Kamis, 02 Februari 2012

Ridwan Gustiana: Mengabdi Lewat Rumah Solusi

RIDWAN GUSTIANA 
Nama panggilan: Jack
Lahir: Bandung, 4 September 1976
Istri: Filla Refiani (27)
Anak: Gerhana Putra Gustiana (2)
Pendidikan:
- SD Nenon Ciwideuy, Jawa Barat, lulus 1988
- SMP Pasirjambu, Kabupaten Bandung, 1991
- SMA 4 Bandung, 1994
- Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, 2002
- Liverpool School Tropical Medicine, Jurusan Public Health in Humanitarian, 
  2011
  
Ridwan Gustiana terbangun mendengar ketukan pintu berulang-ulang saat menginap di rumah tanpa listrik  milik warga Kampung Kosai Baru, Desa Cinaka, Kecamatan Pagai Selatan, Kabupaten Pulau Mentawai, Sumatera Barat, pertengahan September 2011. Ketika itu jarum jam menunjukkan pukul 04.30. Tamunya warga setempat yang kebingungan saat istrinya hendak melahirkan anak pertama.

OLEH CORNELIUS HELMY

"Tolong bantu istri saya melahirkan, Dokter. Jarak dari rumah ke Puskesmas Pagai Selatan terlalu jauh, sekitar enam jam perjalanan perahu. Saya khawatir nyawa anak dan istri saya tidak selamat," ujar si bapak waaktu itu.
     Ridwan yang kerap disapa Jack itu bergegas menuju rumah lelaki yang membutuhkan pertolongan tersebut. Ia hanya membawa sarung tangan karet untuk membantu persalinan karena kehadirannya di daerah itu bukan untuk tugas kesehatan umum. Ia berada di Kampung Kosai Baru untuk survei pembuatan jamban di Kepulauan Mentawai.
     Sampai di lokasi, Ridwan melihat si ibu kesakitan, sementara jabang bayi seperti sudah tidak sabar ingin keluar. Berbekal pengetahuan dasar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, ia membantu sebisanya. Bayi perempuan dan ibunya selamat setelah menjalani lima jam persalinan.
     "Bapak itu sempat meminta saya memberi nama bagi anaknya, tetapi saya tolak. Bisa membantu saja sudah sangat berarti bagi saya," ujar Ridwan.
     Baginya, pengalaman itu kembali menjadi pengingat tugasnya sebagai dokter. Pada saat citra dokter biasanya berbaju putih, hidup berkecukupan, dan bekerja hanya di rumah sakit, sesungguhnya masih banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses kesehatan memadai, terutama di daerah-daerah.

Masa depan kesehatan

     Fakta itu sebenarnya sudah disadari di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, ketika Ridwan berada di permukiman masyarakat suku Bajo tahun 2003. Minimnya akses pendidikan kesehatan membuat mereka masih menerapkan metode kesehatan atas dasar  kepercayaan setempat meski kurang tepat dan berpotensi berakibat fatal. Salah satunya saat warga setempat melarang anak yang terkena diare diberi minum.
     "Saya berada sebagai dokter di Wakatobi, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka sepenuhnya tidak salah karena sebenarnya belum mengetahui pendidikan kesehatan  yang tepat," katanya.
     Ridwan menyebut dirinya hiperaktif karena memilih terlibat dalam berbagai macam kegiatan sejak masih kuliah hingga kini. Sewaktu masih mahasiswa, ia antara lain terlibat dalam kegiatan pencinta alam dan menjadi relawan.
     Berbagai pengalaman itu, mendorongnya untuk mencoba memberikan pendidikan hingga penyediaan layanan kesehatan dasar bagi masyarakat. Tidak perlu teori bertele-tele karena kunci utamanya adalah kehadiran kita di tengah masyarakat yang membutuhkan.
     Atas dasar itu, Ridwan berinisiatif mendirikan Yayasan Ibu tahun 2005. yayasan ini fokus pada pendidikan kesehatan hingga pendampingan pascabencana alam di berbagai daerah. Lewat yayasan ini, masyarakat hingga relawan yang belum berpengalaman diberi pendidikan penanganan kesehatan dan bencana alam.
     "Relawan yang terlibat berasal dari berbagai disiplin ilmu. Mereka sudah aktif terjun di berbagai daerah bencana alam, seperti Aceh, Garut, Mentawai, dan Pangandaran," katanya.
     Pada perkembangannya, sosialisasi pendidikan dasar yang dilakukan Yayasan Ibu berkembang lebih luas. Salah satunyaadalah pendampingan pendidikan anak usia dini (PAUD). Kini sebanyak 26 PAUD berstatus baik sudah didirikan di Kecamatan Pangelaran, daerah rawan longsor di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
     Tahun 2012-2016 targetnya adalah membangun 20 PAUD baru di kecamatan yang sama. "Anak-anak adalah kunci utama pendidikan. Bila sedari dini sudah mendapatkan pendidikan yang tepat, mereka akan menjalani masa depan yang ideal," katanya.
     Akan tetapi, di tengah berbagai kegiatan kemanusiaannya itu, Ridwan gelisah karena kerap kali terbentur masalah dana. Untuk meminimalkan kegelisahannya, bersama beberapa rekan, dia menggagas terobosan pembiayaan program kemanusiaan di Indonesia.
     Terobosan itu berupa pembuatan unit bisnis komersial, di mana semua laba diberikan bagi warga miskin dan korban bencana alam. di bawah bendera Rumah Solusi, dia membangun warung kopi volunter, toko amal (charity shop), penjualan kaki palsu, dan lembaga konsultasi profesional.
     Pada prinsipnya, ada kegiatan bisnis yang dijalankan Rumah Solusi. Tetapi, semua keuntungannya diberikan bagi warga miskin yang membutuhkan. Seperti inilah cita-cita bisnis kesehatan masa depan. Semuanya dari rakyat dan kembali untuk rakyat," katanya.

Pesan Dalai Lama

     Beragam kegiatan kemanusiaan pun dilakukan Ridwan lewat dana yang didapatkan Rumah Solusi, dan dibantu dana dari para donatur. Di antaranya, pemberian kaki palsu untuk 53 penyandang cacat di jawa barat, September 2011. Selain itu, tengah diupayakan juga pemberian 1.000 kacamata gratis bagi anak-anak di Bandung Raya. Pembiayaan PAUD di Cianjur pun sebagian dibiayai dari bisnis Rumah Solusi.
     "Yang paling membanggakan saat melihat banyak orang menjadi relawan untuk Rumah Solusi. Jumlahnya sekitar 200 orang. Ada yang mencari baju bekas atau baju baru sumbangan dan mendapatkan biji kopi dari berbagai daerah guna dijual di warung kopi," katanya.
     Atas kiprahnya itu, Ridwan mendapatkan penghargaan "Architect of the Future" dari Waldzell Institute Austria tahun 2007. Bersama 10 orang dari berbagai negara, ia dinobatkan sebagai tokoh inspiratif. Penilaian utamanya adalah tugas dan kiprah yang dilakukannya saat mendampingi pendirian PAUD di Meulaboh, Aceh Barat.
     Siswanya adalah anak-anak korban bencana alam dan konflik bersenjata. Ridwan juga dianggap mampu memberikan pelatihan dan pemahaman serta membina hubungan baik dengan para donatur untuk program kemanusiaan.
     Dalam kesempatan itu, ia diberi kesempatan berbicara di depan para peraih penghargaan Nobel, salah satunya Dalai Lama, peraih Nobel Perdamaian tahun 1989. Ridwan pun sampai kini tetap ingat pesan Dalai Lama, dan menjadikannya semangat untuk tetap mengabdikan diri pada kemanusiaan.
     "Syukuri apa yang telah kamu lakukan dan dapatkan. Buatlah hal itu berguna bagi semua orang di sekitarmua," pesan Dalai Lama yang ditirukan Ridwan.

Dikutip dari KOMPAS, KAMIS, 2 FEBRUARI 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar