Melalui tulisan kaligrafi yang lahir dari kreativitas Ustadz Chumaidi Ilyas, umat Muslim terbebas dari buta aksara Al Quran. Tak banyak orang mengenal dia,tetapi tulisan kaligrafinya terus dicetak sejak tahun 1988 untuk pembelajaran di Taman Kanak-kanak Al Quran dan Taman Pendidikan Al Quran.
CHUMAIDI ILYAS
Lahir : Bantul, 15 Juli 1955
Istri : Siti Nur Khasanah (46)
Anak :
- Musfiroh
- Ahmad Ashof
- Ahmad Ahid
Pendidikan :
- SDN Putern I Trayeman Pleret, Bantul,lulus 1968
- MTs Negeri Wonokromo Pleret, Bantul, 1971
- Pondok Pesantren Jejeran, Bantul, 1974
- Pondok Pesantren Ki Ageng Pandanaran, Sleman, 1980
Kejuaraan antara lain :
- Juara I MKQ Umum tingkat Provinsi DIY, 1988
- Juara Harapan 1 MKQ umum tingkat Nasional, 1988
- Juara I MKQ umum tingkat nasional, 1991
- Juara Kaligrafi ASEAN, 1994
Pekerjaan :
- Dekorasi kaligrafi masjid
- Penulisan naskah kaligrafi diberbagai percetakan buku di Yogyakarta, Jawa Tengah,
Jawa Barat, dan Jakarta
Oleh MAWAR KUSUMA WULAN
Ketika almarhum KH As'ad Humam menciptakan metode praktis membaca Al Quran yang dikenal dengan metode Iqra, Chumaidi menjadi satu-satunya orang yang menulis kaligrafi buku iqra itu hingga kini. Meski tak mendapat royalti dari penerbitan buku iqra, ia mengaku puas karena karya kaligrafinya membebaskan umat dari buta aksara Al Quran.
Tak hanya buku iqra, tulisan kaligrafi Chumaidi juga dicetak dalam berbagai naskah keagamaan. Selain mengasuh Pondok Pesantren Al Muhsinuun, Bantul, dia juga menghiasi puluhan masjid di DI Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya dengan ornamen dekorasi kaligrafi. Beragam prestasi penulisan kaligrafi diraihnya termasuk menjuarai kaligrafi tingkat ASEAN.
Belajar kaligrafi secara otodidak, Chumaidi mulai membuat kaligrafi untuk beberapa penerbit di berbagai kota, seperti Yogyakarta, solo, dan Bandung, sejak tahun 1975. Kepiawaiannya menulis kaligrafi diberagam penerbit membuat As'ad tertarik menjalin kerjasama dengan Chumaidi untuk membuat buku iqra.
As'ad pendiri Penerbit Yayasan Angkatan Muda Masjid, memunculkan metode iqra pada 1988. Metode itu populer karena praktis dan mempermudah anak-anak bissa cepat membaca Al Quran. Sebelum ada buku iqra, anak-anak seusia Taman Kanak-kanak (TK) umumnya belum bisa membaca Al Quran.
Di bawah naungan Balai Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengajaran Baca Tulis Al Quran, Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran, Penerbit Yayasan Angkatan Muda Masjid terus memproduksi buku iqra. Meski digempur pembajakan, penerbit ini masih rutin memproduksi minimal 5.000 buku iqra per hari, dengan harga jual Rp.1.500 per buku.
Tak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, permintaan dari beberapa negara seperti Singapura dan Brunei pun mengalir. Diperkenalkan pertama kali dari Yogyakarta, metode iqra bahkan ditetapkan sebagai kurikulum wajib di TK dan sekolah dasar di Malaysia sejak 1993.
"Khat-nya (cara menulis Al Quran) memang berbeda antara Indonesia dan Malaysia, tetapi tidak ada kesulitan dalam menulis kaligrafinya," kata Chumaidi.
Chumaidi pun beberapa kali membuat revisi di beberapa bagian dari enam jilid buku iqra yang ditulisnya. Namun, sejak 1997 tak pernah ada lagi permintaan revisi buku iqra.
"Untuk terhindar dari kesalahan penulisan kaligrafi itu susah. Tetapi, salahnya orang yang tahu dengan salahnya orang yang tidak tahu, itu lain," ujarnya tertawa.
Kecintaan mendalam
Ditemui di rumahnya Dusun Tambak, Wirokerten, Banguntapan, Bantul, DIY, pertengahan bulan Ramadhan, Chumaidi menunjukkan kecintaan yang mendalam pada seni kaligrafi. Hampir seluruh bagian dinding rumahnya dihiasi tulisan kaligrafi berpigura. Buku-buku agama yang dilengkapi tulisan kaligrafi karyanya menumpuk di lemari yang juga memajang beberapa piala kejuaraan lomba kaligrafi.
Selain karena hapal Al Quran, kepiawaiannya menulis kaligrafi terdongkrak oleh seringnya dia mengikuti perlombaan dari tingkat DIY hingga internasional. Pertama kali mengikuti lomba kaligrafi atau Musabaqah Khattil Quran (MKQ) tingkat nasional pada 1988, Chumaidi meraih gelar juara. Pada 1991 ia menyabet juara pertama semua kategori kejuaraan, yaitu naskah, dekorasi, dan hiasan mushaf.
Setelah menjuarai lomba kaligrafi tingkat ASEAN tahun 1994, Chumaidi tak pernah lagi mengikuti kejuaraan kaligrafi. Ia lebih banyak berkecimpung sebagai pelatih kaligrafi untuk kejuaraan kaligrafi yang digelar di tingkat nasional. Ia telah enam kali melatih finalis kejuaraan kaligrafi tingkat nasional pada 1994-2010. Di tingkat DIY, Chumaidi menjadi Hakim MKQ sekaligus pelatih kaligrafi.
Tak bisa menggantungkan pemenuhan kebutuhan hidup dari penulisan kaligrafi di penerbit buku yang dihargai hanya perlembar karya kaligrafi tanpa royalti, Chumaidi lebih banyak mendapat penghasilan dari pembuatan dekorasi kaligrafi masjid yang dia kerjakan bersama anak-anaknya..
Dekorasi di puluhan masjid, seperti Masjid As Syakur di gamping, Sleman, atau Masjid Prenggan di Kota Gede merupakan karya Chumaidi. Jika ada permintaan pembuatan tulisan kaligrafi dia bisa melembur pekerjaan itu dari siang sampai malam hari.
Chumaidi kini sedang sibuk menyelesaikan penulisan kaligrafi Al Quran yang ditulis per juz, pesanan Penerbit Angkatan Muda Masjid. dari rencana awal hanya menerbitkan 6 juz seperti buku iqra, pesanan berkembang menjadi sepertiga Al Quran atau 10 juz. Saat ini pesanan berkembang lagi menjadi seluruh (30) juz Al Quran, dan baru ia kerjakan hingga 16 juz.
Untuk keperluan penerbitan buku, Chumaidi menulis kaligrafi huruf Arab dalam lembaran kertas sebelum kemudian dipindai, dicetak, dan diperbanyak. Walaupun teknologi penulisan komputer sudah berkembang, tulisan kaligrafi tangan Chumaidi sangat diminati dan memiliki penggemar fanatik.
Hidup sederhana di kawasan pedesaan yang dikelilingi areal persawahan dan perkebunan tebu, belasan generasi muda dari perguruan tinggi meupun sekolah menengah turut menimba ilmu pendidikan Al Quran dengan menjadi santri di rumah Chumaidi sejak tahun 1998. Karena keterbatasan tempat, beberapa santri putri rela tidur di dapur sembari belajar agama.
Dengan metode iqra, para siswa diajak belajar membaca kata, bukan pengenalan huruf . Mereka dapat lebih cepat membaca lafadz per lafadz, lalu ayat per ayat. Sebelumnya, pengajian anak-anak lebih banyak menggunakan metode Baghdadiyah yang dimulai dengan pengenalan huruf.
Metode iqra dimulai dengan pengenalan bacaan huruf hijaiyah fathah, membedakan bacaan huruf yang mirip bentuk dan bunyinya, hingga pengenalan beragam bacaan.
"Melihat orang belajar iqra, saya bersyukur karena tulisan kaligrafi ini bisa menolong orang agar mudah membaca Al Quran," ujar Chumaidi.
Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 31 AGUSTUS 2010.
CHUMAIDI ILYAS
Lahir : Bantul, 15 Juli 1955
Istri : Siti Nur Khasanah (46)
Anak :
- Musfiroh
- Ahmad Ashof
- Ahmad Ahid
Pendidikan :
- SDN Putern I Trayeman Pleret, Bantul,lulus 1968
- MTs Negeri Wonokromo Pleret, Bantul, 1971
- Pondok Pesantren Jejeran, Bantul, 1974
- Pondok Pesantren Ki Ageng Pandanaran, Sleman, 1980
Kejuaraan antara lain :
- Juara I MKQ Umum tingkat Provinsi DIY, 1988
- Juara Harapan 1 MKQ umum tingkat Nasional, 1988
- Juara I MKQ umum tingkat nasional, 1991
- Juara Kaligrafi ASEAN, 1994
Pekerjaan :
- Dekorasi kaligrafi masjid
- Penulisan naskah kaligrafi diberbagai percetakan buku di Yogyakarta, Jawa Tengah,
Jawa Barat, dan Jakarta
Oleh MAWAR KUSUMA WULAN
Ketika almarhum KH As'ad Humam menciptakan metode praktis membaca Al Quran yang dikenal dengan metode Iqra, Chumaidi menjadi satu-satunya orang yang menulis kaligrafi buku iqra itu hingga kini. Meski tak mendapat royalti dari penerbitan buku iqra, ia mengaku puas karena karya kaligrafinya membebaskan umat dari buta aksara Al Quran.
Tak hanya buku iqra, tulisan kaligrafi Chumaidi juga dicetak dalam berbagai naskah keagamaan. Selain mengasuh Pondok Pesantren Al Muhsinuun, Bantul, dia juga menghiasi puluhan masjid di DI Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya dengan ornamen dekorasi kaligrafi. Beragam prestasi penulisan kaligrafi diraihnya termasuk menjuarai kaligrafi tingkat ASEAN.
Belajar kaligrafi secara otodidak, Chumaidi mulai membuat kaligrafi untuk beberapa penerbit di berbagai kota, seperti Yogyakarta, solo, dan Bandung, sejak tahun 1975. Kepiawaiannya menulis kaligrafi diberagam penerbit membuat As'ad tertarik menjalin kerjasama dengan Chumaidi untuk membuat buku iqra.
As'ad pendiri Penerbit Yayasan Angkatan Muda Masjid, memunculkan metode iqra pada 1988. Metode itu populer karena praktis dan mempermudah anak-anak bissa cepat membaca Al Quran. Sebelum ada buku iqra, anak-anak seusia Taman Kanak-kanak (TK) umumnya belum bisa membaca Al Quran.
Di bawah naungan Balai Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengajaran Baca Tulis Al Quran, Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran, Penerbit Yayasan Angkatan Muda Masjid terus memproduksi buku iqra. Meski digempur pembajakan, penerbit ini masih rutin memproduksi minimal 5.000 buku iqra per hari, dengan harga jual Rp.1.500 per buku.
Tak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, permintaan dari beberapa negara seperti Singapura dan Brunei pun mengalir. Diperkenalkan pertama kali dari Yogyakarta, metode iqra bahkan ditetapkan sebagai kurikulum wajib di TK dan sekolah dasar di Malaysia sejak 1993.
"Khat-nya (cara menulis Al Quran) memang berbeda antara Indonesia dan Malaysia, tetapi tidak ada kesulitan dalam menulis kaligrafinya," kata Chumaidi.
Chumaidi pun beberapa kali membuat revisi di beberapa bagian dari enam jilid buku iqra yang ditulisnya. Namun, sejak 1997 tak pernah ada lagi permintaan revisi buku iqra.
"Untuk terhindar dari kesalahan penulisan kaligrafi itu susah. Tetapi, salahnya orang yang tahu dengan salahnya orang yang tidak tahu, itu lain," ujarnya tertawa.
Kecintaan mendalam
Ditemui di rumahnya Dusun Tambak, Wirokerten, Banguntapan, Bantul, DIY, pertengahan bulan Ramadhan, Chumaidi menunjukkan kecintaan yang mendalam pada seni kaligrafi. Hampir seluruh bagian dinding rumahnya dihiasi tulisan kaligrafi berpigura. Buku-buku agama yang dilengkapi tulisan kaligrafi karyanya menumpuk di lemari yang juga memajang beberapa piala kejuaraan lomba kaligrafi.
Selain karena hapal Al Quran, kepiawaiannya menulis kaligrafi terdongkrak oleh seringnya dia mengikuti perlombaan dari tingkat DIY hingga internasional. Pertama kali mengikuti lomba kaligrafi atau Musabaqah Khattil Quran (MKQ) tingkat nasional pada 1988, Chumaidi meraih gelar juara. Pada 1991 ia menyabet juara pertama semua kategori kejuaraan, yaitu naskah, dekorasi, dan hiasan mushaf.
Setelah menjuarai lomba kaligrafi tingkat ASEAN tahun 1994, Chumaidi tak pernah lagi mengikuti kejuaraan kaligrafi. Ia lebih banyak berkecimpung sebagai pelatih kaligrafi untuk kejuaraan kaligrafi yang digelar di tingkat nasional. Ia telah enam kali melatih finalis kejuaraan kaligrafi tingkat nasional pada 1994-2010. Di tingkat DIY, Chumaidi menjadi Hakim MKQ sekaligus pelatih kaligrafi.
Tak bisa menggantungkan pemenuhan kebutuhan hidup dari penulisan kaligrafi di penerbit buku yang dihargai hanya perlembar karya kaligrafi tanpa royalti, Chumaidi lebih banyak mendapat penghasilan dari pembuatan dekorasi kaligrafi masjid yang dia kerjakan bersama anak-anaknya..
Dekorasi di puluhan masjid, seperti Masjid As Syakur di gamping, Sleman, atau Masjid Prenggan di Kota Gede merupakan karya Chumaidi. Jika ada permintaan pembuatan tulisan kaligrafi dia bisa melembur pekerjaan itu dari siang sampai malam hari.
Chumaidi kini sedang sibuk menyelesaikan penulisan kaligrafi Al Quran yang ditulis per juz, pesanan Penerbit Angkatan Muda Masjid. dari rencana awal hanya menerbitkan 6 juz seperti buku iqra, pesanan berkembang menjadi sepertiga Al Quran atau 10 juz. Saat ini pesanan berkembang lagi menjadi seluruh (30) juz Al Quran, dan baru ia kerjakan hingga 16 juz.
Untuk keperluan penerbitan buku, Chumaidi menulis kaligrafi huruf Arab dalam lembaran kertas sebelum kemudian dipindai, dicetak, dan diperbanyak. Walaupun teknologi penulisan komputer sudah berkembang, tulisan kaligrafi tangan Chumaidi sangat diminati dan memiliki penggemar fanatik.
Hidup sederhana di kawasan pedesaan yang dikelilingi areal persawahan dan perkebunan tebu, belasan generasi muda dari perguruan tinggi meupun sekolah menengah turut menimba ilmu pendidikan Al Quran dengan menjadi santri di rumah Chumaidi sejak tahun 1998. Karena keterbatasan tempat, beberapa santri putri rela tidur di dapur sembari belajar agama.
Dengan metode iqra, para siswa diajak belajar membaca kata, bukan pengenalan huruf . Mereka dapat lebih cepat membaca lafadz per lafadz, lalu ayat per ayat. Sebelumnya, pengajian anak-anak lebih banyak menggunakan metode Baghdadiyah yang dimulai dengan pengenalan huruf.
Metode iqra dimulai dengan pengenalan bacaan huruf hijaiyah fathah, membedakan bacaan huruf yang mirip bentuk dan bunyinya, hingga pengenalan beragam bacaan.
"Melihat orang belajar iqra, saya bersyukur karena tulisan kaligrafi ini bisa menolong orang agar mudah membaca Al Quran," ujar Chumaidi.
Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 31 AGUSTUS 2010.