Jumat, 25 Januari 2013

Keiko Kusakabe: Menghidupkan Teknik Tenun Tertua

KEIKO KUSAKABE

Lahir: 4 September 1947
Pendidikan:
- Jurusan Sejarah Seni The National Tokyo Education University/National
  Tsukuba University, 1972
- Pascasarjana Departmen of Social Anthropology, Tokyo Metropolitan
  University, studi tekstil Sulawesi, 2010-2012
Pekerjaan:
- Guru seni di sekolah dasar Tokyo, 1975-2000
- Pengajar di Kasei Gakuin University, Textile History and Technique, 
  2003-2005
- Pengajar di Kawashima Textile School, Kyoto, 2005-2007

Berawal sebagai pelancong, Keiko Kusakabe mengenal Indonesia. Ia menginjakkan kaki pertama kali di Flores, Nusa Tenggara Timur. Namun, pada akhirnya ia jatuh cinta pada Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan.

OLEH LUSIANA INDRIASARI

Keindahan tenun toraja membuat pensiunan guru sekolah seni di sebuah sekolah dasar di Tokyo, Jepang, ini rela meninggalkan sebagian hidupnya di negara itu. Ia lalu menetap di Toraja.
   "Saya pertama kali ke Toraja tahun 1997, itu 15 tahun lalu," kata Keiko yang ke Jakarta untuk mengajarkan cara membuat tenun teknik kepang toraja atau mangka'bi di Museum Tekstil, akhir tahun lalu.
   Ibu tiga anak ini sering mondar-mandir Toraja-Jakarta-Tokyo. Di Tokyo ia melepas rindu kepada suami dan anak-anak, sekaligus menimba ilmu antropologi di pascasarjana Tokyo Metropolitan University.
 Tenun toraja pula yang membuat ia termotivasi kuliah lagi meski usianya sudah lanjut. Ia mengambil jurusan antropologi agar bisa meneliti tenun toraja. Selain kuliah, Keiko juga mengajarkan cara menenun khas toraja kepada orang Jepang. Ia pun aktif di Toraja Textile Art Research and Collection di Kasei Gakuin University.
  "Tenun toraja memiliki hubungan dengan adat istiadat dan ritual masyarakatnya, seperti pernikahan, kelahiran, dan kematian. Saya harus belajar bagaimana hubungan kain itu dengan relasi sosialnya," ujar Keiko yang kadang sulit menyebut sesuatu dalam bahasa Indonesia.
   Sebelum ke Toraja, ia sudah mempelajari berbagai ragam tenun. Ia belajar dari banyak guru yang menguasai teknik menenun dari berbagai etnik di dunia, mulai dari tenun suku Meow di Thailand hingga tenun Andes di Amerika Selatan.
   "Saya tertarik tenun tradisional. Tenun peninggalan kebudayaan kuno mengandung filosofi pada motifnya. Dari motif itu kita bisa mempelajari sistem kepercayaan dan kehidupan sosial masyarakatnya," ujarnya.
   Sistem kepercayaan itu bahkan terlihat dari tenun kuno yang tidak menampilkan motif, tetapi mengandalkan tekstur kain yang tercipta dari benang yang dianyam.
   Keiko memang mencintai tenun. Selain belajar dan menghidupkan kembali teknik tenun kuno, ia juga mengoleksi tenun langka dari sejumlah negara. Belakangana, koleksinya terbanyak berasal dari Toraja. Ia tak hanya mengoleksi tenun toraja yang langka, seperti tenun Maa, Rongkong, dan Sa', tetapi juga tahu hikayat di balik tenun tersebut.

Menjadi pembaru

   Keiko berkenalan dengan tenun toraja tanpa sengaja. Tahun 1994 ia diajak temannya ke Indonesia. Mereka pergi selama dua minggu ke Sumba, Nusa Tenggara Timur. Di daerah ini ia mengenal tenun ikat sumba. Meski tertarik pada tenun sumba, ia tak lantas mendalaminya karena ada Machiko Watanabe, teman Keiko, yang menekuni tenun sumba.
   "Saya tak ingin mengekor orang. Saya ingin menjadi pembaru tenun dari daerah lain di Indonesia," katanya.
   Tiga tahun kemudian ia kembali ke Indonesia sendirian. Tanpa memberi tahu siapa pun, ia berkunjung ke Toraja, daerah yang diketahuinya dari buku petunjuk untuk wisatawan.
   Dalam buku itu digambarkan kehidupan masyarakat Toraja dan tradisinya. Ia pun mengemas ranselnya, kemudian terbang ke Makassar, lalu ke Sengkang, Palopo, baru ke Tana Toraja.
   "Begitu sampai di Toraja, saya seperti tinggal di negeri dongeng. Ada 'dunia kecil' dimana orang-orangnya hidup dengan tradisi yang kuat," ujarnya.
   Toraja adalah nama etnik lokal yang mendiami wilayah pegunungan di Sulawesi Selatan. Populasi etnik ini diperkirakan sekitar 650.000 orang. Dari jumlah itu, sekitar 450.000 orang tinggal di dua kabupaten, Tana Toraja dan Toraja Utara. Sisanya menyebar hingga ke Sulawesi Barat. Kebudayaan suku Toraja termasuk teknik menenun, menyebar ke sejumlah wilayah lewat migrasi.
   Di mata Keiko, Tana Toraja adalah daerah kecil dengan banyak penduduk. Namun, masyarakat Toraja tak kehilangan semangat persaudaraan. Orang Toraja sering berkumpul akrab.
   Ketika berkunjung ke toko suvenir, ia melihat kain tenun yang ternyata berasal dari Kalumpang. Ia kemudian melacak keberadaan para penenun Kalumpang.
   "Banyak penduduk Toraja yang tak tahu letak Kalumpang," katanya. kalumpang secara administratif berada di Sulawesi Barat, tetapi budaya mereka lebih dekat dengan Toraja.
   Ditemani pemandu wisata, Keiko tiba di Kalumpang. Ia melihat banyak perempuan membuat tenun ikat. Penenun biasanya menjual hasilnya ke daerah Sa'dan, Toraja Utara, dengan berjalan kaki selama 2-3 hari menembus hutan.
   Seusai melancong, ia kembali ke Jepang. Namun, hatinya seperti ditarik kembali ke Toraja. Tahun 2000 ia kembali ke Toraja. Kali ini ia tinggal di Toraja karena sudah pensiun. "Saya punya banyak waktu untuk tenun toraja," kata Keiko yang anak-anaknya sudah mandiri.
   Di Toraja, ia terus mencari dan menelusuri tenun dengan beragam teknik pembuatan, seperti teknik kepang dan mangka'bi. Sebagian teknik itu nyaris punah. Ia tinggal bersama penduduk dengan membayar Rp 100.000 per hari. Keiko juga tekun belajar bahasa Toraja.
   Hampir setiap hari ia masuk-keluar pelosok desa dengan berjalan kaki, naik ojek, menyeberangi sungai dengan perahu, hingga naik kuda. Ia melacak tenun toraja hingga ke Mamasa, Sulawesi Barat.
   Keiko kaget menemukan fakta bahwa penenun Mamasa masih mempraktikkan tenun kartu (tablet/card weaving). Tenun kartu adalah teknik menenun tertua di dunia. Tenun ini dikerjakan dengan kartu berbentuk segi empat yang terbuat dari gading atau tulang. Bagian ujungnya dilubangi untuk masuk-keluar benang berwarna-warni.
   "Tenun kartu pernah ada di Toraja karena karya tenunnya ada dan diwariskan dari generasi ke generasi sebagai harta keluarga. Karena kesulitan ekonomi, tenun langka itu ditawarkan kepada turis, termasuk saya," cerita Keiko yang memiliki 500 kain tenun dari Sulawesi.
   Ia memperdalam teknik tenun kartu dari para tetua di Mamasa. Di sini penenun dengan teknik kartu semakin berkurang, tinggal belasan orang. Ia lalu mengajarkan kembali teknik tenun itu kepada anak muda di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
   Ia tak hanya mengajarkan teknik tenun toraja di daerah asalnya, tetapi juga di Jakarta, Tokyo, dan Osaka.
   Keiko menulis buku tentang tenun toraja dalam bahasa Jepang dan inggris.
   Jepang adalah negara tempat dia lahir. Namun, bagi Keiko, Toraja adalah tanah air keduanya.

Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 25 JANUARI 2013

2 komentar:

  1. Dear Sir / Mam,
    Apakah saya boleh mendapatkan contact person berupa email dari Keiko Kusakabe?
    Jika bisa mohon dikirimkan ke email llambep@yahoo.com
    Saya butuh bantuan beliau mengenai kain kuno kami untuk mempelajari asal muasalnya.
    Terima kasih banyak ats bantuannya.

    Salam,
    Rst

    BalasHapus
  2. Artikelnya bagus, menjelaskan mengenai asal mula Keiko Kusakabe fokus belajar kain Toraja.

    Ngomong2, yang mau belanja online berbagai jenis kain tradisional terutama kain Toraja. Silakan kunjungi website kami https://todishop.com

    terima kasih..

    BalasHapus