Senin, 18 Juli 2011

Enday, Wayang Golek dari Bogor


DATA DIRI

Nama : Enday Media
Lahir : Bogor, 5 Juni 1974
Istri : Lies Rosmanah
Anak :
- Adelia (8)
- Ramon (3)
Pendidikan : SMA
Profesi : Perajin wayang golek

Semula dia malu menjadi anak perajin wayang golek. Namun, kemudian terbukti justru wayang golek-lah yang membuat Enday Media bisa membeli rumah dan mencukupi kebutuhan keluarga besarnya.

Oleh FX PUNIMAN

Sebagai anak seorang perajin wayang golek, pria bernama Enday Media ini merasakan sendiri kehidupan sehari-hari keluarga perajin. Ayahnya, Entang Sutisna (62), seorang perajin wayang golek. Anak kedua dari lima bersaudara ini tahu betul bagaimana hasil jerih payah sang ayah sering kali tak bisa membuat asap dapur mengepul.
"Wayang golek yang dibuat berhari-hari itu susah dijual.Sebulan hanya laku sekitar empat buah, harganya ketika itu Rp 1.000," cerita Enday tentang kondisi tahun 1970-an itu. Pesanan terbanyak yang diingatnya adalah dari Presiden Soeharto pada 1972, yakni 120 buah wayang golek.
Padahal menjadi perajin wayang golek bisa dikatakan sebagai salah satunya keahlian Entang. Sejak tahun 1960-an dia berusaha keras menghidupi keluarga dengan membuat wayang golek. Di Desa Sukamantri, di kawasan Gunung Salak, Bogor.
Mengalami sendiri sulitnya kehidupan perajin wayang golek membuat Enday tak ingin menjadi penerus jejak sang ayah. Meskipun sebenarnya sejak masih duduk di bangku SMP, dia sudah piawai membuat wayang golek.
Oleh karena itu, begitu lulus dari SMA, Enday langsung mencari pekerjaan lain. Dia tidak berminat untuk lebih mengembangkan kepandaiannya membuat wayang golek.
"Begitu lulus SMA tahun 1993, saya memilih bekerja di sebuah hotel di Kota Bogor. Pekerjaan ini menjadi pilihan utama saya karena mendapatkan uang dari gaji rutin bulanan itu lebih menjamin kehidupan keluarga," ujarnya.
Entang tidak menghalangi keinginan ssang anak. Meski tahu Enday punya kemampuan sebagai perajin wayang golek, dia memutuskan untuk menerima apa pun keputusan sang anak.
Bertahun-tahun bekerja sebagai karyawan rupanya tidak membuat Enday sepenuhnya meninggalkan dunia wayang golek. Pada waktu senggang dia tetap membantu Entang membuat wayang golek.
"Saya lihat produksi wayang golek kami sudah banyak, tetapi sedikit sekali yang terjual," ucap pria berusia 35 tahun ini.
Melihat kondisi itu, Enday tak bisa tinggal diam. Dia lalu berinisiatif membawa wayang golek produksi mereka ke berbagai tempat di Bogor. Mulai tahun 2000, di mana pun ada kesempatan, Enday berusaha mempromosikan wayang golek buatan Desa Sukamantri ini.
"Bila jam kerja malam hari, siangnya saya menawarkan wayang golek ini ke turis mancanegara yag singgah di KRB (Kebun Raya Bogor). Saya juga mengadakan pendekatan dengan para pemandu wisata di Tourism Information Center (TIC) di Taman Topi Kota Bogor. Di sini kan sering kedatangan para wisman," katanya.
Berkat bantuan para pemandu wisata di TIC pula, wayang golek buatan Enday dan Entang mulai diminati para pelancong. Informasi dari mulut ke mulut membuat sejumlah pemandu dari biro perjalanan di Jakarta pun mengenal pusat kerajinan wayang golek ES (Entang Sutisna). Jadilah, permintaan akan wayang golek meningkat seiring dengan minat para wisman akan kerajinan ini.

"Menjual" bengkel

Sekitar setahun kemudian, Enday terpikir untuk tidak sekadar menjual produk wayang golek, tetapi juga memberi kesempatan para wisman melihat langsung pembuatan wayang golek itu di tempatnya.
"Saya pikir, bengkel juga bisa dijadikan salah satu tempat tujuan wisata," ucap Enday.
Namun, mengingat Desa Sukamantri sering kali macet karena padatnya mobil-mobil angkutan kota, bengkel lalu dipindahkannya ke sebuah rumah kontrakan di Sirnagalih, Kelurahan Loji, Bogor.Lokasi bengkel ini sekitar 3 kilometer dari Kota Bogor.
"Kalau bengkel tetap di Sukamantri, bus-bus yang ditumpangi rombongan wisman bakal kesulitan mencapainya," ujar Enday yang memindahkan bengkel golek itu tahun 2001.
Semakin banyaknya peminat wayang golek membuat dia lebih memerhatikan pembuatan kerajinan itu. Khawatir tak bisa membagi waktu sebagai perajin dan karyawan, Enday kemudian memutuskan keluar dari hotel tempatnya bekerja.
Bengkel wayang goleknya lalu dia beri nama Media Art & Handycraft Bogor. Enday benar-benar beralih "haluan". Pekerjaan yang dulu dia hindari kini menjadi tumpuan keluarga besarnya.
Sebagai "tulang punggung", pemahat wayang golek itu tetap Entang Sutisna dan Enday. Ada pun yang bertugas memberi warna atau mengecat wayang golek adalah salah seorang adik Enday dan dua kerabatnya.
selain itu, dia juga melibatkan sang bunda, Mumun, dan istrinya, Lies Rosmanah, untuk menjahit baju-baju wayang golek. Mereka dibantu dua orang lagi yang bertugas memotong kayu lame, bahan baku pembuatan wayang golek.

Mulai melonjak

Tahun 2005 pesanan dan penjualan wayang golek untuk para wisman bisa dikatakan sudah rutin. Untuk menambah modal, Enday menjaminkan sertifikat rumah tinggal yang dia beli dari hasil penjualan wayang golek ke Bank Jabar di Kota Bogor. Rumah itu dia beli seharga sekitar Rp 70 juta.
"Saya bisa mendapatkan kredit sebesar Rp 45 juta, yang dapat diangsur selama lima tahun," kata Enday, yang awal Juli lalu mendapat pesanan 360 wayang golek berukuran sekitar 40 sentimeter dari berbagai tokoh, mulai dari Rama, Sinta, sampai Semar dan Cepot, dari sebuah hotel bintang lima di Jakarta.
Selain itu, sejak 2002 dia juga mendapat pesanan rutin. Ada pun penjualan ecerannya antara 40 hingga 50 buah per bulan, dengan kemampuan produksi bisa ssampai 10 wayang golek per minggu.
"Kami tidak lagi menjajakan wayang golek kepada wisman di KRB," kata Enday yang menguasai bahasa Inggris ini.
Para wisman umumnya memilih wayang golek tokoh Rama dan Sinta. "Bagi mereka, Rama Sinta itu versi Indonesia untuk Romeo Juliet," kata Enday yang menjual wayang goleknya sekitar 40 euro atau 50 dollar AS per buah. Untuk para wisnu (wisatawan Nusantara), wayang golek itu berharga sekitar Rp 300.000 per buah.
Kini Enday tentu tak malu lagi menjadi perajin wayang golek. Belakangan bahkan dia yang lebih banyak tinggal di bengkel, menyapa para tamu yang datang. Untuk memperluas pemasaran, Entang lebih berperan dengan mengikuti berbagai pameran yang disponsori Pemerintah Kota Bogor.
"Saya berangan-angan punya lahan untuk membangun ruang pamer, panggung pentas wayang golek, dan ruang bengkel kerja yang lebih luas. Biar para wisman bisa menikmati wayang golek mulai dari pembuatan sampai pertunjukannya," ujar Enday.

FX PUNIMAN
Wartawan, Tinggal di Bogor

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 16 JULI 2009

2 komentar:

  1. mantab kang .... ini bagian dari kongkret pelestarian budaya

    BalasHapus
  2. Siip... lestarikan budaya!


    Kalo ada yang mau tinggal sementara atau selamanya di Jogja. Kami bisa bantu mencarikan tempat tinggal yang sesuai dengan kebutuhan Anda.

    Jangan bingung mencari atau mengiklankan Rumah kontrakan, Kontrakan Paviliun, Homestay, Ruko, Kos-kosan, Sewa rumah/tanah, dan Jual beli rumah/tanah di Jogja!

    Karena Cari Kontrakan Jogja telah hadir di tengah-tengah Anda.

    Silahkan kunjungi website kami langsung dan buktikan sendiri pelayanan kami hanya di :

    http://carikontrakanjogja.com/


    Kami menawarkan space iklan di website kami. Jika Anda ingin memasang produk2 yang Anda jual, silahkan kunjungi website kami. Dan hubungi nomor yang telah tercantum di website kami.


    www.carikontrakanjogja.com

    BalasHapus