Selasa, 25 September 2012

Pingkan Mandagi: "Kembang di Langit Manado"


PINGKAN NATALIA MANDAGI

Lahir: Bandung, 15 Desember 1974 
Suami: Budiman
Anak:
- Darel Kynan Aditya (6)
- Dimara Kania Amayagita (2)
Pendidikan:
- SD Kristen Eben Haezer, Manado, 1981
- SMP Kristen Eben Haezer, Manado, 1987
- SMA Kristen Eben Haezer, Manado, 1991
- ITB Penerbangan, 1994
- Desain Interior Itenas, Bandung, 1996
Pekerjaan: PNS Dinas Pemuda dan Olahraga Pemprov Sulut
Rekor terjun: 2.120 kali
Pelatihan, antara lain:
- Diklat Terjun Payung Gabungan Angkatan Udara, kalijati, 1991
- Kursus intensif di Perth Skydiving Center, Dale River, Australia, 1992
- Kursus intensif di Sydney Skydiving Centre, Australia, 1996
Prestasi:
- 11 medali dalam PON 2000 sampai 2012
- Juara pertama beregu International Open Parachuting Championship, 
  Manado, 2005
Penghargaan, antara lain:
- Atlet Terbaik FASI, 2005
- Atlet Putri Terbaik Pemprov Sulawesi Utara 2009

Emas itu bagai jatuh dari langit saat Pingkan Natalia Mandagi (37) menjuarai nomor ketepatan mendarat perorangan wanita cabang terjun payung pada Pekan Olahraga Nasional ke-18 di Pekanbaru, Riau, Selasa (18/9). Sehari sebelumnya, ia merebut emas nomor ketepatan mendarat beregu wanita bersama Tuty Waroka Lestari. Ia meneruskan dominasi trah Mandagi dalam olahraga terjun payung nasional.

OLEH JEAN RIZAL LAYUCK

Dua emas diraihnya di Pekanbaru. Ini menambah koleksi emas Pingkan selama mengikuti enam PON, menjadi 11 medali emas. Prestasinya cukup menonjol untuk kategori perempuan atlet di Indonesia.
   Media di Manado menjuluki Pingkan "Kembang di Langit Manado", ada juga yang menyebutnya "Ratu Terjun Payung". Apa pun, ia tetap sosok yang rendah hati. Ia menghargai semua perhatian kepadanya sebagai atlet terjun payung.
   "Emas ini memang dari langit, syukur kepada Tuhan. Emas buat papa, mama, suami, Petra (saudaranya), dan kedua anak saya. Terima kasih saya buat Pak Gubernur (SH Sarundajang) dan Pak Olly (Dondokambey, Ketua KONI Sulut)," katanya.
   Bagi dia, Sarundajang dan Dondokambey berjasa atas prestasinya karena memberi kesempatan berlatih di Australia sekaligus membeli parasut baru untuk berlomba di Pekanbaru.
   Pingkan pun mengenang ayahnya, Theo Mandagi, yang meninggal saat terjun pemecahan rekor internasional kerja sama di udara di Bali, tahun 2004. Theo telah mencatat rekor terjun 2.800 kali dengan prestasi nasional dan internasional hingga menutup mata pada usia 57 tahun.
   Sebelumnya, tiga paman Pingkan, Robbie Mandagi, Alfred Mandagi, dan Chrisye Mandagi, meninggal dalam kecelakaan pesawat saat akan melakukan penerjunan di kawasan Rumpin, Tangerang.
   Bercerita tentang ayahnya, Pingkan dan Theo menyapu bersih nomor ketepatan mendarat perorangan putra dan putri pada PON tahun 2000 di Jakarta. Pada PON itu, Pingkan pun merebut emas nomor beregu bersama Olivia Bolang.
   "Emas waktu itu sangat manis. Saya merayakan emas dengan makan bakso bersama papa di warung dekat tempat lomba," katanya.
   Bagi Pingkan, Theo selalu memberi inspirasi setiap kali ia berlomba. "Papa bilang 'Kamu harus lebih hebat dari papa'," kata Pingkan yang saudara kandungnya,Petra, juga atlet terjun payung Sulawesi Utara (Sulut). Tahun ini Petra absen berlomba karena tim terjun payung putra gagal lolos prakualifikasi.

Menjadi PNS

   Bagi Pingkan, meraih medali emas pada ketepatan mendarat perorangan dan beregu pada PON Pekanbaru adalah saat monumental. Pencapaian prestasinya selama pelaksanaan PON pun bisa dibilang cemerlang, sejak  PON ke-13 tahun 1993 di Jakarta hingga PON ke-17 di Kalimantan Timur tahun 2008, Pingkan mengoleksi 9 medali emas, 1 perak, dan 1 perunggu.
   Hampir setiap pelaksanaan PON ia menggondol medali emas, entah itu nomor perorangan atau nomor beregu. Malah pada PON ke-16 di Surabaya, ia menyapu bersih tiga emas dari nomor ketepatan mendarat perorangan, beregu, dan campuran.
   Pada PON ke-17 di Kaltim, Pingkan meraih dua emas dari dua nomor spesialisasinya di perorangan dan beregu. Ia hanya gagal pada PON tahun 1993 di Jakarta dengan perunggu.
   "Maklum, tahun itu (1993) pertama kalinya saya bertanding di PON bersama almarhum papa," kata sarjana seni rupa Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung ini.
   Ketika merebut emas tahun 2004 pada PON di Palembang, ia mendapat hadiah khusus, diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Provinsi Sulut. Sejak saat itu, Pingkan yang bermukim di Bandung pindah ke Manado dan bekerja pada Dinas Pemuda dan Olahraga Sulut.
   Ia bercerita, sebelum PON di Pekanbaru dia sempat merasa waswas karena parasutnya telah dipakai sejak 1993. Ia khawatir latihannya di Australia bakal sia-sia jika ia terkena diskualifikasi karena parasutnya tak memadai.
   Rekan atlet penerjun asal Sulut, Franky Kowaas, gagal mengikuti lomba kejuaraan nasional tahun 2011 karena parasutnya dinilai tak layak. Pingkan beruntung, parasut baru diperolehnya dari Gubernur Sarundajang.
   "Selama berlatih di Australia, sehari kami terjun lima sampai sembilan kali. Berbeda jika kami berlatih di tanah Air, sehari hanya dua kali terjun karena keterbatasan pesawat," katanya.
   Hingga kini Pingkan mencatat rekor terjun 2.100 kali dengan spesialisasi ketepatan mendarat (accuracy landing) dan kerja sama di udara (freefall formation).

Terjun tandem

   Bercerita tentang keterlibatannya sebagai atlet penerjun payung, Pingkan mulai menggeluti olahraga itu sejak berusia 16 tahun. Ia dua kali terjun tandem bersama ayahnya dan pada kali ketiga Pingkan minta terjun sendiri.
   Bakat Pingkan diturunkan dari ayah dan ibunya, Sritjiptowati Soebiandono yang juga menjadi atlet terjun Jawa Barat. Hanya enam bulan berlatih, Pingkan lalu mengikuti kejurnas tahun 1991 dan meraih perunggu. Setahun kemudian, ia berkesempatan belajar teknik terjun payung di Perth, Australia.
   Dia pun menjuarai berbagai lomba terjun payung nasional dan tingkat mahasiswa sampai mendapat penghargaan sebgai atlet terbaik FASI tahun 2005.
   Pada pertandingan tingkat mahasiswa, ia membawa nama Institut Teknologi Bandung (ITB) sebab ia pernah kuliah bidang penerbangan di ITB selama beberapa tahun sebelum pindah ke Itenas.
   Pada 1997 Pingkan tercatat sebagai atlet terjun payung 15 besar dunia untuk kategori wanita senior saat lomba terjun payung internasional di Ephesus, Turki. PAda 2009 ia menajdi atlet putri terbaik Sulut.
   Dua medali emas yang direngkuh Pingkan pada PON di Pekanbaru melecut semangatnya untuk melakukan regenerasi atlet terjun payung Sulut.
   "Ada 10 atlet wanita dan pria yang siap digodok. Mereka memiliki keberanian terjun. Itu dululah, teknik bisa menyusul," katanya.
   Bagi Pingkan, terjun payung adalah hal penting dalam kehidupan dia dan keluarganya. "Saya akan terjun sampai kapan pun," ujarnya.

Dikutip dari KOMPAS, RABU, 26 SEPTEMBER 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar