Selasa, 04 September 2012

Pradipto: Rancang Bangun Bambu dan Arsitektur Kehidupan

DR ING IR EUGENIUS PRADIPTO 
Lahir: Wonosari, Gunung Kidul, DI Yogyakarta, 29 Oktober 1956
Pendidikan:
- S-1 Arsitektur, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta, 1993
- S-2, 1998
- S-3 Fakultas Architectur und Statplanung an der Univ Stuttgart, Jerman
Pekerjaan:
- Staf pengajar dan peneliti FT UGM, 1984-kini
- Pengelola studio seni rancang bangun kayu Bengkel Kayu UGM, Jurusan 
  Teknik Arsitektur & Perencanaan, FT UGM, 2003-kini
- Pembina II judo Pengda DI Yogyakarta
Penelitian, antara lain:
- 1986, Hierarki Vertikal Tata Ruang Rumah Tinggal Kampung Naga, peneliti 
  utama DPP Teknik UGM.
- 1993-1998, penelitian untuk disertasi, Entwicklung einer 
  Holzschindelkonstruktion fuer Einfachhaeser in Java am Belspiel der Stand 
  Yogyakarta, Dissertation Univ Stuttgart, Fakultat Architektur und 
  Statdplanung, 1998
Penghargaan, antara lain:
- Penghargaan Karya konstruksi Indonesia, Juara I Teknologi Tepat Guna 
  Kementerian PU, Jakarta, 2008
- Karya Paten Terbaik UGM, 2010

Penampilannya mirip seniman, rambutnya gondrong diikat, jambang dan kumisnya dibiarkan melebat, tumbuh seperti tak dihiraukan. Namun, ruang kerjanya menunjukkan bahwa dia seorang akademisi yang suka bereksperimen. Berbagai bentuk miniatur bangunan terbuat dari bahan bambu hampir memenuhi sudut-sudut ruang kerjanya.

OLEH THOMAS PUDJO WIDIJANTO

"Di samping karya saya, ada pula karya mahasiswa. Pokoknya, begitu ada karya mahasiswa, saya pamerkan di pelataran kampus ini," ujar Dr Pradipto, pengajar Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
   Dialah arsitek yang senang bergelut dengan bangunan bambu. Sebagian orang menilai arsitektur bambu itu menarik, tetapi banyak pula yang menganggap arsitektur bambu "murahan".
   "Arsitektur mewah itu tidak apa-apa sepanjang tak asal bangun konstruksi. Namun, bentuk arsitektur murah tetapi indah untuk masyarakat awam, siapa yang memikirkan?" katanya.
   Dia ingat perkataan almarhum Romo Mangunwijaya yang juga seorang arsitek, bahan apa pun baik, yang penting konstruksinya benar apa tidak. "Itu yang akan melahirkan sebuah karya arsitektur yang indah," ujarnya.
  Karya-karya arsitektur  Pradipto tak kalah dengan karya seni rupa instalasi bambu karya para perupa yang memberikan pesan kehidupan. Karyanya tak hanya bicara konstruksi, tetapi juga makna, filosofi, dan harmoni alam yang berkaitan dengan penciptaan konstruksi rumah yang nyaman.
   Karya semacam itu ia tunjukkan, misalnya, dalam arsitektur mushala yang kini sedang dibangun di daerah Jumoyo, Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Konsep mushala ini memosisikan tempat imam sebagai sentral sekaligus titik kiblat. Ini sebagai simbol  keilahian. Bangunannya dibuat meninggi, yang menyimbolkan hubungan dengan Ilahi.
   Dengan konsep filosofi seperti itulah, bangunan mushala ini dibentuk menengadah ke atas, seperti burung yang siap terbang. Kepala dan paruh mendongak ke atas, sayapnya mengepak, dan ekornya mengembang (melebar).
   Mushala ini diletakkan di atas perbukitan kecil, di antara kios bangunan baru Pasar Yomoyo yang rusak akibat terjangan lahar dingin letusan Gunung Merapi.
   "Pasar ini, lengkap dengan kios-kiosnya, kami buat artistik dan unik. Ini lebih merupakan pasar seni yang juga bisa berfungsi sebagai kawasan rehat (rest area) karena letaknya persis di tepi jalan Magelang-Yogyakarta," ujarnya.
   Hal yang paling menyesalkan bagi Pradipto adalah dirobohkannya bangunan gereja Katolik di Klodran, Bantul, DI Yogyakarta, yang konsturksinya terbuat dari bambu.
   "Saya tidak bisa berbuat apa-apa karena keterbatasan pihak gereja sehingga harus merobohkan bangunan itu," tuturnya.
   Gereja Klodran itu, menurut Pradipto, adalah eksperimen besar dan sebuah rancang bangun dengan bahan bambu. Saat Gereja Katolik Klodran rusak karena gempa, pihak gereja meminta Pradipto membuat gereja darurat.
   Bentuk bangunan gereja yang dibuatnya kemudian berupa bangunan mirip cangkang keong. Ujung lancipnya menghadap ke atas.
   "Bentuk lancip yang mendongak ke atas inilah yang kami buat menjadi altar, sebagai sentral ibadah. Altar itu kami buat terang dengan cahaya, simbol pencerahan dari Tuhan yang kemudian disabdakan kepada umat," kata Pradipto mengomentari gereja yang gentengnya terbuat dari sirap kayu itu.
   Seorang arsitek, kok, seperti seniman, bicara filosofi dan makna?
"Arsitektur itu sesungguhnya bentuk kehidupan itu sendiri. Ia tidak sekadar membuat rancang bangun, tetapi berbicara dan mengelola air gemercik di sebuah rumah. Arsitek juga berbicara tentang alam yang damai yang melingkupi sebuah perumahan. Arsitek juga bicara sosial budaya masyarakat sekeliling. Itu sebabnya, saya menyebut arsitektur sebagai satu kesatuan hidup. Dia tidak anarkistis dengan sekadar membuat karya, tetapi dia humanis," jawabnya.

Eksperimen

   Pradipto juga membuat minimarket gelanggang olahraga UGM dengan konstruksi bambu. Sebenarnya minimarket itu bisa menjadi sebuah eksperimen yang luar biasa. Semua disiplin ilmu di UGM bisa dilibatkan untuk mendukung eksperimen proyek ini. Misalnya, jurusan arsitektur yang membuat rancang bangun, jurusan teknik sipil menangani kekuatan, jurusan ekonomi bisa menangani pengelolaannya, serta fakultas lain bisa menangani keawetan bambu dan sebagainya.
   "Namun, institusi UGM belum berani menggunakan material bambu. Padahal, miniaturnya sudah saya buat. Tapi enggak apa-apa, justru ini tantangan buat saya untuk mempertanggungjawabkan sejauh mana konstruksi bambu bisa bicara," katanya.
   Ketertarikan Pradipto terhadap arsitektur bambu karena bahan lokal itu sama sekali belum dilirik dunia arsitektur. Padahal, bambu sudah teruji menjadi bahan bangunan nenek moyang yang tahan lama.
   Bagi pria yang dilahirkan di Gunung Kidul ini, bambu bukanlah barang baru. bambu sudah sangat diakrabinya sejak kecil sebagai bahan andalan masyarakat. "Kita tentu punya harapan. Kita memiliki bangunan monumental yang terbuat dari bahan lokal. Dunia lain tidak punya, tetapi kita punya. Itu satu hal yang luar biasa," ungkapnya. Ibaratnya, kita memiliki Candi Borobudur yang dunia lain tidak punya.
   Di samping menekuni konstruksi bambu, Pradipto memang selalu terusik dan menggugat desain-desain bangunan yang selama ini lepas dari perhatian kalangan arsitek. Karena itu, dia selalu melakukan penelitian persoalan yang kecil-kecil tentang rumah, misalnya soal talang, pintu kamar mandi, dan kerpus (sistem atap rumah).
   "Penelitian saya itu selalu ditertawain orang, tetapi bagi saya, hal yang kecil itu penting," katanya.

Dikutip dari KOMPAS, SELASA, 4 SEPTEMBER 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar