Kamis, 11 Agustus 2011

I Wayan Patut : Terumbu Karang untuk Anak-Cucu


I WAYAN PATUT

Lahir : Denpasar, 6 Juni 1971
Pendidikan :
- SD Negeri I Serangan
- SMP PGRI Serangan
- SMEA Negeri Denpasar
Istri : Ni Komang Agustini (25)
Anak :
- Ni Wayan Mahita (7)
- Ni Made Tania (2)
Kegiatan :
- Tenaga penjual ("sales") (1994-1997)
- Aktivis lingkungan (1998-2001)
- Ketua Kelompok Nelayan Karya Segara (2002-sekarang)
Penghargaan : Kalpataru kategori penyelamat lingkungan (2011)

Pulau Serangan, Denpasar, Bali, pernah menjadi "surga" bagi para pencongkel terumbu karang. I Wayan Patut tak dapat tinggal diam melihat kerusakan alam bawah laut di desanya bertambah parah. Berkat kegigihannya, kini tidak hanya terumbu karang yang terselamatkan, tetapi juga masa depan warga Pulau Serangan.

OLEH HERPIN DEWANTO

Sejak 1992, kondisi pantai di Pulau Serangan mulai rusak karena reklamasi. Pelan-pelan ekosistem laut di sekitar pulau yang berada di bali bagian selatan itu mulai terganggu. banyak terumbu karang rusak. Ikan-ikan mulai menghilang dan kehidupan ratusan nelayan di daerah itu semakin sulit.
"Masalahnya, nelayan tetp butuh uang. Maka, mereka mulai mengambil terumbu karang untuk dijual," kata Patut, awal Agustus lalu, di Denpasar.
Lebih dari 100 nelayan di tempat itu pun memiliki aktivitas baru. Mereka pergi ke laut dengan membawa linggis; menyelam dan mencongkel karang.
Penjualan terumbu karang itu sangat menguntungkan mereka. Dalam satu bulan, seorang nelayan dapat memperoleh hingga Rp 15 juta dari menjual batu-batu karang itu. Padahal, jika mengandalkan penangkapan ikan, separuhnya pun sangat sulit mereka dapatkan.
"Memang menguntungkan untuk jangka pendek. Namun, ke depan nelayan itu sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Anak dan cucu mereka sudah tidak dapat menikmati hasil laut," kata Patut.
Terumbu karang merupakan dasar kehidupan biota bawah laut sehingga kerusakan sekecil apapun sudah mengganggu keseimbangan ekosistem. Apabila terumbu karang rusak, ikan-ikan kecil tak dapat bersembunyi di antara karang. Akibatnya, ikan kecil sulit bertahan hidup, apalagi berkembang sampai dewasa.

Tantangan berat

Melihat kerusakan itu, Patut mulai merintis usaha penyelamatan terumbu karang pada 2002. Ia menyadari tantangannya berat karena harus berhadapan dengan ratusan nelayan yang masih ingin meraup keuntungan dari pengambilan terumbu karang.
Patut tak langsung mendekati para nelayan itu, tetapi anak-anak mereka. Ia membuat program pembelajaran bagi para pelajar di tempat tinggalnya di banjar kaja, Desa Serangan, Pulau Serangan, dengan materi khusus berupa cara menanam terumbu karang.
Anak-anak itu diajak membuat media untuk transplantasi terumbu karang dan menanamnya di dasar laut. Setiap terumbu karang yang di tanam juga dipasangi label plastik kecil bertuliskan nama anak yang ikut program itu. "harapannya, orangtua anak-anak itu batal mencongkel karang karena tahu yang menanam karang adalah anaknya sendiri," kata Patut.
Melalui program itu, lama-lama orangtua dari anak-anak itu mulai ikut memahami pentingnya terumbu karang. Situasi ini dimanfaatkan Patut dengan membentuk sebuah kelompok nelayan bernama "Karya Segara"yang fokus dalam bidang konservasi karang pada 2003.
Saat kelompok itu terbentuk, ada sekitar 48 nelayan yang bergabung. Namun, kemudian berkurang menjadi 36 nelayan. Kegiatan utama mereka adalah membudidayakan terumbu karang untuk ditanam kembali. Mereka yang keluar umumnya menilai kegiatan konservasi tidak memberikan keuntungan pasti.
Menyadari bahwa para nelayan masih sangat kekurangan, Patut sama sekali tidak melarang nelayan untuk tetap menambang terumbu karang. Namun, sebagian nelayan yang sudah berhenti kemudian diajak menangkap ikan hias di sekitar pantai untuk dijual. Hasil budidaya terumbu karang dan penangkapan ikan hias cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Paket wisata

Baru pada 2009 Patut mendapat ide untuk membuat program Terumbu Karang Asuh. Dalam kegiatan ini, dia mencari "Bapak Asuh", yaitu orang yang mau membeli terumbu karang dan menanamnya.
Program itu mendapat tanggapan positif dari kalanagan pemerintah dan swasta. Untuk menanam terumbu karang itu, setiap bapak asuh menyumbang Rp 2,5 juta kepada kelompok Karya Segara.
Patut dan rekan-rekannya kemudian melanjutkan program tersebut dengan membuat reef ball atau bola karang buatan lebih banyak lagi. Kerangka bola beton berongga dan berdiameter 60 sentimeter hingga 1 meter itu menjadi media tanam terumbu karang.
Satu paket reef ball dijual Rp 5 juta. Sampai saat ini sudah terjual sekitar 60 unit untuk kegiatan konservasi di Nusa Dua, Kabupaten Badung.
Tidak hanya itu, Kelompok Karya Segara juga bekerja sama dengan agen wisata untuk membuka paket wisata penanaman terumbu karang sejak 2010. Setiap bulan rata-rata ada 400 wisatawan yang berpartisipasi, sebagian besar berasal dari China.
Selain menanam terumbu karang, wisatawan juga dapat melepas kuda laut.
Juni 2011, upaya konservasi Patut dan Kelompok Karya Segara mendapat penghargaan berupa Kalpataru kategori penyelamat lingkungan yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dari total kerusakan area terumbu karang seluas 5 hektar di Pulau Serangan, pada kurun waktu 2003 hingga sekarang area terumbu karang yang sudah terselamatkan seluas 1,8 hektar. "Dengan melibatkan wisatawan, upaya rehabilitasi terumbu karang akan lebih cepat dan efektif," kata Patut.

Mantan "sales"

Alumnus SMEA Negeri Denpasar (1993) yang sempat menjadi sales itu sejak 1998 mulai bergabung dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan. Dari LSM itulah Patut mendapat banyak informasi mengenai terumbu karang dan mengenal banyak orang.
Informasi itulah yang ia tularkan kepada masyarakat di desanya. Sementara untuk membiayai berbagai program yang dibentuknya, Patut mengajukan sejumlah proposal permohonan donasi kepaa orang-orang yangia kenal selama aktif di LSM.
Karena memiliki jaringan yang luas, Patut sempat ditunjuk sebagai wakil dari nelayan untuk hadir dalam berbagai forum internasional, seperti di Afrika Selatan dan Jepang. Ia juga sering diminta menjadi fasilitator program konservasi terumbu karang di sejumlah daerah di Bali dan provinsi lain, seperti Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Meski demikian, Patut masih belum puas berkarya demi kelestarian lingkungan. Kini, ia sedang merancang program "Bank Sampah" di desanya. Dengan program tersebut, Patut berharap, tidak sekadar desanya bersih dari sampah, tetapi kesejahteraan warga juga meningkat berkat pengolahan sampah.

Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 12 AGUSTUS 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar