prinsip Dibyo, semua ilmu diambil dari berbagai sumber. Karena itu, hampir setiap minggu selalu ada kunjungan wisatawan ke Parung Farm untuk sekadar wisata atau belajar hidroponik.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 9 MEI 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar