Kamis, 12 April 2012

Ida Ayu Rusmarini: Mengembalikan Bali ke Alam

IDA AYU RUSMARINI
Lahir: Denpasar, Bali, 9 Nopember 1960
Suami: I Wayan Damai
Anak:
- Agus Pradita Dalem
- Ayu Rosita Dewi Dalem
- Jimmy Darusman Dalem
Pendidikan: Program Magister Pertanian Lahan Kering Universitas Udayana
Pekerjaan:
- Anggota staf Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, 1985-2000
- Anggota staf Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2000-2007
- Anggota staf Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar, 2007-kini
Penghargaan: Kehati Award 2012 kategori Peduli Lestari bersama kelompok Putri Toga Turus Lumbung Puri damai

Sejak 20 tahun silam, Ida Ayu Rusmarini mulai mengumpulkan berbagai jenis tanaman di rumahnya. Bukan sekadar menghiasi dan menyejukkan pekarangan rumah, tanaman itu juga digunakan untuk mengobati orang sakit, membangkitkan perekonomian warga, sekaligus mendidik anak-anak.

OLEH HERPIN DEWANTO PUTRO

Rumah Ida Ayu Rusmarini, atau Dayu panggilannya, terletak di Banjar Tumon, Desa Singakerta, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Rumah di lahan seluas sekitar 1 hektar itu dikelilingi sawah, khas suasana alam di Ubud yang sejuk. Untuk mencapai rumah itu, orang harus melewati jalan pedesaan yang hanya bisa dilalui satu mobil dan jalan tanah di tepi sawah.
     Di areal rumah itu terdapat beberapa bangunan, seperti rumah belajar, unit pengolahan tanaman, dan bangunan untuk terapi penyembuhan herbal. Di pekarangannya terdapat berbagai tanaman obat, seperti cakar ayam, rumput mutiara, dan keladi tikus. Ada pula tanaman untuk sarana upacara agama Hindu, seperti daun sirih, daun puring, dan bunga cempaka. Total di sini ada 387 jenis tanaman.
     Konsep rumah itu dibuat sedemikian rupa karena sejak 1997 Dayu membentuk kelompok Putri Toga Turus Lambung Puri Damai. Melalui kelompok itu, ia membina perempuan, terutama kaum ibu, untuk berlatih mengenali berbagai jenis tanaman obat.
     Mereka juga mempraktikkan teknik pemijatan dan mencoba mengembangkan usaha dalam bidang penyembuhan tradisional. Awalnya, Dayu melatih 37 perempuan, kini sudah berkembang menjadi 150 perempuan.
     "Saya melakukan upaya ini karena ingin Bali kembali ke alam," kata Dayu.
     Masyarakat Bali, ia melanjutkan, harus kembali diingatkan bahwa alam telah memberikan semuanya. Dengan merawat dan mengambil manfaat dari alam, manusia pun dapat menyejahterakan diri.
     Awalnya, para ibu di Desa Singakerta mengeluh, mereka umumnya tidak mempunyai uang. Anak-anak terancam putus sekolah. Melihat kondisi itu, Dayu mencoba memberdayakan kaum ibu dengan memanfaatkan sumber daya alam berupa tanaman obat yang dia miliki.
     Selain mengajarkan teknik memijat, dia juga mengajari mereka tentang berbagai tanaman yang bisa diolah untuk membantu penyembuhan.
     Seiring dengan waktu, sebagian besar anak didik Dayu pun sukses. "Ada ibu yang sudah punya spa sendiri dan ada pula yang sukses menjadi penjual bibit tanaman," katanya.

Pendidikan anak

     Kreativitas Dayu memberdayakan warga desa tidak berhenti di sini. Tahun 2010 dia membuka program pendidikan anak usia dini. Saat awal terbentuk hanya ada tujuh siswa. Kini sekitar 50 anak belajar di tempat ini.
     Keistimewaan proses belajar di tempat itu adalah anak-anak langsung belajar dari alam. Misalnya, untuk belajar berhitung anak-anak akan diajak berlari menuju ke sebuah tanaman dan mencoba menghitung daunnya. Mereka juga berlatih membaca dengan mengeja kata-kata sederhana seputar tanaman, seperti "daun", "akar', atau "kayu".
     "Anak-anak itu dengan cepat bisa menangkap pelajaran dengan cara seperti ini," katanya.
     Dalam program belajar-mengajar itu, Dayu dibantu enam sukarelawan. Di antara mereka ada yang berasal dari Amerika Serikat dan Inggris. Rencananya, anak-anak juga akan mendapat program belajar bahasa Inggris, tetap dengan media belajar alam.
     Untuk mendukung semua kegiatan tersebut, Dayu antara lain membuat fasilitas terapi pengobatan tradisional. Di tempat itu terdapat berbagai ramuan obat herbal yang sudah dikemas. Di sini Dayu dan suaminya I Wayan Damai, menangani pengobatan dengan cara pijat dan konsumsi ramuan obat herbal. Setiap minggu ada 60-70 orang yang mereka tangani.

Dari kegagalan

     Semua usaha Dayu tersebut bermula dari kegagalannya menjadi seorang dokter. Sejak kanak-kanak, Dayu begitu terobsesi menjadi dokter karena Cening Karana, ayahnya, adalah seorang dokter, sedangkan sang bunda Ida Ayu Kartika, berprofesi sebagai bidan. Saat Dayu remaja, orang tuanya memiliki klinik di Denpasar.
     Namun, Dayu tidak diterima saat mendaftar pada Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Dia lantas memilih belajar pada Fakultas Pertanian di universitas yang sama. Meski demikian, sang ayah tetap memberikan dukungan kepada Dayu.
     "Walaupun dari pertanian, jangan putus asa. kamu tetap bisa mengobati orang dengan ilmu pertanian yang kamu miliki," kata Dayu menirukan ucapan ayahnya ketika itu.
    Dukungan serupa datang dari sang ibu. Dayu mendapat pesan dari ibunya untuk terus mencintai dan selalu memperhatikan lingkungan sekitarnya.
     Setamat kuliah tahun 1985, Dayu bekerja sebagai anggota staf Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali. Sekitar satu tahun kemudian, Dayu diberi tantangan pimpinannya untuk menghijaukan kawasan Bukit Jimbaran, Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Pada waktu itu, kawasan tersebut merupakan bukit kapur yang tandus.
     Dayu lalu berusaha mengajak warga di Jimbaran untuk menghijaukan lahan mereka. Dia berusaha menularkan semangatnya kepada warga di Jimbaran dan meyakinkan mereka bahwa lahan tandus itu dapat diubah menjadi lahan hijau.
     Berbekal ilmu yang dimilikinya, Dayu mengajari warga setempat cara menanam pohon di bukit kapur dengan membuat lubang-lubang kecil yang selanjutnya diberi tanah. Tanaman untuk daerah kering pun disiapkannya, seperti albasia dan bidara laut.
     Dalam waktu sekitar lima tahun, lahan di Jimbaran tersebut menjadi hijau. Di kawasan itu sekarang, antara lain, terdapat gedung Kampus Universitas Udaya dan perumahan.
     Pada tahun 1997 Dayu juga diminta membantu mengembangkan tanaman jempiring sebagai maskot Kota Denpasar.
     Tahun 2000 Dayu berpindah tugas, dia menjadi anggota staf Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Di sini dia membidangi unit kesehatan tradisional. Sejak saat itulah Dayu mulai fokus mengembangkan dan memanfaatkan berbagai tanaman obat.
     Ketika merasa jenuh tinggal di kota (Denpasar), Dayu memutuskan kembali ke kampungnya, Gianyar, pada 2007. Sejak saat itu pula dia bekerja di Badan Lingkungan Hidup Gianyar sebagai Kepala Seksi Laboratorium Darat, sekaligus mengurus kelompok Putri Toga Turus Lumbung Puri Damai hingga kini.
     Berkat kerja kerasnya selama ini, Dayu bersama kelompoknya tersebut mendapat penghargaan untuk kategori Peduli Lestari dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) pada Februari 2012. Meski demikian, Dayu merasa usaha mereka untuk mengembalikan Bali ke alam masih panjang...

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 12 APRIL 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar