Jumat, 14 September 2012

Abdi Artha: "Mengawal" Pemadam Kebakaran Sukarela


ABDI ARTHA
Lahir: Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 23 Agustus 1958 
Pendidikan:
- SDN Seberang Mesjid, Banjarmasin
- ST Subsidi Teluk Dalam, Banjarmasin
- STM Subsidi Teluk Dalam
Pekerjaan: Swasta

Kebakaran besar tahun 1976 dan 1978 yang menghanguskan ribuan rumah membuat pihak Kelurahan Seberang Mesjid dan sebagian warga di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mendirikan kelompok pemadam kebakaran swadaya. Mereka menggunakan peralatan seadanya. Kini, setelah 34 tahun berlalu, kelompok pemadam kebakaran tersebut tetap berdiri.

OLEH DEFRI WERDIONO

Kelompok yang memiliki nama Unit Pemadam Kebakaran (PMK) Seberang Mesjid tersebut mempunyai peralatan terbilang lengkap. Selain pompa air portable, ada enam kendaraan pendukung berupa dua mobil pikap, satu truk tanki air, satu sepeda motor roda tiga, satu ambulans, dan satu perahu (speed boat) untuk membantu pemadaman dari sisi sungai.
   PMK Seberang Mesjid menjadi salah satu dari 400-an kelompok serupa yang berkembang di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Anggota kelompok PMK ini bekerja secara sukarela.
   Layaknya petugas pemadam kebakaran milik dinas pemerintah, tim PMK Seberang Mesjid yang memiliki 40-an anggota juga berseragam lengkap dengan helm dan sepatu, lampu penerangan darurat, serta radio komunikasi.
   Begitu ada peristiwa kebakaran, mobil mereka yang dilengkapi sirene pun meraung-raung menuju lokasi kebakaran. Mereka bergabung dengan puluhan kelompok Barisan Pemadam Kebakaran (BPK, nama lain yang biasa digunakan selain PMK) untuk memadamkan api.
   Keterlibatan PMK atau BPK di Banjarmasin tak hanya dalam memadamkan api di kawasan permukiman, tetapi juga di lahan kosong. Mereka pun acap kali terjun membantu dalam musibah lain, seperti pencarian korban tenggelam di sungai.

Sejak remaja

   Eksistensi PMK Seberang Mesjid tak bisa dilepaskan dari sosok Abdi Artha (54). Selama 27 tahun terakhir, pria yang awalnya hanya menjadi anggota PMK tersebut lebih banyak berperan sebagai "lokomotifnya". Abdi bergabung dengan PMK tahun 1986, saat dia berumur 18 tahun.
   "Awal berdiri PMK ini (Seberang Mesjid) hanya memiliki alat satu drum yang dipotong menjadi dua bagian. Drum itu digunakan untuk wadah pasir, sekop, garu, dan ember. Dalam perkembangannya, tahun 1982 kami bisa mempunyai trailer untuk mengangkut pompa air meski yang masih ditarik orang. Pada 1985, kami mempunyai mobil buatan tahun 1970-an untuk menarik trailer," tutur Abdi.
   Selain perlengkapan pemadam kebakaran yang terbatas, upaya mempertahankan kelompok yang beranggotakan puluhan warga dari berbagai profesi untuk bekerja sukarela bukan hal mudah. Apalagi kelompok ini pun mengandalkan sumbangan donatur dan swadaya guna membiayai kegiatannya.
   Sebagai gambaran, biaya operasional kendaraan dan peralatan yang ada mencapai Rp 4 juta per bulan. Sementara bantuan dari pemerintah daerah untuk mereka tahun 2011, misalnya, hanya Rp 2 juta.
   Kondisi seperti itu membuat organisasi itu mengalami pasang surut. Namun, hal tersebut ditanggapi Abdi sebagai sesuatu yang "lazim" terjadi. Begitu pula jatuh bangunnya manajemen sempat dirasakan Abdi dan kawan-kawan. Akibatnya, tahun 1990-an kegiatan PMK Seberang Mesjid sempat vakum selama dua tahun.
   Setelah itu, kepengurusan PMK Seberang Mesjid diambil alih Abdi pada 1994. Berbekal semangat dan dukungan sebagian anggota yang masih ingin PMK ini berdiri, mereka memulai pembenahan organisasi.

Menambah anggota

   Langkah pertama Abdi adalah memperbaiki peralatan pemadam kebakaran agar bisa beroperasi optimal. Setelah itu, dia berusaha merekrut anggota baru. Abdi berusaha menarik orang menjadi relawan PMK Seberang Mesjid.
   Abdi kemudian menjadi Ketua Harian PMK Seberang Mesjid. Tak hanya pada tingkat PMK, Abdi pun berkegiatan dalam organisasi sukarela yang lebih besar, yakni Barisan Sukarela Kebakaran (Balakar) yang membawahi 120 PMK dan BPK. Di sini dia sebagai Wakil Ketua III.
   "Saat itu saya melihat banyak peralatan pemadam kebakaran yang berasal dari bantuan berbagai pihak kondisinya telantar. Makanya saya ambil alih, kemudian berusaha membenahi. Kami bergotong royong, berusaha memperbaiki berbagai peralatan itu. Kalau ada duit langsung dibelikan peralatan lagi untuk melengkapinya," ujar Abdi.
   Perlahan-lahan PMK Seberang Mesjid sehat kembali. Bahkan, beberapa bulan kemudian mereka mendapat bantuan sebuah pompa air dan satu mobil dari donatur. Setahun kemudian, pada 1996, datang pula bantuan satu pompa portable.
   Tahun 1998, cerita Abdi, teman di perusahaan tempatnya bekerja meghibahkan sebuah mobil untuk operasional PMK Seberang Mesjid.
   Keterlibatan Abdi pun tak terbatas pada upaya pemadaman di lokasi kebakaran. Beberapa kali ia mengikuti pelatihan, antara lain Japan Paramedical Rescue tahun 2008, pelatihan dari Ikatan Kebakaran Indonesia (kini Badan Penanggulangan Bencana Kebakaran Pusat) tahun 2009, dan pelatihan pada Badan Search and Rescue Nasional tahun 2007.
   Dari semua pelatihan tersebut, Abdi menjadi satu-satunya peserta dari sektor swasta. Peserta lain berasal dari berbagai instansi pemerintah.
   Dari pengalaman di lapangan dan hasil pelatihan itulah Abdi sering diminta menjadi instruktur saat latihan bidang penanganan bencana, terutama kebakaran. Ia juga menjadi koordinator untuk wilayah Banjarmasin Tengah saat terjadi kebakaran.
   Bagi Abdi, bertugas menjadi pemadam kebakaran swadaya merupakan tugas mulia. Terlebih karakteristik permukiman di Banjarmasin yang sebagian besar berupa rumah berbahan bangunan kayu dan letaknya saling berdekatan.
   Kondisi itu membuat kebakaran rawan terjadi. Di Banjarmasin, kebakaran bisa dikatakan menjadi ancaman utama warga. Terkadang, dalam satu malam bisa terjadi dua peristiwa kebakaran.
   Ia bercerita bagaimana anggota PMK berusaha memadamkan kebakaran yang terjadi di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu (dulu wilayah Kabupaten Kota Baru) tahun 1998. "Jarak lokasi kebakaran itu harus ditempuh dalam waktu 4-5 jam dari Banjarmasin. Kebakarannya luas, meliputi perumahan dan pertokoan," katanya. Usaha mereka tak sia-sia.
   "Sayangnya, dalam setiap kebakaran, banyak orang yang malah menonton. Mereka membuat jalanan macet. Itu menyulitkan kami untuk memadamkan api secepat mungkin," kata Abdi menambahkan.
   Bagaimanapun, menjadi relawan pemadam kebakaran diakui Abdi memberi kepuasan tersendiri. "Bisa menolong sesama, apalagi kalau kami berhasil memadamkan api tanpa membuat mereka terluka atau kehilangan harta benda, ini kepuasan yang luar biasa," ujar Abdi.

Dikutip dari KOMPAS, JUMAT, 14 SEPTEMBER 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar