Minggu, 01 Agustus 2010

Inovasi "Nakal" Eko Susilo

Eko Susilo sejatinya pengusaha camilan skala kecil di Kota Salatiga, Jawa Tengah. Namun, lewat kenakalan idenya mengatasi "tembok" rintangan usaha, ia mendapat julukan baru sebagai inovator. Ia memodifikasi dan merancang alat-alat spesifik yang membuat kegiatan produksinya lebih efisien dan berkualitas.

EKO SUSILO
Lahir : 18 Desember 1962
Istri : Yustina Sukisworo (41)
Anak : Abel Jatayu Prakosa (18); David Permadi (12); Serafim Prasetya (6)
Pendidikan : STM Otomotif Leonardo, Klaten (1981)
Usaha : Pemilik UKM Sehati Salatiga, produsen camilan
Penghargaan : 10 besar LombaKreativitas Alat Tingkat Jateng tahun 2010

Oleh ANTONY LEE

Usaha pembuatan camilan Sehati milik Eko di Kecamatan Argomulyo, Salatiga, dirintis lewat camilan kacang bertepung, Juli 2006, dengan modal Rp.150.000. Kini usaha itu sudah berkembang dengan enam jenis produk, diantaranya kacang tanah bertepung, kedelai rasa keju, kedelai rasa bawang, kedelai rasa manis, dan kedelai rasa keripik. Produk ini sementara dipasarkan di Kota Salatiga dan Bali.
Ia kini mempekerjakan enam karyawan dengan omzet sekitar Rp.20 juta per bulan. Padahal, pada awalnya ia memulai usaha dengan menjajakan kacang telur dalam kemasan mini Rp.500 per bungkus dari warung ke warung. Lama-lama kacang produksi Eko itu disukai warga dan pesanan bertambah.
Hambatan pertama ditemuinya sebulan setelah memulai usaha. Kacang tepung miliknya hanya bisa bertahan sepekan karena minyak sisa penggorengan belum sepenuhnya kering. Selain itu, menggoreng kacangpun banyak menghabiskan minyak.
Untuk menggoreng 15 kilogram kacang, ia membutuhkan 2,5 kilogram minyak goreng.
Hal itu terjadi karena ia masih mengeringkan dengan metode manual, ditiriskan di nampan. Saat dia sedang putar otak mencari cara penirisan minyak yang lebih efisien, tiba-tiba muncul ide ketika ia melihat istrinya mengeringkan pakaian dengan menggunakan mesin cuci. Tanpa sepengetahuan istrinya, Eko memasukkan satu serok kacang tepung yang baru digoreng ke unit pengering di mesin cuci itu. Benar saja, dalam waktu satu menit minyak terpisah dari kacang tepung itu sehingga produknya bisa bertahan hingga lebih dari sebulan. Ia memanfaatkan gaya sentrifugal yang dihasilkan dari mesin pengering itu. Minyak goreng yang mengendap didasar mesin kemudian dialirkan keluar dari selang pembuangan.
"Setelah berhasil saya bersihkan mesin itu, baru laporan ke istri. Dia bilang ngawur (sembarangan), tetapi begitu lihat hasilnya dia jadi mendukung, ha-ha-ha," tuturnya yang ditemui di rumahnya di Kecamatan Argomulyo, beberapa waktu lalu.

Mesin cuci bekas

Eko meminta istrinya berhenti menggunakan unit pengeringan itu dan mensterilkannya. Selama beberapa pekan, ia menggunakan unit itu sebagai alat peniris minyak. Namun, lantaran digunakan untuk meniriskan kacang yang masih panas, mesin itupun rusak. Ia kemudian berburu mesin cuci bekas dan membeli timer serta pengering seharga Rp.125.000. Alat itu dimodifikasi dan dilapisinya dengan seng dibagian luar sebagai pelindung. Secara keseluruhan ia menghabiskan dana sekitar Rp.700.000,- untuk menghasilkan alat peniris minyak versinya itu.
"Baru belakangan ssaya tahu ada centryfuse (alat peniris minyak) yang dijual di pasaran, tetapi harganya mahal, sekitar Rp.4 juta per unit dengan kapasitas sama dengan yang saya modifikasi," tutr lulusan STM bidang otomotif itu.
Kenakalan berfikir Eko tidak selesai disana. Ia mengaku kerap bekerja mulai pukul 03.00 sampai pukul 08.00 untuk melumuri kacang dengan bumbu dan tepung. Ia pun bekerja hingga pukul 17.00 untuk menggoreng. Eko dan istrinya hanya mampu memproduksi sekitar 15 kilogram kacang. Dalam benaknya muncul pertanyaan, kapan dia bisa menjalani kehidupan sosial jika bekerja tidak efisien.
Eko lalu kembali bereksperimen dengan melihat sistem kerja mesin pengaduk semen. Dia meminta perajin logam di Tumang, Kabupaten Boyolali, membuat alat berbentuk seperti bola dari alumunium dengan bagian atas terbuka. Alat ini digunakan untuk melumuri bumbu kacang. Setelah itu, ia membuat dua alat lagi dari modifikasi mesin-mesin bekas, yakni alat melumuri tepung serta alat mengayak kacang. Tiga alat serangkai ini membuat seluruh proses hanya memakan waktu 40 menit, dari sebelumnya tiga jam.
Tidak berpuas diri, ia mencoba merancang sejenis sensor termometer yang dipadukan dengan sistem otomatisasi sehingga pekerjanya bisa dengan mudah mengetahui suhu ideal dan berapa lama bisa meninggalkan penggorengan untuk mengerjakan tugas lainnya.
"Saya coba alat ini malam-malam, takut ketahuan istri, eh, malah minyaknya tumpah semua. Saya coba lap semua untuk menghilangkan jejak, tetapi istri saya tetap tahu, karena masih ada sisa dibelakang kompor," ungkapnya.

Mitra UMKM

Salah satu kelebihan Eko, ia tak berniat mematenkan alat-alatnya. Ia juga membuka "dapurnya" untuk dilihat pengusaha kecil lain. Setidaknya dalam sebulan ada 3-4 pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mendatangi Eko. Ia juga bersedia membuatkan mesin serupa untuk digunakan pelaku UMKM sejenis dengan biaya pengganti ongkos pembuatan Rp.1,2 juta.
"Buat saya, UMKM itu boros ditenagakerja, sedangkan alat mahal. Oleh karena itu, harus bisa efisiensi dengan inovasi alat sendiri," tuturnya.
Inovasi alat ini diakui Eko bukan perkara mudah karena berkali-kali gagal. Ia sampai menjual mobil mazda tahun 1993 miliknya seharga Rp.17,5 juta untuk memodali alat-alat buatannya itu. Kenakalannya dalam eksperimen tidak terlepas dari pengalaman Eko selama lebih dari 20 tahun bekerja di bidang produksi diperusahaan ban, dan di percetakan di Tangerang, Banten, serta Salatiga. Saat dia memutuskan berhenti bekerja dan menjadi bos atas dirinya sendiri, bekal pengetahuan mekanik itu ternyata bisa dimanfaatkan.
Kegagalan inovasi tidak pernah membuat dia tertekan, tetapi pengalaman pahit di dapatnya di bidang pemasaran. Semula ia sempat memiliki agen di Yogyakarta, Magelang, dan Klaten. namun, ia justru harus menombok karena agen itu menerima barang dan membayarkan separuh, sehingga modalnya habis terserap. Enam bulan kemudian, ia memutuskan memusatkan usahanya di Salatiga dan Bali terlebih dahulu.
"Saya ini memimpikan ada cluster usaha kecil dan menengah camilan, dan sama-sama produksi untuk ekspor. Saya tidak berambisi sendirian maju untuk jadi perusahaan besar, tetapi bagaimana bisa bermitra dengan sesama UMKM," harapnya.

Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 2 AGUSTUS 2010



5 komentar:

  1. Keterangan lebih lanjut mengenai produk olahan Dhunuk Snack merek 'Sehati', silahkan kunjungi blog kami di http://sucihati-sehati.blogspot.com/

    Salam Hebat
    Eko Susilo

    BalasHapus
  2. kreatif dan inovatif jd termotifasi nih

    BalasHapus
  3. Hebaat...kreatif dan inovatif...inspiring banget...jadi semangat ingin mwncoba...keripik jamur tiram...ssmoga berhasil...aamiin

    BalasHapus
  4. Hebaat...kreatif dan inovatif...inspiring banget...jadi semangat ingin mwncoba...keripik jamur tiram...ssmoga berhasil...aamiin

    BalasHapus
  5. Berkah dalem, Pak Eko. Semoga semakin kreatif dan semakin berkenan berbagi. Kapan-kapan pengin sowan ngangsu kawruh bab UMKM. Nuwun.

    BalasHapus