Rabu, 12 September 2012

Faizal Zainuddin: Karateka yang Menjadi Raja Kata


FAIZAL ZAINUDDIN
Lahir: Sorowako, Sulsel, 29 Desember 1982
Pendidikan:
- SDN 75 Surutaga, Palopo, Sulsel
- SMPN 3 Palopo
- SMAN 1 Palopo
- Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar 
Tinggi badan: 168 sentimeter
Berat badan: 60 kilogram
Prestasi:
- Juara PON tahun 2004, 2008, dan 2012 pada nomor kata perorangan
- Juara SEA Games tahun 2007, 2009, dan 2012 pada nomor kata perorangan 
  dan beregu
- Juara dunia di Turki tahun 2011
- Juara ketiga Asian Games di Guangzhou, China, tahun 2012

Faizal Zainuddin layak dijuluki si  Raja Kata. Karateka kelahiran Sorowako, Sulawesi Selatan, ini tengah di puncak prestasi. Kemenangan dan perolehan medali emas di nomor kata perorangan pada Pekan Olahraga Nasional 2012 di Pekanbaru, Riau, mengukuhkan hal itu. Inilah emas ketiganya dalam tiga PON teakhir dan menjadi sejarah pencapaian prestasi tertinggi cabang karate pada PON.

OLEH GATOT WIDAKDO

Prestasi Faizal tak hanya pada tingkat nasional. Anak kelima dari pasangan Zainuddin dan Nurhayati ini juga mencatat prestasi emas pada ajang SEA Games tiga kali berturut-turut, tahun 2007, 2009, dan 2012. Pada Asian Games 2010 di Guangzhou, China, ia pun menyabet medali perunggu. Tahun 2011 ia juga mengoleksi gelar bergengsi, juara dunia di Turki.
   Penampilan Faizal menunjukkan karakter kuat. Dia punya karisma saat tampil di arena. Meski badannya tegap, gerakannya luwes dan bertenaga. Dia tak pernah kehilangan fokus. Setidaknya hal ini terekam saat dia tampil pada partai final nomor kata perorangan PON Pekanbaru di GOR Tribuana, Senin (10/9).
   Menjelang partai final karate nomor kata perorangan putra dan putri sore itu, tiba-tiba listrik di GOR Tribuana padam. Akibatnya, pendingin ruangan dan semua lampu mati. Faizal yang sudah siap tampil dan berdiri di arena matras diminta kembali ke pinggir lapangan.
   Wasit lalu memanggil kedua pelatih. Sementara riuh penonton semakin membahana karena kecewa dan khaawatir laga final batal digelar. Setelah wasit berdiskusi sebentar dengan pelatih, partai final diputuskan tetap digelar meski GOR Tribuana gelap dan semakin panas.
   Faizal yang mendapat giliran pertama tampil tetap menjaga konsentrasinya. Atlet yang gemar menyantap mi goreng ini tampil penuh percaya diri. Ia mantap memperagakan jurus-jurusnya, nyaris tanpa kesalahan.
   Ia memperagakan Kata Suparinpei dengan tingkat kesulitan tinggi. Gerakannya cepat, dinamis, dan menggunakan kekuatan besar. Sementara pesaingnya, Sandy, yang memperagakan Kata Kanku-sho gagal menandingi Faizal. Faizal menang dengan keputusan mutlak kelima juri.
   Penonton bersorak memberi penghormatan kepada Faizal yang tetap tampil bersinar meski listrik padam selama laga final. Pelatih Faizal, Mursalim, mengaku tak kaget dengan kemenangan Faizal.
   "Kata Suparinpei sudah dipersiapkan sejak awal untuk final. Kemenangan ini menjadi target karena dia adalah rajanya nomor ini," kata Mursalim.

Keluarga sederhana

   Seperti kebanyakan atlet berprestasi, semua pencapaian ini tak didapat dengan mudah. Dibutuhkan perjuangan, kerja keras, dan kebulatan tekad untuk menekuni bidang ini sampai mencapai batas yang dilewati.
   Faizal berangkat dari keluarga sederhana. Ayahnya menjadi sopir angkutan kota, sedangkan sang ibu menjadi buruh cuci. Mereka tinggal di perumnas sederhana di Palopo, Sulawesi Selatan (Sulsel). Setiap mengenang masa lalu, ia selalu mengingat perjuangan hidup dan kerja keras orangtuanya.
   Namun, seperti lazimnya anak-anak, saat itu Faizal belum mengerti perjuangan hidup. Ia menikmati masa kecil dengan kawan-kawan di komplek itu. Selain bermain musik, ia juga suka berenang, takraw, sepak bola, dan bulu tangkis.
   Ia pun getol menonton film kungfu. Tokoh kungfu Bruce Lee adalah idolanya saat itu. Faizal bercerita, suatu ketika ia menangis karena tak lagi disewakan video kungfu oleh para saudaranya. Sejak itu, setiap empat hari mereka memesan video di Toko Merry Palopo. "Kami biasa memesan empat video kungfu sekaligus."
   Rupanya film kungfu memengaruhi Faizal sampai ia memasuki usia remaja. Ia pindah ke Palopo dan menjadi siswa SMPN 3 Palopo. Kebetulan di sekolah ini dibuka ekstrakurikuler bela diri karate. Dia lalu merasa bisa menyalurkan kegemarannya pada kungfu lewat karate.
   Ia lalu mendaftar pada perguruan Gojukai. Sejak itu ia terus mendalami karate sampai mengikuti serangkaian kejuaraan tingkat pelajar. "Saking senangnya dengan olahraga ini, pelajaran di sekolah saya sampai tertinggal. Untung orangtua saya mau mengerti. Mereka percaya dengan apa yang saya lakukan."
   Ada momen tak terlupakan yang menjadi motivasinya. Saat itu, ayahnya yang berusia 54 tahun sedang kritis karena komplikasi berbagai penyakit. Saat Faizal menjenguk, ayahnya tersenyum.
   "Ayah saya berbisik, 'bagaimana, sudah bertemu bupati?' Saya hanya membalas dengan senyum dan air mata. Saat itu pula saya bertekad untuk berbuat sesuatu yang membanggakan orangtua. Alhamdulillah, sebagian tekad itu terpenuhi. Tak cuma bupati yang mengucapkan selamat, Presiden pun pernah menyalami saya. Sayang, saya tak bisa lagi bercerita kepada ayah saya," ujarnya.

Tulang punggung

   Faizal pun menjadi tulang punggung keluarga. Ia membantu mencukupi kebutuhan keluarga besarnya, membantu membiayai sekolah kakak dan adiknya. Penghasilannya dari karate cukup menolong, bahkan bisa menyelamatkan rumah yang hendak disita bank karena terlambat membayar cicilan.
   "Kalau mengingat hal itu, saya hanya bisa bersyukur karena sudah menjadi atlet dan punya penghasilan cukup," kata Faizal yang dua kali memberangkatkan ibunya ke Tanah Suci beribadah haji.
   Pria yang hobi menyanyi dan bermain musik ini baru tercatat sebagai atlet pelatnas tahun 2003. Ia dipanggil seleksi pemain untuk SEA Games di Vietnam. Ia punya kesempatan untuk masuk, tetapi faktanya ia tak terpilih.
   "Saya patah arang bukan karena gagal bersaing dalam kompetisi yang sehat. Saya kecewa karena merasa dipermainkan. Waktu itu jaket dan seragam tim SEA Games sudah dibagikan kepada atlet yang belum diseleksi. Hasilnya, atlet yang terpilih adalah mereka yang sudah mendapat jaket dan seragam," katanya.
   Namun, guru-gurunya di Makassar berhasil meyakinkan dan membangkitkan motivasi Faizal. Ia mau kembali berlatih dan berusaha lebih keras sebelum berhasil menembus pelatnas dan menyumbang emas pertama pada SEA Games 2007.
   Sebelum menekuni nomor kata, ia sempat turun pada nomor kumite. "Kalau di kata itu butuh penjiwaan, setiap gerakan ada maknanya," ujarnya memberi alasan mengapa ia memilih nomor kata.
   Bagi Faizal, laga penampilan jurus adalah roh karate. Meski bukan pertarungan, nomor kata punya tingkat kesulitan tinggi. Penampilan setiap gerak dalam jurus harus indah berirama dan tegas bertenaga serta tak tercela dalam memainkan jurusnya.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 13 SEPTEMBER 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar