PINTA MANULLANG PANGGABEAN
Lahir: Jakarta, 14 januari 1963
Pendidikan:
- SD Negeri 3 Slipi, Jakarta
- SMP Negeri 16, Jakarta
- SMA Negeri 9 Bulungan, Jakarta
Suami: Sabar Manullang
Anak:
- Andrew David Maruli Manullang (Anyo, almarhum)
- Andri Manullang
- Abdi Manullang
Pinta Manullang Panggabean menyayangi anak-anak. Demikian pula sebaliknya, banyak anak-anak yang menyayangi dia. Terlebih anak-anak yang tinggal bersama dia di "Rumah Anyo". Itu adalah sebutan untuk rumah sementara bagi anak-anak penyandang kanker. Lokasi rumah tersebut di Jalan Anggrek Neli Murni, kawasan Slipi, Jakarta Barat.
OLEH LUKAS ADI PRASETYO
Rumah itu adalah rumah pribadi milik Pinta. Sebagai nyonya rumah, dia berusaha selalu ramah menyambut siapa pun penghuni baru di rumah tersebut. Di rumah ini tidak ada nuansa "rumah sakit".
Di Rumah Anyo yang terlihat adalah segala macam benda yang biasanya disukai anak-anak. Di sini ada berbagai mainan dan boneka. Di tempat itu juga terdengar suara ceria anak-anak yang tengah menonton televisi, bermain komputer, dan bercanda. Sebagian anak-anak lainnya tengah asyik membaca buku. Itulah aktivitas sehari-hari anak-anak di Rumah Anyo.
"Aduh, jangan lagi ada istilah 'penderita kanker' ya. Mari ubah definisi kita dalam menyebut mereka. Akan lebih nyaman kalau kita menyebut mereka sebagai penyandang kanker atau yang hidup dengan kanker. Kita sendiri mendengarnya pun lebih nyaman," ujar Pinta.
Di Rumah Anyo, beberapa tempat tidur rapi berjejer di kamar, dengan seprai dan sarung bantal berwarna cerah. Sebuah lampu baca digantungkan pada setiap tempat tidur. Kamar dan semua ruangan di rumah berlantai dua tersebut selalu bersih dan wangi. Di rumah itu juga ada organ untuk penghuni yang ingin memainkannya. Anak-anak itu tinggal sementara di Rumah Anyo, ditemani orangtua mereka.
Selama menjalani kemoterapi di rumah sakit, mereka bisa tinggal sepanjang mereka inginkan di Rumah Anyo. Sesudah menjalani kemoterapi yang biasanya tidak nyaman bagi anak-anak, inilah rumah yang nyaman bagi mereka untuk menjalani hari-hari selanjutnya. Di rumah tersebut, anak-anak itu bisa mengisi waktu dengan hal-hal yang relatif menyenangkan.
"Apa yang kami lakukan di sini semata-mata untuk mengembalikan serta mewujudkan hak anak-anak untuk bergembira dan bermain. Saya pun pernah mengalami hal yang sama, seperti orangtua-orangtua lain yang anak-anaknya menyandang kanker. Saya mencoba berbagi di sini," tutur Pinta ketika ditemui pada awal Januari lalu.
Pengalaman pribadi
Perhatian yang tercurah dari Pinta untuk anak-anak penyandang kanker berawal dari pengalamannya sendiri kala mendampingi putra sulungnya, Andrew David Maruli Manullang. Anyo, nama panggilan anaknya itu, melawan leukimia sejak berusia 11 tahun.
Pada Desember 2008, Anyo meninggal saat berusia 19 tahun. Setelah bertahun-tahun berpeluh dan berupaya maksimal demi sang buah hati, Pinta harus merelakan Anyo pergi untuk selamanya.
Namun, kepergian Anyo tidak sia-sia. Pinta seakan semakin memiliki energi yang luar biasa untuk terus "mengetuk" pintu hati masyarakat agar mereka lebih peduli pada kanker. Terlebih lagi kepada anak-anak penyandang kanker.
Pinta seakan tak kenal lelah membagi cerita dan pengalamannya sendiri. Dia berbagi pengalaman tidak hanya kepada orangtua yang anaknya menyandang kanker, tetapi juga kepada semua orang yang bertanya atau ingin tahu tentang kanker.
"Anyo adalah penyemangat saya," ujar Pinta, seraya memperlihatkan foto sang buah hati saat masih kanak-kanak.
Kemudian dia tunjukkan pula foto Anyo pada saat-saat terakhir. Dalam foto itu, Anyo tampak tertawa. Perjuangan Anyo melawan sekaligus "menikmati" kanker hingga akhir usianya adalah amunisi semangat bak lautan yang tak ada habis-habisnya bagi Pinta.
Sejak Anyo diketahui terkena leukimia, Pinta mulai terjun dalam banyak kegiatan yang berkaitan dengan kanker. aktif di sebuah yayasan kanker selama bertahun-tahun, sejak Juni 2012 Pinta memisahkan diri. Dia lantas mendirikan Yayasan Anyo Indonesia (YAI) bersama suami dan mengonsep Rumah Anyo. YAI dan Rumah Anyo dijalankannya bersama beberapa relawan.
Silih berganti
Pinta mendampingi Anyo menjalani perawatan selama di Tanah Air, sampai anaknya menempuh studi di The Hague University, Belanda. Tahun 2000, ketika berada di Belanda, selama beberapa bulan Pinta tinggal di Ronald McDonald Huis, salah satu shelter khusus untuk anak-anak penyandang kanker.
Shelter itu tak semata rumah singgah karena lebih mirip dengan rumah yang dirancang senyaman mungkin bagi anak-anak. Mereka bebas ditemani orangtua masing-masing, sampai waktu yang tak terbatas.
Mereka tidak perlu cemas tentang biaya, kebutuhan makan, dan pernak-pernik lain. "Shelter itu nyaman sekali, bersih, rapi, tertata, dan menyenangkan bagi penghuninya," katanya.
Hubungan shelter dan rumah sakit khusus kanker pun erat. Ibaratnya, saat terjadi sesuatu pada anak-anak di shelter dan mereka membutuhkan perawatan, kita tinggal menelepon rumah sakit. Dalam waktu singkat, ambulan pun meluncur ke shelter berikut tenaga medisnya.
Konsep itulah yang ingin dibawa Pinta ke Indonesia, dan dia coba wujudkan lewat Rumah Anyo. Rumah itu kini ditempati 12 anak berikut orangtua masing-masing. Penghuni rumah ini silih berganti. Ada penghuni yang keluar (meninggal), ada pula yang masuk. Sebagian di antara mereka tahu keberadaan Rumah Anyo dari informasi para orangtua yang sebelumnya tinggal sementara di rumah tersebut.
"Kami ikut mencari sebisa mungkin apa yang dibutuhkan penyandang kanker, entah itu informasi, obat, apa pun. Jika bisa mendapat obat gratis, kami berikan juga. Akses jejaring untuk itu kami bangun sampai ke luar negeri. Kami ingin menjadi jembatan bagi semua," kata Pinta.
Di balik semua itu, tentu ada biaya yang mesti dikeluarkan. Namun, menurut Pinta, pertolongan Tuhan selalu ada tanpa diduga. "Tuhan itu luar biasa. Ketika saldo tabungan yayasan menipis, ada saja donatur yang memberi. Ketika keuangan berat untuk membeli 'sembako', ada saja orang yang memberi," ujarnya.
Salah satu impian Pinta adalah membuat Indonesia memiliki rumah sakit kanker khusus anak-anak agar mereka dapat berobat dan dirawat sebaik mungkin demi kesembuhan mereka. Jaminan sosial, apa pun namanya, Pinta menambahkan, idealnya bisa mereka peroleh dengan cepat.
Bagi Pinta, anak-anak penyandang kanker berhak mendapat kegembiraan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Anak-anak itu memang membutuhkan bantuan, tetapi mereka bukan sosok lemah yang tak bisa dijadikan teladan. Buktinya, justru dari anak-anak penyandang kanker, Pinta belajar bagaimana hidup dijalani dengan senyum.
Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 22 JANUARI 2013
maaf sebelumnya, tetapi saya ingin memperbaiki penulisan nama. nama 'abdi manullang' seharusnya adalah 'anabel manullang. terima kasih:)
BalasHapus