Rabu, 09 Februari 2011

Sofyan Hambally : Perempuan Itu Kuat


SOFYAN HAMBALLY

Lahir : Bandung, 20 Mei 1950
Istri : Elly Rosliati (56)
Anak :
- Lia Nurlianty (35)
- Eko Hendrawan (34)
- Beny Ramdani (29)
Jabatan :
- Ketua Dewan Guru Karate Kushin Ryu Indonesia (2002-2006)
- Pelatih Bela Diri Karate dan Jujutsu-Kushin Ryu

Sofyan Hambally (60) sedih saat media memberitakan banyak kasus kekerasan menimpa tenaga kerja perempuan di luar negeri. Ia yakin korban pasti ingin melawan, tetapi tidak memiliki kemampuan dan keberanian melakukannya.

OLEH CORNELIUS HELMY

Kesedihannya bertambah saat mengetahui kasus kekerasan fisk dan pelecehan seksual bukan hal baru di Indonesia. Terbukti, data Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan menunjukkan, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat. Sepanjang tahun 2009 hingga Januari 2010, jumah korban kekerasan mencapai 143.585 orang.
"Terus terang saya merasa gelisah. Di satu sisi memiliki kemampuan beladiri, tetapi saya merasa belum bisa berbuat apa-apa mencegah tindakan itu," kata Dan IV Karatedo Internasional itu saat ditemui di rumahnya, Kompleks Leuwianyar, Bandung, Jawa Barat.
Tahun 2006, kegelisahan Sofyan tak terbendung. Bersama anak-anak didiknya dari Kushin Ryu M Karatedo Indonesia, ia pun menggagas berdirinya Women Self Defense of Kushin Ryu (WSDK) di Dojo Kopo, Bandung.
Sesuai dengan namanya, program ini mengajarkan pertahanan bela diri bagi perempuan. Ia berharap bahan ajarnya memberikan bekal bagi perempuan saat terancam kekerasan atau pelecehan seksual.
Sofyan mengatakan, selain memberikan kemampuan bela diri, program ini memiliki tujuan meningkatkan rasa percaya diri kepada perempuan. Tanpa bekal yang cukup, perempuan kerap takut lebih dahulu sehingga memilih diam, mengalah, dan akhirnya menjadi korban.
"Perempuan adalah makhluk yang kuat. Kami berusaha meyakinkannya lewat semboyan WSDK yang berbunyi, lembut tidak berarti lemah karena dalam kelembutan tersimpan kekuatan," kata Sofyan.

Sederhana

Dasar bahan ajar WSDK adalah teknik jujutsu. Jujutsu adalah bentuk pembelaan diri dengan memanfaatkan teknik tertentu. Dalam jujutsu, serangan lawan tidak dihadapi dengan kekuatan, tetapi menyerang balik menggunakan tenaga lawan dengan mengincar titik vital tertentu.
Contoh gerakan dalam jujutsu antara lain atemi waza (menyerang bagian yang lemah dari tubuh lawan), kansetsu waza (mengunci persendian lawan), dan nage waza (menjatuhkan lawan).
"Kami tidak mengajarkan kekerasan yang baru. yang kami beri adalah melindungi diri bila ancaman datang," kata Sofyan yang pernah menelurkan juara-juara nasional seperti Lia Nurlianty dan Mayor Siti Mulyaningrum.
Saat memberikan materi pengajaran, Sofyan memaparkannya secara bertahap, sederhana, dengan guru yang menguasai banyak teknik jujutsu. Pada minggu pertama dan kedua, peserta biasanya lebih banyak mendapatkan teori pengenalan dasar. Praktek teknik lebih banyak diajarkan setelah pertemuan minggu ketiga dan keempat. Biasanya, peserta mendapatkan 15 teknik. Sofyan yakin, dalam tiga bulan atau bahkan lima pertemuan, setidaknya ada 20 teknik yang bisa dikuasai peserta.
Berpatokan pada tiga teknik dasar, yaitu menyerang titik lemah, mengunci persendian, dan menjatuhkan lawan, WSDK mengembangkan teknik kuncian, pukulan, dan tendangan yang mudah dpelajari. Alasannya, tidak semua peserta memiliki latar belakang ilmu bela diri.
"Teknik sederhana, tetapi mematikan itu diajarkan dengan pertimbangan pelatihan yang singkat. Paling lama diajarkan dalam enam kali pertemuan selama dua jam dalam satu paket pelatihan," katanya.
Selain teknik bela diri, dalam pelatihan ini, peserta juga dilatih memaksimalkan barang yang ada di sekitar mereka atau yang biasa digunakan sehari-hari. Contoh, penggunaan tas untuk mengunci pergelangan tangan, menyerang bagian lemah dengan menggunakan kartu anjungan tunai mandiri atau telepon seluler, dan melemahkan persendian lawan dengan menggunakan jaket.
Tidak kalah pentingnya adalah pengajaran bagi peserta untuk mengasah kemampuan membaca situasi sekitar. Kemampuan ini dianggap penting untuk menghindari tindakan kekerasan kepada perempuan.
"Kami berusaha membuka wawasan perempuan tentang konsep pertahanan diri. Selain penggunaan alat, kami juga memberi tahu titik lemah, seperti alat vital, ulu hati, tulang rusuk, belakang telinga, atau bagian yang jarang dilatih, seperti berbagai sendi dalam tubuh, untuk melumpuhkan pelaku kejahatan," ujar murid langsung Horyu Sinya Matsuzaki, Presiden Kushin Ryu sedunia.
"Apabila tidak bisa dilawan sendirian, sudah seharusnya mereka memilih menghindarinya terlebih dahulu. Pelatihan ini bukan mengajarkan perempuan mengalahkan laki-laki , tetapi setidaknya memberikan mereka wawasan bagaimana harus bertindak ketika kejahatan mengincarnya," kata jawara Kejuaraan Karate pertama di Bandung tahun 1969 itu.

Semua kalangan

Seiring waktu, masyarakat semakin mengenal WSDK dan meminta para gurunya mengajarkan pelatihan di beberapa tempat. Mereka yang minta, antara lain, Dharma Wanita Pemerintah Provinsi Jawa Barat serta sejumlah sekolah umum di kabupaten bandung. Pihak-pihak itu tertarik membekali diri dengan kemampuan bela diri untuk melindungi diri dari lingkungan sekitarnya.
Selang lima tahun berjalan, Sofyan memperkirakan ada 1.000 perempuan telah mengenal teknik bela diri WSDK. Bukan melulu perempuan di Bandung, tetapi juga yang di Jakarta dan kota lainnya. Profesi mereka beragam, mulai dari kondektur bus, dosen, penulis, mahasiswi, hingga karyawan kantoran dan kalangan selebriti. Muridnya pun tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi dari luar negeri, seperti Jerman dan Turki.
"Kami memberikan pemahaman hingga Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara Timur. Namun, selain itu, kami juga kerap memberikan pelatihan gratis pada lingkungan tempat tinggal yang berminat belajar tetang kemampuan bela diri di berbagai daerah," kata Sofyan.
Ia berharap apa yang dilakukannya bisa menjadi inspirasi bagi praktisi bela diri lainnya untuk ikut mengamalkan kemampuannya secara langsung kepada masyarakat. Sofyan yakin banyak teknik dan kemampuan bela diri lainnya bisa ditularkan secara sederhana kepada masyarakat. Ia khawatir, bila seni bela diri hanya ditujukan pada ajang prestasi, bela diri justru akan kehilangan rohnya sebagai alat pertahanan diri masyarakat.
"Tak ada yang salah dengan memfokuskan seni bela diri sebagai olahraga prestasi. Tetapi, tidak akan rugi juga bila praktisi bela diri bisa memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat," kata ayah dari mantan atlet nasional Lia Nurlianty ini.

Dikutip dari KOMPAS, RABU, 9 FEBRUARI 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar