SUWITRI
Lahir: Tahun 1948
Pekerjaan: penari topeng endel
Pendidikan: kelas 4 sekolah rakyat
Suami: Suharjo (almarhum)
Anak: Sri Purwanti (40), Gatot Sismoro (35), Rismanto (30)
Cucu: 9 orang, 1 orang buyut
Penghargaan:
- Pelestari Budaya dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah,
1993
- Penghargaan dari Bupati Tegal atas jasa dan pengabdiannya melestarikan
dan mengembangkan seni tari topeng endel khas Tegal, 2004
- Maestro Tokoh Penari Khas kabupaten Tegal, 2010
Kerut-merut tampak jelas pada kulit wajah dan tangan Suwitri, perempuan berusia 63 tahun asal Desa Slarang Lor, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Meski demikian, Sawitri, demikian masyarakat setempat menyebut namanya, masih lincah dan gesit dalam beraktivitas sehari-hari.
OLEH SIWI NURBIAJANTI
Tangan Suwitri tetap luwes memainkan gerakan-gerakan tari topeng endel, yang sejak usia tujuh tahun telah dia geluti. Gerakan patah-patah paa lehernya (pacak gulu) masih luwes sekaligus tegas meski usianya tak lagi muda.
Suwitri adalah penari topeng endel tertua yang masih aktif menari di sejumlah tempat di wilayah kabupaten Tegal. Dia mewarisi kemampuan menari dari mendiang neneknya, Warmi, juga mendiang ibunya, Waryu, yang meninggal dunia setahun lalu.
Ibu tujuh anak (empat diantaranya meninggal dunia) ini belajar menari secara otodidak. Dia melihat langsung gerakan-gerakan saat nenek dan ibunya menari. Awalnya Suwitri belajar tanpa menggunakan topeng. Baru pada saat usianya menginjak delapan tahun dia mulai menari menggunakan topeng bersama sang bunda.
Bagi Suwitri, menari adalah bagian dari napas hidupnya. Selama raga masih kuat untuk menari, dia bertekad terus melakoni takdir kehidupannya sebagai penari topeng endel. Meskipun dari menari dia tidak mendapatkan materi yang berlimpah, Suwitri tak ragu mencintainya.
Bertahun-tahun setia sebagai penari topeng, Suwitri tinggal di rumah sederhana, berlantai plestr semen, dan berhadapan langsung dengan tembok rumah orang lain. Pada pintu tengah rumah itu tertempel stiker "Rumah Tangga Miskin Penerima BLT" (bantuan langsung tunai).
Untuk menyambung hidup, sejak lebih dari 10 tahun lalu, setiap pagi Suwitri berjualan bubur. Ia tinggal sendirian di rumah itu sejak suaminya, Suharjo, meninggal dunia 15 tahun silam. Suharjo dahulu bekerja sebagai dalang wayang golek dan wayang orang.
Ketiga anaknya, Sri Purwanti, Gatot Sismoro, dan Rismanto, sudah hidup mandiri. Sri Purwanti yang rumahnya berlokasi di sebelah rumah Suwitri rupanya mengikuti jejak ibunya sebagai penari topeng.
Penari mandiri
Saat ditemui di rumahnya beberapa waktu lalu, Suwitri baru pulang dari berbelanja sayuran untuk persiapan berjualan bubur esok harinya. Ia lalu bercerita tentang awal perjalanan hidupnya sebagai penari.
Suwitri masih ingat betul bagaimana untuk pertama kali dia harus menari di hadapan publik pada acara tahun baru China.Ketika itu, pada usia tujuh tahun, ia menari menemani ibunya. Ia berlenggak-lenggok di samping sang ibu yang waktu itu masih menjadi penari topeng aktif.
Hingga usia 30 tahun, Suwitri masih menari sebagai pendamping ibunya yang menjadi penari utama. baru setelah ibunya merasa lelah dan memutuskan berhenti menari, dia menjadi penari mandiri. Suwitri tampil dari satu panggung ke panggung lain.
Perjalanannya sebagai penari tak mudah. Beberapa kegagalan yang justru dianggapnya sebagai pengalaman lucu pernah dia alami. Salah satunya saat ia berusia delapan tahun dan baru pertama kali menari menggunakan topeng. Seperti umumnya anak-anak, sebagian gigi Suwitri kala itu ompong.
Padahal, topeng yang digunakan untuk menari harus digigit agar menempel pada wajahnya. Namun, karena gigi Suwitri ompong, ia tak kuat menggigit topeng. Topeng yang dipakainya jatuh dan terbelah.
Baginya, menari topeng tak semudah menari tanpa topeng. Seorang penari topeng harus berkonsentrasi pada dua hal, yaitu topeng yang dikenakan dan gerakan-gerakan tari.
"Kalau menari kosongan (tanpa topeng), tak ada pakem gerakan. Tetapi, kalau kita menari topeng, ada urutan-urutan gerakan," ujarnya.
Dari 12 jenis taari topeng, ia menguasai enam diantaranya, yaitu tari topeng endel, topeng kresna, topeng panji, topeng punggawa, topeng lanyapan alus, dan topeng kelana atau minakjingga. tari topeng endel menajdi tarian yang disukai banyak orang dan hingga kini menjadi ikon tari tradisional wilayah Tegal.
Tari topeng endel menggambarkan sosok perempuan genit yang suka berlenggak-lenggok. Gerakan-gerakan tarinya "menggoda". Tari topeng endel biasa ditampilkan sebagai tarian penyambut tamu dalam acara resmi. Adapun tari-tari topeng lainnya cenderung menampilkan unsur kegagahan.
Penghargaan
Saat masih muda, Suwitri aktif menari di berbagai acara. Ia tak hanya tampil di wilayah Tegal, tetapi juga hingga Jakarta, Semarang, dan kota-kota besar lain di Pulau Jawa.
Ia memenuhi permintaan untuk menari di berbagai kesempatan, mulai dari pengundang yang akan memenuhi nazar mereka, seperti nazar karena berhasil menjodohkan anak atau anaknya sembuh dari penyakit. Ia juga tampil bersama para penari topeng dari daerah lain, antara lain penari topeng cirebon.
Suwitri juga mengajari menari siapa pun yang ingin belajar menari topeng meski ia belum memiliki sanggar sendiri. Biasanya para murid datang dan berlatih di rumahnya. Tak ada jadwal pasti, kapan pun mereka datang dan ia lega, latihan pun digelar. Tak ada iuran pasti, sebagai tanda terima kasih, murid suka memberinya makanan.
Dia tak ingat berapa banyak murid yang sudah diajarinya menari topeng. Selain Sri Purwanti, ada dua murid Suwitri yang dianggapnya sudah bisa tampil mandiri.
Dibandingkan dengan saat mudanya, belakangan ini ia jarang tampil menari. Meski begitu, kata Suwitri, jiwanya tetap menari bersama aktivitas sehari-harinya. Karena itu, kapan pun mesti tampil, ia selalu siap.
Kesetiaan dan kecintaannya pada tari topeng endel membuat Suwitri mendapat peghargaan. Selain sebagai Maestro Tokoh Penari Khas Kabupaten Tegal pada 2010, ia juga mendapat penghargaan dari Bupati Tegal atas jasa dan pengabdiannya melestarikan dan mengembangkan tari topeng endel khas Tegal. Sebelumnya, ia mendapat penghargaan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah sebagai pelestari budaya.
Namun, bukan karena semua penghargaan itu Suwitri terus menari, melainkan karena tari adalah jiwanya. Meski harus berjualan bubur untuk menyambung hidup, hidup yang sesungguhnya bagi dia adalah menari.
Selama lebih kurang 56 tahun Suwitri telah membuktikan cinta, kesetiaan, dan totalitasnya pada tari topeng endel. Kesetiaan yang membawanya pada sebuah pengabdian tanpa pamrih.
Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 8 DESEMBER 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar